2. Arsenio Narendra

259 55 7
                                    

Jam menunjukan pukul delapan lewat sedikit saat akhirnya Arsen mengakhiri rapat bersama para jajaran direksi  Mediaplus. Dia tidak banyak basa basi saat keluar dari ruang rapat, hanya tersenyum sekilas saat direksi mengajaknya untuk bersalaman - sebuah basa basi yang membuatnya muak tapi tetap dia lakukan.

"Pak mau saya pesankan makan malam?" Di tengah langkahnya yang tegap menuju ruang kerjanya, sekretaris pribadinya bertanya - langkah kaki wanita itu berusaha untuk mengejar langkah kaki atasannya.

"Kopi saja, Ran." Arsen menjawab seadanya, membuat Rani - Sekretarisnya hanya tersenyum kecil. Kopi bukan sesuatu yang aneh di telinganya. Atasannya itu sejak setahun yang lalu seperti kecanduan kopi hitam yang pekat - alih-alih minuman beralkohol.

Rani bahkan sudah tahu jadwalnya untuk menyuguhkan kopi hitam pekat untuk Arsen. Pagi hari jam sembilan saat Arsen tiba di kantor. Jam dua siang saat Arsen baru kembali dari makan siang atau meeting di luar kantor. Jam 6 sore saat pria itu mengurung diri diruang kerjanya atau bahkan seperti sekarang setelah mereka memutuskan meeting dadakan dan pria itu kembali memintanya membuatkan kopi pada saat mereka mengakhiri meeting.

Rani bahkan sedikit khawatir dengan lambung atasannya itu.

"Baik pak." Dia menjawab lalu berlalu begitu saja menuju pantry, sementara Arsen menuju ruang kerjanya lagi.

Arsen membuka pintu ruang kerjanya yang kosong, lalu menghempaskan tubuhnya di kursi kerjanya. Diatas meja ada beberapa dokumen yang belum sempat dia baca. Cangkir kopi yang sudah kosong yang di minumnya tadi sore. Kotak rokok yang dibelinya tadi siang berserta pemetiknya. Lalu ponsel pribadinya yang tidak sempat dia bawa ke ruang kerjanya.

Dia baru saja akan membuka satu dokumen yang diambilnya paling atas, sebelum dia mendongkak ketika mendengar suara pintu ruang kerjanya terbuka dan sosok Shaka masuk ke ruang kerjanya.

"Kenapa lagi?" Arsen bertanya, dia kembali menatap dokumen miliknya.

"Sibuk ngak?" Shaka bertanya, pria itu duduk di salah satu sofa kosong di tengah ruangan.

"Menurut lo gimana?"

Shaka mendesah pelan. Sedingin-dinginnya kulkas, lebih dingin sikap kakaknya sendiri.

"Dia di Bern." Shaka memberitahu. Dia menatap Arsen hanya untuk memastikan perubahan ekspresi pria itu.

Arsen terlihat biasa saja. Dia tahu siapa yang dimaksud adiknya. Kaia - wanita yang meninggalkannya begitu saja. Menghilang dari jangkauannya. Melarikan diri dari apapun yang dia ciptakan di masa lalu.

"Oh.. masih hidup?" Dia menjawab acuh tak acuh tanpa menatap adiknya yang hanya bisa mendesah pasrah.

"Kalian kenapa sih?" Shaka yang terlihat frustasi.

"Bukannya lo sahabat dekatnya? Kenapa ngak tanya langsung sama orangnya?" Arsen menjawab saat itu juga bertepatan dengan Rani masuk ke ruang kerjanya dengan secangkir kopi di atas nampan.

"Udah gue tanya tapi sampai sekarang dia nggak pernah baca pesan gue." Shaka menjawab

"Pak Shaka mau kopi juga?" Rani bertanya setelah meletakan cangkir kopi hitam pekat itu ke atas meja atasannya.

Shaka menggelengkan kepala. Dia tersenyum. "Nggak Ran.. saya masih butuh lambung saya buat bertahan hidup." Dia berujar sengaja menyidir kakaknya. Yang disindir hanya berdecak pelan.

"Ran, langsung pulang saja. Nggak usah nungguin saya. Saya bakalan lama di kantor." Arsen berujar saat Rani menatapnya. Wanita itu mengangkuk mengiyakan lalu berlalu begitu saja.

"Kalian putus bukan karena lo gila kerja kayak begini kan sampai nggak ada waktu buat dia?" Tuduh Shaka saat dia mulai kesal karena Arsen selalu memaksakan diri untuk lembur di kantor, bahkan saat semua karyawan sudah pulang ke rumah.

Arsen tertawa sinis. "Apa lo pernah lihat gue lembur sejak sama dia?"

Shaka menggeleng sebagai jawaban membuat Arsen hanya bisa menggelengkan kepala lalu kembali membolak balik lembaran dokumen di hadapannya. Dokumen yang seharusnya masih bisa dia kerjakan besok hari, tapi dia selalu memaksakan diri untuk lembur malam ini.

Shaka mendesah pelan. Dia bangkit dari duduknya. "Gue balik deh. Gue cuma mau ngasih tau aja kalau sekarang dia di Bern." Katanya "oh satu lagi, jangan sering minum kopi." Katanya lagi sebelum akhirnya meninggalkan ruang kerja kakaknya.

*********

Hampir jam satu dini hari saat akhirnya Arsen kembali ke apartemennya. Dia menatap sekeliling ruangan yang gelap. Satu-satunya pencahayaan yang terlihat hanyalah cahaya dari lampu-lampu gedung tetangga yang masuk melalui celah jendela besar di ruang tengah.

Dia melepas sepatu, melempar tasnya begitu saja diatas sofa. Melonggarkan dasi yang terasa mencekik lehernya sejak pagi, Lalu menjatuhkan dirinya diatas sofa abu-abu di depan ruang TV sekaligus ruang tamu apartemennya. Arsen tidak perlu repot-repot untuk menyalakan lampu. Dia lebih suka berada didalam kegelapan malam karena itu membuatnya damai.

Pria itu menggunakan telapak tangannya untuk menutup matanya. Dia sudah lupa kapan terakhir kali dia bisa tidur dengan nyenyak. Pengaruh kafein benar-benar membuatnya nyaris tidur hanya dua jam setiap hari.

"Dia di Bern"

Ucapan Shaka kembali terngiang-ngiang di kepalanya.

Wanita itu ada di Bern hampir satu bulan lamanya dan dia sudah lama tahu. Dia tahu kemana saja Kaia pergi selama ini. Satu tahun wanita itu meninggalkannya. Satu tahun dia di putuskan secara sepihak tanpa penjelasan apa-apa. Wanita itu langsung menghilang meninggalkan huru hara yang terjadi karena unggahan terakhirnya di akun instagramnya.

Unggahan yang memberitahu bahwa mereka sudah putus. Bahwa tidak ada hubungan apapun lagi diantara mereka. Entah untuk maksud apa, dia juga tidak tau. Yang jelas semenjak meninggalkan huru hara itu, Arsen memiliki pekerjaan tambahan untuk memblokir semua artikel yang menyudutkan wanita itu. Mengeluarkan uang pribadinya untuk menutup mulut para pemburu berita. Bahkan sampai detik ini tidak ada satu artikel pun yang memuat berita tentang hubungan mereka.

Ada sesuatu yang membuatnya marah sampai detik ini. Tentang bagaimana cara Kaia memutuskan hubungan yang mereka jalin selama tiga tahun.
Dalam unggahannya, wanita itu bilang bahwa "sulit untuk mengucapkan selamat tinggal kepada orang yang kucintai. Tapi aku pikir inilah kedewasaan. Karena kita tidak cocok dan perpisahan adalah pilihan yang terbaik."

Kedewasaan? Ketidakcocokan? Perpisahan yang menurutnya baik?

Semua omong kosong dan Arsen sama sekali tidak bisa menerimanya.

Pria itu mendesah pelan. Seharusnya mereka sudah menikah tahun lalu. Seharusnya sekarang mereka sedang bahagia-bahagianya. Tapi mimpinya untuk bahagia bersama wanita itu justru menjadi mimpi buruk saat dia di campakan begitu saja.

Tragis memang! Seorang Arsenio Narendra di campakan oleh wanita yang membuatnya tergila-gila selama bertahun-tahun. Bahkan sampai detik ini dia tidak tau alasan kenapa Kaia mencampakannya.

HateLoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang