17 Agustus 1945
Sudah terhitung lebih dari 10 hari, Yoshi pergi. Tak ada seseorang yang bisa ia ajak berbicara, hanya mendengarkan radio dan memandangi perutnya yang tak mulai rata lagi.
Ia kesepian, sangat kesepian. Karin tak berani membuka pintu rumahnya sama sekali sejak Yoshi pergi kembali ke negara asalnya. Ia takut, akan ada penyusup lain yang akan melakukan tindakan kejahatan seperti yang sering ia lihat, di kampung halamannya.
Karin cenderung menutup diri, kejadian bertubi tubi akhir akhir ini membuatnya takut untuk berinteraksi dengan orang lain. Ia sedikit rindu pada orang tuanya sekarang, bisa dibilang dengan umur yang baru menginjak dewasa sekarang, ia bisa butuh kasih sayang dan nasihat dari orang tuanya.
Ah.. Bagaimana kabar ibu dan ayahnya sekarang ya? Apa mereka pernah mencoba untuk mencari Karin? Atau justru diam seperti tak terjadi apa apa ya?
Terbesit rasa, ingin untuk mencoba kabur sejak Yoshi pergi, namun ia tak tahu apa nama desa, dan hal spesifik lain mengenai desanya. Yang ia tahu hanya orang tuanya dan Ajingga. Jika tetap bersikeras pun, wanita bodoh sepertinya pasti akan mengalami hal seperti ini untuk kedua kalinya.
Karin menghela nafas panjang, dengan kedua matanya yang sempat berair, memikirkan pemikiran 'jika' nya tadi.
"Siapa nama yang bagus untukmu ya?" Karin mencoba menghilangkan rasa sedihnya, dengan memikirkan hal hal positif tentang kandungannya.
"Harus ku sertakan marga ayahmu juga? Atau cukup nama lokal saja?"
Karin berpikir sembari mengelus elus perut datanya yang tertutup kain songket yang digunakannya.
"Bima? Arjuna?" Karin tiba tiba terkikik geli mendengar nama yang baru saja ia ucapkan.
Sepertinya agak aneh, jika nama seperti itu ya. Seperti pandawa agaknya. Akan sangat aneh jika nama seperti itu ditambah dengan marga ayahnya juga.
"Kanemoto Arjuna?" Karin menebak nebak.
"Hahahaha.." Tiba tiba terdengar suara tawa dari arah luar rumahnya, membuat Karin sontak bimbang, ia perlahan berdiri, dan berjalan mengendap endap menuju pintu rumah, sedikit mengintip.
Karin menggeremat kain songketnya ragu, haruskah ia buka? Atau berpura pura tidak mendengar ya?
Karin menetralkan nafasnya, ia sudah memutuskan untuk tidak membuka pintunya, namun bertanya dibalik pintu kayu tersebut.
"Anda siapa?" tanya Karin memberanikan diri, namun hanya hening yang mengudara.
"Aku tetangga barumu." Karin bingung, seperti suara wanita dengan logat yang aneh. Seperti orang yang baru saja bisa membaca.
Ya, Yoshi juga serupa. Saat berbicara, logatnya aneh namun masih bisa Karin cerna.
"Aku Aeri, aku dari Jepang."
"Apa urusan anda kesini?"
"Hmm.. bisakah kau buka dulu pintunya?" Karin diam, ia berpikir keras, selama ini ia belum pernah membuka pintu untuk orang asing, kecuali Yoshi atau Haruto.
Haruskah ia buka? Namun, bagaimana jika itu orang asing yang menyamar menjadi wanita berusaha menculik lalu menjualnya kepada orang asing.
Karin menggeleng geleng kan kepalanya cepat, begitu banyak pikiran buruk yang terlintas di kepalanya. Cukup lama, ia berpikir untuk membukanya atau tidak, sehingga tercipta keheningan yang cukup lama.
"Aku bukan orang jahat, aku hanya tetanggamu." Tak ada suara lagi, terdengar wanita bernama Aeri itu mendengus kesal.
"Kau ingin aku jujur, aku teman Yoshi. Aku kesini salah satunya atas permintaannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Encounter [Yoshi x Karina]
Romansa[END] Di latar penjajahan Jepang pada 1942-1945, ada kisah dimana mereka bertemu dengan niat yang berbeda diwaktu yang sangat singkat, ya Jenderal Kanemoto Yoshinori dan wanita pribumi, Sri Karin Ningsih.