Melihat Tanpa Mata

36 8 1
                                    

Solar pun sedangkan yang lainnya sedang mengurus Thorn.

Tak lama kemudian ambulance pun tiba. Kemudian Halilintar dengan cepat mengangkat tubuh Thorn dan masuk kedalam.

"Sebagian dari kalian harus berangkat sendiri!!! mobil ini tidak akan muat!, gempa! taufan! solar!! kalian ikut abang!." Tegas Halilintar.

Mereka segera menurut dan bergegas pergi ke rumah sakit. Thorn dilarikan ke ruang ICU.

"Harap kalian tunggu diluar!!." Ucap sang dokter. Dokter tersebut segera menutup pintu dan melakukan tugasnya.

Mereka semua tampak risau oleh keadaan Thorn yang begitu mengkhawatirkan.

"Kenapa Thorn bisa tertabrak hah?!!!." Bentak Halilintar. Gempa yang melihat si sulung emosi pun mencoba menenangkannya dan mengingatkan bahwa sekarang mereka sedang berada di rumah sakit. Tidak sepatutnya mereka berisik dan mengganggu pasien lain.

"Bang, jangan teriak." Akhirnya Halilintar pun agak tenang, ya meskipun masih terlihat aura negatifnya.

"Ceritakan apa yang terjadi." Kini Gempa yang berbicara.

"Solar, gak tau apa-apa."

"Ice juga, tadinya 'kan masuk rumah buat ngambil pupuk. Bang Gempa juga tay sendiri 'kan?." Tanya Ice dan diangguki oleh Gempa.

Kini yang tersisa hanya Blaze. Blaze gugup, apa yang harus ia ceritakan? apakah mereka akan percaya dengan apa yang ia bicarakan?.

Semua pandangan tertuju kepada pemeran utama. Sang pemeran utama tidak sengaja menangkap manik ruby Halilintar yang sedang menatapnya dengan tajam, seolah-olah dirinya ini adalah mangsa yang siap ia terkam.

"Ceritakan." Dingin Taufan. Blaze masih terlihat gugup namun, ice menepuk pundaknya dan tersenyum lalu berkata. "Ceritakan saja."

Blaze menghela nafas panjang dan mulai menceritakannya dari awal. Setelah menceritakan semuanya, tatapan tajam orang-orang mulai berkurang kecuali Halilintar tentunya.

"Kau yakin tidak mengarangnya?." Tanya Halilintar. Blaze mengkerut kan keningnya bingung. "Maksud Abang?."

"Yah, siapa tau lo ngarang cerita tentang 'kecelakaan Thorn', karena bisa jadi lo itu iri sama dia karena lo gak pernah dapat apa yang lo mau."

"Bang!, aku gak pernah mengarang cerita, semuanya beneran, tidak ada rekayasa ini benar-benar murni bukan karangan. Bang aku memang iri sama yang lain, karena apa? karena hanya aku yang diperlakukan seperti ini. Bang aku gak pernah ada niatan sekeji itu terhadap orang lain apalagi Thorn itu adikku." Blaze menahan air matanya, sungguh mereka pikir dirinya telah merekayasa semuanya?.

Mereka pikir dirinya lah penyebab kecelakaan Thorn?. Sakit.

"Hm." Singkat Halilintar.

Berjam-jam berlalu, namun sang dokter belum keluar-keluar dari ruangan Thorn.

Beberapa menit kemudian pintu pun terbuka dan memperlihatkan sang dokter. Sontak mereka semua langsung menghampirinya.

"Bagaimana kondisi Thorn?!." Tanya Gempa penuh khawatir.

"Tolong tenang dulu, Thorn berhasil selamat dan luka-luka yang ada di tubuhnya juga sudah diobati, tapi..." Dokter menggantungkan kalimatnya.

"Tapi apa dok?." Tanya Solar dengan penuh keheranan.

"Maaf sebelumnya, tapi Thorn sekarang telah kehilangan indra penglihatannya." Jelas Sang dokter.

What?!! tunggu!! Thorn buta?!!.

"Dok, gak mungkin dok! ini pasti salah!." Taufan menggapai pundak sang dokter.

"Maaf, tapi itulah kenyataannya, Thorn juga harus dirawat selama beberapa minggu untuk memulihkan kondisi tubuhnya. Kalau begitu saya permisi."

𝐃𝐈𝐀𝐍𝐓𝐀𝐑𝐀 𝐊𝐄𝐁𝐄𝐍𝐂𝐈𝐀𝐍 || Tahap RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang