"Thanks ya, nomor teleponnya," Evan tersenyum lebar pada Lia.
"Sama-sama," balas Lia.
"By the way, saya antar kamu ke rumah kamu ya?" tawar Evan dengan nada suara yang ramah.
"Bo--boleh, Van," jawab Lia, dia tidak bisa menolak tawaran Evan, Lia merasa ada sesuatu dalam hatinya, tapi dia tidak tahu apa yang dirasakannya saat itu.
Siang itu Evan mengantar Lia ke rumahnya, walaupun jarak dari tempat mereka bertemu ke rumah Lia tidak terlalu jauh.
Lia yang masih polos dan belum pernah dekat dengan cowok manapun, jadi salah tingkah tatkala Evan memboncengnya sampai ke rumah.
Setelah sampai di rumahnya, Evan berpamitan pada Lia lalu gadis itu tak lupa mengucapkan terimakasih pada Evan.
Beberapa saat kemudian, Lia mengambil kunci dari dalam tasnya, membuka pintu dan bergegas masuk ke ruang tamu sesudah ia menutup pintu rumah. Lia tidak langsung masuk ke kamarnya melainkan mencari mamanya yang saat itu sedang berada di dapur.
"Ma ... Mama ..." panggil Lia dengan suara lantang.
"Ma ... Mama di mana?" tanya Lia, dia tidak sabar ingin bertemu mamanya untuk menceritakan pertemuannya dengan Evan tadi.
Mendengar suara Lia dari arah ruang tamu, Felice langsung keluar menemui Lia.
"Kamu udah pulang, Li?" Felice balik bertanya.
"Sudah, Ma," jawab Lia datar.
"Tadi kamu manggil Mama ada apa Li?" Felice mengerutkan dahinya.
"Emm ... tadi saya ketemu Evan, Ma. Dia sepupunya Rika, lalu dia mengantar saya pulang ke rumah dan ..."
"Dan apa??"
"Pulang sampai rumah terus kita ngobrol-ngobrol sebentar dan ujung ujungnya dia minta nomer telepon rumah ini lalu saya berikan nomernya, gak apa-apa kan Ma?" tanya Lia seperti ketakutan.
"Gak apa-apa Li, biasa kalau cowok minta nomer telepon rumah cewek mungkin dia suka sama kamu. Kita lihat aja apa maunya Evan, nanti juga terlihat ada maksud apa dia seperti itu sama kamu," jawab Felice, sembari tersenyum lebar.
"Ma, gak mungkin Evan suka sama saya. Saya dan Evan baru bertemu sekali dan itu juga dua tahun yang lalu."
"Mama cuma menebak-nebak, Li. Ya sudah nanti tunggu saja telepon dari Evan."
"Iya, Ma." Lia menggangguk perlahan, lalu dia masuk ke kamarnya sementara Felice kembali ke dapur.
Sekitar jam 3 sore saat Lia sedang mengerjakan PR, tiba-tiba telepon di rumahnya berdering berkali-kali.
Kring ... kring...
Lia yang ada di ruang keluarga langsung beranjak dari duduknya dan mengangkat telepon itu.
"Halo, maaf ini dengan Lia?" suara di seberang sana bertanya
"Iya, ini siapa?" Lia balik bertanya.
"Lia, ini saya Evan ... kamu lagi apa? Saya ganggu gak?"
"Oh Evan ... kamu gak ganggu saya kok, saya baru selesai mengerjakan PR."
"Ngomong-ngomong, besok kamu pulang sekolah jam berapa? Saya mau jemput kamu, boleh?" tanya Evan ramah.
"Sorry, besok saya pulang jam 2 soalnya besok saya ada kegiatan ekstrakurikuler wushu, gimana gak apa-apa?"
"Ekstrakurikuler Wushu?"
"Iya, Van."
"Kalau gitu Rabu atau Kamis saya jemput kamu, gimana? Bisa?"
"Kayaknya bisa ... besok kita janjian lagi, ok?"
"Oke."
Sesudah Lia bercakap-cakap dengan Evan di telepon, dia melanjutkan aktivitasnya di ruang keluarga. Saat itu pula Lia merasakan ada sedikit getaran yang tiba-tiba muncul di dalam hatinya.
Liana memang menyukai Evan sejak dua tahun yang lalu, wajar kalau sekarang dia merasa senang karena Evan akan menjemputnya di sekolah.
🌷🌷🌷
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Lama Belum Kelar
Teen FictionCerita masa SMA yang menyenangkan, yang berlanjut ke masa kuliah. Apakah Liana akan memilih Evan, teman lamanya atau memilih Andrew yang dijodohkan oleh papanya setelah Liana kembali dari Jepang? Andrew cowok posesif meskipun dia tampan, kaya raya d...