12. Pengkhianatan

370 73 4
                                    

Part 12 Pengkhianatan

"Keluarga kita," koreksi Leta kemudian berjalan masuk lebih dulu. Kemudian Rosaline, Celine dan Kei yang membawa barang-barang baby Ace.

Leta langsung naik ke kamar lamanya. Kedua kakinya melangkah dengan terbiasa, menaiki anak tangga di sisi kiri, melintasi ruang santai dan terus berjalan lurus. Belok ke kanan dan pintu berbahan kayu yang diukir bunga mawar. Dan ia masih ingat kalau Rayyanlah yang memesan pintu tersebut secara khusus pada pengrajin kenalan sang kakak.

Leta berjalan masuk, kamarnya masih sama. Warna merah muda mendominasi seluruh ruangan. Lukisan bunga, barang-barangnya di meja rias, dan pandangannya berhenti pada foto pernikahannya dan Kei yang terpasang di atas kepala ranjang. Ia mengenakan gaun putih yang ... wajahnya memerah. Merasa malu melihat gaun itu paling terbuka yang pernah ia pakai dalam ingatannya. Gaun itu jelas bukan gaun pengantin impiannya sekalipun pengantin prianya ...

Leta menepis pikiran itu. Merasa malu dengan dirinya sendiri dengan pemikiran itu. Kau mencintai suamimu dan kak Rayyan sudah bahagia dengan istrinya. Pasangan itu sedang berbahagia menyambut calon buah hati mereka, begitupun dengan dirinya dan Kei yang sudah memiliki baby Ace. Bagaimana mungkin pemikiran semacam itu masih berkecamuk di kepalamu.

Wanita itu gegas membalikkan badannya dan membuka pintu balkon. Senyum seketika menghiasi wajahnya menatap hamparan warna cerah yang memenuhi taman di halaman belakang. Tepat seperti yang ia bayangkan ketika kak Rayyan bercerita padanya. Bunga mawar memenuhi taman tersebut dengan berbagai macam warna. Dan tepat hanya bunga mawar.

"Kau bilang kita tidak akan bermalam?" cecar Kei begitu menemukan sang istri yang berdiri di balkon, menatap taman bunga yang ada di halaman belakang. Yang rupanya hobi sang istri setiap kali menghabiskan waktu di rumah ini.

Senyum Leta seketika membeku, menatap ketegangan di wajah sang suami. "Sepertinya kau mencemaskan adikmu, jadi aku tak mungkin membuat senyumnya berubah menjadi kekecewaan jika kau tidak bermalam di sini."

"Aku? Bukan kau?"

"Kenapa denganku?"

"Kau memang sengaja ingin bermalam di sini, kan? Karena Rayyan."

"Apa?" Mata Leta berkedip tak percaya dengan isi pikiran Kei tentangnya. "Kau bilang aku mencintaimu, Kei. Apakah itu hanya karanganmu saja atau kau yang tak percaya padaku?"

Kei mengerjap tersadar. Menyumpahi dirinya yang masih saja kehilangan kendali setiap kali diserbu kecemburuannya. "Tidak. Semua itu memang benar, aku hanya ..." Napasnya berhembus keras. Maju dua langkah dan memeluk Leta.

Leta mengernyit dengan pelukan terlalu erat tersebut.

"Maaf, aku bukannya tak mempercayaimu. Tapi ... ingatanmu belum kembali. Satu-satunya hal yang ada di ingatanmu sekarang adalah jauh sebelum kita bertemu. Aku hanya merasa cemas."

Leta terdiam. Lagi-lagi jantungnya berdegup dengan kencang setiap kali dihadapkan dengan kecemasan pria itu akan kehilangan dirinya. Tubuhnya menggeliat, mengurai pelukan Kei dan berkata pelan. "Aku mengerti."

Kei tersenyum, mendekatkan wajahnya kembali dan mencium bibir Leta. Mengejutkan wanita itu.

Kepala Leta tertunduk dalam, mencoba menyembunyikan rona di wajahnya. "Berhentilah melakukan ini, Kei."

"Apa?" Lengan Kei memegang pinggang Leta, membawa tubuh mereka kembali menempel yang membuat Leta semakin tertunduk.

"Beritahu aku lebih dulu jika kau akan melakukan ini."

Kei terkekeh. "Menciummu?"

Wajah Leta tak bisa lebih merah padam lagi. Kenapa pula harus dijelaskan secara gamblang seperti ini.

Ever LovedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang