BAB 8 KEYAKINAN TERBESAR

34 27 28
                                    


Ketika embun pagi masih bergelayut di ujung dedaunan dan matahari belum sepenuhnya terbangun dari peraduannya, Aura duduk di teras rumah, menatap langit yang memerah di ufuk timur. Tatapannya kosong, tetapi pikirannya penuh oleh perasaan yang berdesir, bagai riak air yang terus bergetar tanpa tahu kapan akan tenang.

Angin pagi berhembus lembut, menyibakkan setiap helai rambut yang terurai. Aura merapatkan jaket yang ia kenakan. Tubuhnya mungkin terasa dingin, tetapi hatinya jauh lebih dingin, terbungkus oleh pertanyaan-pertanyaan yang belum menemukan jawaban. Apa yang sesungguhnya ia tunggu? Jawaban dari doanya? Atau mungkin petunjuk yang lebih nyata? Semua terasa kabur, seperti kabut yang menyelimuti jalan di hadapannya.

Hari ini, jadwal kuliah menantinya, tetapi hatinya tidak begitu siap untuk menghadapi hiruk-pikuk rutinitas. Pikirannya masih terjebak dalam pusaran pertemuan singkat di masjid kemarin. Sosok itu. Tatapannya. Begitu kuat menarik dirinya.

"Itu cuma kebetulan," batinnya mencoba menepis segala bayangan yang memenuhi kepala, meskipun hatinya merasakan sebaliknya.

Langkah Bunda yang lembut membuyarkan lamunannya. Aura mendongak, dan melihat sang ibu mendekat dengan senyum teduh, membawa secangkir teh melati yang hangat. Aroma teh itu menyeruak di udara pagi yang dingin, memberikan sedikit kehangatan pada hati Aura yang tengah beku.

"Dzikir pagi, ka. Jangan lupa, ya?" suara Bunda begitu lembut, hampir seperti bisikan angin yang menenangkan. Aura tersenyum tipis, mengambil cangkir dari tangan Bunda.

"Iya, Bunda," jawabnya pelan.

Sambil memejamkan mata, ia mulai melantunkan dzikirnya dengan lirih. Kata-kata dzikir mengalir seperti air yang menghapus jejak resah di hatinya.

"اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً

Allahumma inni as-aluka 'ilman naafi'an wa rizqon thoyyiban wa 'amalan mutaqobbalan

Artinya: Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat (bagi diriku dan orang lain), rizki yang halal dan amal yang diterima (di sisi-Mu dan mendapatkan ganjaran yang baik)."

Pagi itu, seperti biasa, Bunda berdiri di depan rumah, sosoknya tenang dengan senyum yang selalu menyambut Aura. Pagi yang lembut, angin sepoi-sepoi mengibaskan dedaunan, memberikan sentuhan kesejukan yang menyenangkan. Aura, dengan tas selempang tersampir di bahu, melangkah keluar dari rumah dengan langkah ringan. Di sisi lain, rutinitas kecil ini selalu memberikan kenyamanan, meskipun hanya dalam perjalanan singkat menuju kampus, adalah momen berharga yang selalu ia nantikan.

Sesampainya di kampus, Bunda memutar setir, mencari tempat parkir yang teduh. "Bunda nunggu kamu di mushola kampus ya? Nanti siang kita makan di luar," kata Bunda, senyumnya masih terukir hangat.

 "Bunda nunggu kamu di mushola kampus ya? Nanti siang kita makan di luar," kata Bunda, senyumnya masih terukir hangat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aura menatap bundanya, tersenyum kecil, lalu mengangguk. "Iya, Bunda Chyntia Dahayu Lestari yang cantik," jawabnya dengan suara lembut.

Ketika langkah kaki Aura menyentuh lantai marmer kampus, suara nyaring dari kejauhan tiba-tiba memecahkan kesunyian pikirannya.

"Auraaa!!!" Suara itu menggelegar di udara pagi yang dibalut dingin.

Aura menghentikan langkahnya, sejenak menoleh ke belakang. Dari kejauhan terlihat Amalia, melambaikan tangan. Wajahnya berseri-seri, langkahnya cepat, rambutnya berayun mengikuti gerak tubuh yang lincah.

"Siang ini, makan bareng, ya! Ada tempat makan baru deket sini, katanya enak." suaranya penuh antusias.

Aura menggeleng sambil tertawa kecil, "Otak kamu isinya cuma makan aja. Gak bisa aku siang udah janjian sama bunda."

"Ahhh udahlah! Sholat dzuhurnya nanti aja, atau dijamak juga gapapa." rengek Amalia sambil bercanda.

Aura tertawa lembut, suaranya hampir seperti bisikan angin di sela-sela pepohonan "Eh, kau ni kelakukannya hampir mirip kaya setan. Sholat dzuhur mau dijamak? Mending aku ikut bunda buat nyari masjid diluar kampus, baru nyari tempat makan."

...

Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas siang, dan matahari tepat berada di puncaknya. Aura mempercepat langkahnya menuju mushola kampus. Di sudut matanya, ia melihat Bunda sudah berdiri di dekat pintu mushola.

"Mau sholat di masjid mana sekarang?" tanya bunda lembut, suaranya seperti alunan angin yang membelai lembut dedaunan.

Aura tersenyum kecil. "Kita ke masjid yang biasa kaka sholat aja, adem banget disana," jawabnya dengan lembut.

Saat tiba di masjid, suasana terasa sejuk meskipun matahari berada dipuncaknya. Setelah selesai sholat, mereka duduk sejenak dipelataran masjid yang teduh.

Aura menarik nafas dalam, meresapi doa yang sedang ia ucapkan, "اللَّهُمَّ خَيْرًا فِي قُلْ أَمْرٍ أَنْتَظِرُهُ Allahumma Khairan Fii Kulli Amrin Antaziruh

Artinya: Ya Allah berikanlah yang terbaik dalam segala hal yang aku tunggu

Aamiin"

Hari itu mungkin terasa sama seperti hari-hari lainnya dalam rutinitas dan doa. Namun, di dalam hati Aura, ada keyakinan bahwa sesuatu yang besar sedang menanti di balik doa yang sering ia panjatkan. Esok, lusa, atau mungkin bahkan lebih cepat dari itu, takdir akan datang mengetuk.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LABIRIN (True Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang