VIII

3 3 0
                                    

***
"Baik anak-anak jangan lupa untuk membuat kelompok presentasinya ya, kita presentasi minggu depan. Anggotanya maksimal tiga anak," ucap seorang guru kemudian dia mengakhiri pembelajaran.

Vania melihat ke arah meja Bian, di tengah pembelajaran Bian izin ke toilet, tapi sampai sekarang dia belum saja sampai. Sebenarnya kemana Bian pergi.

Vania akan mencarinya nanti setelah ia membereskan perlengkapan belajarnya. Kemudian tiba-tiba datang seorang perempuan, Vania mengetahui anak itu adalah teman sekelasnya yang sangat pendiam.

"Hai, aku boleh satu kelompok sama kamu?" tanya anak itu.

"Oh, eum ....."

"Abel, nama aku Abel."

"Oke Abel, lo satu kelompok bareng gue dan Bian."

Mendengar itu Abel tersenyum. "Makasih ya Vania."

"Iya sama-sama."

"Vania, aku boleh nanya sesuatu sama kamu?" tanya Abel.

"Iya, nanya apa?"

"Kamu .... suka sama Kevin?"

"Hah? Gue gak suka sama Kevin."

"Syukurlah, sebaiknya kamu jangan naruh perasaan sama Kevin. Sebenarnya, Aurora itu suka sama Kevin."

Vania mengerutkan keningnya. "Kok lo tau Aurora suka sama Kevin?"

"Aku udah satu sekolah dari SD sama keempat anak itu termasuk Viona. Aku tau Aurora juga suka sama Kevin, tapi dia tau Kevin sukanya sama Viona."

Vania mengangguk-angguk paham.

"Aku takut kamu diapa-apain sama Aurora, dia anak orang kaya pasti dia bisa melakukan apa pun sesukanya."

"Tenang aja, gue gak akan suka sama Kevin kok, lagian gue juga gak mau masuk kandang singa."

Tiba-tiba ada salah satu anak laki-laki memasuki kelas 12C dengan terengah-engah. "Bian .... Bian dipukulin Kevin."

Mendengar itu Vania reflek berdiri.

"Di mana?" tanya Angel.

"Di pinggir kolam renang indoor."

"Wah seru nih," ucap Angel.

Dengan cepat Vania langsung berlari menuju ke kolam renang yang tadi disebutkan. Sesampainya di kolam renang, Vania lihat Bian sudah tersungkur lemas, dan Kevin sedang memegang kerah Bian. Kevin hendak memukul wajah Bian akan tetapi Vania langsung berlari ke arah Bian. "Cukup!"

Kevin menghentikan aktivitasnya kala melihat Vania berlari ke arah Bian. Dapat Kevin lihat Vania menatap dirinya dengan penuh amarah, baru kali ini Kevin mendapatkan tatapan itu, tatapan lembut Viona yang ada di Vania kini semuanya hilang. Sekarang ia merasa bahwa.Viona sedang marah kepada dirinya.

"Bian lo gak papa?" tanya Vania dengan khawatir.

Bian memegang rahangnya yang terasa sakit.

"Sakit ya? Lo harus ke UKS." Vania membantu Bian untuk berdiri.

"Lo kenapa bantuin dia?" tanya Kevin.

Vania tidak menghiraukan perkataan Kevin.

Vania meminta tolong Abel untuk membantunya mengantar Bian ke UKS. Banyak anak-anak yang berkumpul dan menyoraki nama Vania, karena Vania sok-sokan menjadi pahlawan untuk Bian.

"Sok iya banget sih lo, ini tontonan yang bagus. Jarang-jarang Kevin ngehajar orang tau," ucap salah seorang anak perempuan.

Vania tidak habis pikir, mereka pikir ini tontonan yang seru, tontonan yang bahkan akan meregang nyawa seseorang.

Kevin mengejar Vania, ia butuh mendapatkan penjelasan kenapa Vania lebih memilih untuk menolong Bian ketimbang dirinya. Kevin melakukan itu juga ada alasannya.

"Vania," panggil Kevin.

Vania tetap tidak memperdulikan Kevin.

"Vania!" ucap Kevin dengan keras sambil menarik tangan Vania.

"Apa?!"

Di situ Abel dan Bian hanya diam.

"Abel, lo bisa bawa Bian sendiri ke UKS?"

"Bisa Van." Setelah mengucapkan itu Abel membawa Bian sendiri ke UKS."

Vania kembali menatap ke arah Kevin. "Kenapa? Lo mau ngomong apa? Kurang lo mukulin orangnya? Hah?!"

"Gue ngelakuin itu juga ada alasannya."

"Tetep aja, otot bukan penyelesaian dari semua masalah."

Sebelum itu Vania menepis kasar tangan Kevin yang masih memegang tangannya.

"Kenapa lo lebih milih bantuin Bian. Kenapa lo gak bantuin gue?" ucap Kevin. "Lo gak liat? Gue juga dipukul sana dia."

Menang benar, bibir Kevin juga mengeluarkan darah. "Ketimbang lo, gue lebih percaya sama Bian."

"VANIA!" tanpa sadar Kevin meninggikan suaranya.

Vania terkejut, baru kali ini ia melihat Kevin marah. Ternyata benar kata orang Kevin sangat menakutkan ketika sedang marah.

Sadar akan perbuatannya Kevin langsung mengendalikan emosinya. Ia tidak mau membuat Vania takut kepadanya, itu bisa menghambat semuanya. "Sebelum lo tau apa yang sebenarnya terjadi, lo gak boleh langsung percaya kepada orang."

"Kenapa? Bian temen gue, gak ada salahnya gue percaya sama dia."

"Jadi? Gue .... bukan temen lo?" tanya Kevin tidak percaya.

"Sejak kapan kita berteman?" Vania melihat Aurora ada di belakang Kevin. "Gue harus pergi, gak ada keharusan gue di sini, gue harus ke UKS karena temen gue lagi ada di sana."

"Satu hal lagi, gue bukan Viona, jadi stop anggap gue sebagai Viona." Setelah mengucapkan itu Vania pergi meninggalkan Kevin.

Kevin melihat kepergian Vani sambil mengepalkan tangannya. Ia sangat marah, kenapa Vania lebih memilih Bian daripada dirinya.

Aurora memegang tangan Kevin. "Vin, biar gue obatin luka lo ya?"

Kevin hanya diam, ia memilih untuk pergi ke kelas tanpa harus mengobati lukanya. Luka di dalam hatinya sangatlah sakit ketimbang luka di wajahnya.

Kevin sedang membereskan perlengkapan renangnya, saat hendak keluar tiba-tiba ada Bian yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Viona kayaknya gak akan kembali ke lo," ucap Bian.

"Mendengar nama Viona, Kevin langsung menghentikan lang. "Maksud lo?"

"Gue tau Vania adalah Viona. Dan Vania yang asli udah gak ada. Gue tau kalau dia hilang ingatan, dan gue tau kalau sebenarnya yang menyelamatkan dia dari penusukan itu adalah ibu panti asuhannya," ucap Bian. "Dan gue tau siapa yang menusuk Viona."

Kevin menarik kerah kemeja Bian. "Siapa lo sebenarnya?"

"Gak perlu tau gue siapa, yang terpenting sekarang adalah gue pastiin Viona gak bakal balik ke lo lagi."

Kevin yang sudah marah pun langsung memukul wajah Bian.

"Kenapa? Lo takut gue rebut Viona?"

"SIAPA LO SEBENARNYA? HAH?!"

"Gue? Orang yang gak mau lihat lo terus-terusan bahagia. Gue muak liat lo bahagia, gue muak lo pacaran sama Viona, gue muak .... gue muak semuanya yang berhubungan dengan lo!!"

Kevin membulatkan matanya, wajah Kevin kini sudah terlihat sangat merah. "Lo mau apain Viona hah?"

Bian tertawa. "Gue? Mungkin akan membuatnya mati untuk yang kedua kalinya," ucap Bian sambil berbisik kepada Kevin. "GUE SUKA SAMA VIONA! GUE SUKA DARI AWAL GUE KETEMU DIA. TAPI APA JAWABANNYA? DIA LEBIH SAYANG SAMA LO. KALAU GUE GAK BISA MILIKI DIA, LO JUGA GAK BISA!"

"Psikopat!" Kevin memukul Bian lagi.

Tak mau kalah, Bian pun juga memukul wajah Kevin. Akan tetapi ketika sadar ada orang yang melihat mereka berdua berkelahi, Bian memutuskan untuk menjatuhkan dirinya. Membiarkan dirinya dipukuli Kevin habis-habisan.

***

WHO ARE YOU? [ONGOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang