9. Keraguan

454 81 2
                                    

Part 9 Keraguan

Kei berguling ke samping, memisahkan tubuhnya dari tubuh Leta. Dengan napas yang terengah, ia menatap langit-langit kamar. Hasrat yang tertahan akhirnya tumpah juga. Dengan sangat memuaskan. Ck, percintaannya dengan Leta memang tidak pernah tidak memuaskan. Selalu ingin lebih dan lebih.

Dan tak hanya kepolosan tubuh wanita itu yang membuatnya semakin gemas. Sikap Leta yang masih saja polos dan malu-malu, bahkan setelah percintaan mereka yang tak terhitung di masa lalu membuatnya tersenyum geli.

“Kenapa kau tertawa?” Leta sedikit menggeser tubuhnya menjauh. Memastikan selimut di tangannya tetap berada di dada untuk menutup ketelanjangannya. Dan jangan tanya bagaimana bentuk mukanya saat ini. Terasa berkeringat, basah, dan panas. Juga bibirnya yang terasa bengkak karena Kei terlalu sering menciumnya dengan menggebu.

Kei memiringkan tubuh dan menyandarkan kepala menggunakan lengan ketika menjawab, “Hanya terlalu senang.”

Wajah Leta yang rasanya sudah seperti terbakar, kini benar-benar tak bisa diselamatkan dari rasa malunya. Terutama ketika tangan pria itu terulur dan menyingkirkan helaian rambut yang menempel di wajahnya. Ia pikir Kei tertawa mengejek karena dirinya yang tak becus melayani pria itu di ranjang. Ia begitu gugup, dan yang dilakukannya sepanjang permainan panas tersebut hanya mengikuti arahan Kei.

Ingatannya tak cukup membantu bagaimana cara menyenangkan seorang pria di ranjang. Yang membuatnya semakin kebingungan menyadari reaksi tubuhnya, yang diluar kendali. “Kau tak cukup handal melayani kebutuhan, tetapi yang satu ini. Kau selalu memuaskanku.”

Tak tahan dengan pembicaraan yang terlalu vulgar dan tatapan Kei yang menusuknya terlalu intens, Leta menarik wajahnya dan bangun terduduk. “Aku ingin ke kamar mandi.”

Kei tentu saja tak membiarkan hal itu terjadi. Sebelum Leta benar-benar berdiri, ia menggapai tangan wanita itu dan menjatuhkannya kembali di atas ranjang. “Aku belum selesai.”

Semburat merah menyelimuti wajahnya. Selimut ditarik dari dadanya dan tubuhnya digulingkan ke samping. Ia tak sempat mencerna keterkejutannya ketika Kei langsung menindih tubuhnya. Memulai kembali permainan panas tersebut.

*** 

Rosaline menatap orang-orang yang berlalu lalang keluar masuk dari dan ke dalam apartemen. Pemandangan yang tak pernah membosankan, karena ia tahu penantiannya akan berakhir. Cepat atau lambat, ia tak peduli. Menunggu dan menunggu, sepanjang hari hingga akhirnya ia menemukan Leta yang berjalan keluar dari lift khusus. Seorang diri.

Tentu saja, Kei sudah berangkat ke kantor sejak empat jam yang lalu. Selalu berangkat dan pulang tepat pada waktunya.

“Kak Rosaline?” Langkah Leta terhenti melihat sang kakak angkat yang berjalan mendekat. “Kakak di sini?”

Rosaline mengangguk. Mengamati penampilan Leta dari kepala hingga kaki dengan senyum penuh arti. “Kau ada urusan?”

Leta menunjukkan kantong di tangannya. “Kei meninggalkan berkas dan pakaian ganti.”

“Pakaian ganti?”

Leta mengangguk.

“Kenapa dia membutuhkan pakaian ganti?”

“Dia bilang bajunya terkena tumpahan minum ketika makan siang dengan klien?”

“Kau yakin itu alasannya?”

“Apa maksud kakak?”

Rosaline menggeleng. “Kau tak ingat kehidupan Kei sebelum menikah denganmu, kan?”

Kerutan di kening Leta semakin menumpuk. Ingatan terakhirnya adalah ketika ia belum menikah dengan Kei. Hubungan keluarga mereka yang cukup baik, terutama dengan persahabatannya dan Ken. Dan Kei, hanya Kei satu-satunya orang yang tak benar-benar ia kenal. Selain dari cerita Ken yang tak berhenti mengeluhkan pertengkaran kakak dan adik tersebut. Juga tentang deretan wanita yang dikencani Kei tetapi tak ada satu pun yang ingin dinikahi oleh sang kakak. Yang membuat mama mereka selalu cemas akan masa depan sang putra.

Ever LovedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang