BAGIAN 4 : Tidak Terikat Namun Terkait

136 2 0
                                    

Kamu, yang memilih terhubung dengan orang baru harus siap terima dengan kisah miliknya. Benang-benang kilas balik yang di kenal maupun sudah dilepas, yang pernah didengar ataupun sudah terlupa, pasti bertemu di titik persimpangannya. Entah sadar atau nanti-nanti, tetap dia pemilik ceritanya, bukan?

Malam itu, Adrian dengan rasa sakit dan nyeri di sekujur tubuhnya kembali ke rumah lamanya. Dia memilih untuk tidak ke apartmennya malam ini. Rumah lama dua lantai itu menyala tanda masih ada kehidupan dengan penghuninya. Adrian melepas helm full facenya dan melangkah masuk. Tanpa mengetuk pintu dan menyapa siapapun, dia sudah melangkah ke dalam. Dia mengedarkan pandangannya pada sekitar. Matanya menyerngit merasakan denyut di pelipis kirinya. Suara seorang wanita paruh baya menyapanya.

"Den?"
"Den Ian yang pulang?"

Seorang wanita berusia 50 tahun menghampirinya. Dia adalah Mbak Sanih. Orang yang telah merawat Adrian dari kecil. Wanita itu masih tinggal di rumah Adrian diminta oleh Papanya untuk merawat rumah tersebut karena Adrian tidak mau rumah lama pemilik sejuta kenangan masa kecilnya itu di jual. Jadi, Mbah Sanih yang tinggal disana merawat rumah tersebut. Kasih sayang paling banyak dari kecil di dapatkan oleh Adrian dari Mbak Sanih bukan kedua orang tuanya. Semenjak kepergian Mamanya, Mbak Sanih seperti orang tua yang menggantikannya.

"Den, ya ampun Mbak kangen, sudah berapa bulan tidak pulang?" Mbak maju menghampiri Adrian dengan kebahagiaan yang memancar lewat senyum sumringahnya. Tapi senyum itu tidak lama, begitu melihat Adrian dengan jelas Mbak Sanih terkejut melihat kondisinya yang penuh luka dan darah di wajahnya. Bajunya juga kotor dan sobek.

"Astagfirullah, Den Ian. Ini mukanya berdarah? Den Ian kenapa?"

Mbak Sanih panik. Dia menarik lengan Adrian lebih dekat dan menangkup wajah lelaki gahar tersebut. Adrian hanya diam tidak berkata sepatah katapun. Pandangannya sayu. Terlihat sangat lelah. Dia menerima apapun yang Mbak Sanih lakukan kepadanya.

"Aduh Den, duduk dulu. Mbak bersihin dulu darah sama obatin lukanya ya". Mbak menuntun Adrian duduk di sofa dan pergi mengambil kotak P3K. Mbak kembali membawa air minum dan kotak P3K mulai membersihkan darah di muka Adrian dan mengobatinya dengan telaten.

"Den, ini kenapa? siapa yang mukul Den Ian?

"Ga di pukul Mbak, abis jatuh dari motor." Adrian mulai berbicara setelah di obati oleh Mbak dan sedikit merasa lebih baik.

"Mbak antar ke rumah sakit ya? Biar Den Ian di periksa sama dokter."

"Ga usah Mbak, ini udah baikan".

Mbak Sanih menghela nafas. Tentu saja ia tau Adrian tidak jatuh dari motor dan tidak akan mau pergi ke rumah sakit. 15 tahun dia merawatnya dan hafal sikap lelaki tersebut. Tiba-tiba Adrian mendekat. Merebahkan kepalanya di pundak kiri Mbak dan memeluknya dari samping. Lelaki gahar itu sedang lelah dan butuh kasih sayang. Sejak kepergian mamanya dia sudah lupa bagaimana rasanya pelukan hangat orang tua. Dia rindu dengan amat sangat. Mbak balas memeluknya dan mengusap punggung Adrian. Adrian menutup mata, sejenak merasakan nyaman menyelimutinya.

"Den, sudah makan? Mbak masakin sop ya?"

"Udah, Mbak"

"Den Ian butuh apa?"

"Ga ada"

"Kalo gitu Den istirahat ya? kamarnya sudah Mbak bersihkan. Bajunya diganti, di lemari sudah Mbak rapikan"

Mbak tersenyum ketika Adrian melerai pelukannya. Adrian hanya balas mengangguk dan naik ke atas kamarnya di lantai dua. Mbak menghela nafas, matanya menatap Adrian sendu. Lelaki itu punya segalanya, dia tidak butuh apa-apa selain rasa kasih sayang. Dia ingat, saat kecil Adrian adalah anak penurut yang baik dan sangat sopan. Sejak kepergian mamanya, sudah tidak ada senyum di wajah lelaki itu. Seperti setengah jiwanya sudah hilang. Hanya kasih sayang dari dirinya yang bisa ia berikan kepada Adrian, menutup sedikit luka besar yang ada di hati lelaki itu.

Detak AlaskaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang