2. kecelakaan.

304 24 2
                                    









the next day.

langkah kaki seorang pria tampan berbadan tegap tinggi, memiliki tatapan mata tajam yang begitu mengintimidasi sangat dingin memasuki rumah mewahnya yang tak jarang menjadi tempat kediaman nya.

BRAK

suara pintu yang dibanting sangat kasar oleh pria tampan itu membuat pria cantik yang tengah membersihkan ruang utama terlonjak kaget.

"Dunk Natachai Boonprasert." desisnya marah, menatap sosok yang tengah terkejut akan kedatangan nya yang kurang sopan.

"P-pond." Dunk menatap takut kearah pria tampan yang berstatus suaminya.

BRAK

Dunk didorong keras kearah belakang mengenai beberapa hiasan besar yang berjejer didalam ruangan itu membuat pria manis itu mengerang sakit merasakan perih dibagian punggungnya. dirinya tak mengerti, mengapa suaminya tiba-tiba saja bersikap kasar kepadanya.

"P-pond kenapa?" takut Dunk menahan sakit, menatap suaminya yang tengah menatapnya penuh emosi.

tatapannya melebar, merasa tak percaya dengan apa yang suaminya ulurkan tepat didepan wajahnya.

"P-pond j-"

"belum cukup kau membuat hidupku menderita atas pernikahan ini, Dunk Natachai." tukas Pond, tangan nya masih mengarahkan benda mematikan didepan wajah pria manis itu. sebuah pistol yang ia todongkan.

"aku tidak mengerti Pond, t-tolong turunkan pistolnya." jawab Dunk dengan rasa takut.

"kau yakin tidak mengerti?" tanya Pond datar membuat  pria manis itu mengangguk pelan, jantungnya terpacu cepat kala suaminya semakin mendekatkan benda itu didepan wajahnya.

"dengarkan aku Dunk Natachai, aku tidak akan pernah mencintaimu sekalipun Prim memutuskan hubungan nya dengan ku, jangan pernah bermimpi jika kau bisa mendapatkan balasan atas rasa cinta mu itu." ujarnya, melenggang pergi.

pria manis itu meluruhkan tubuhnya merosot ke lantai, hatinya mencelos begitu sakit, tidak... tidak ada yang ingin di posisinya, ia juga tidak menginginkan pernikahan itu hingga membuatnya terjebak kedalam rasa cinta. Dunk tak mengerti apa maksud semua perkataan Pond, yang seolah dirinyalah menjadi penyebab penderitaan pria tampan itu, bukankah itu seperti keterbalikan? bukankah dirinya yang menderita di pernikahan ini? entahlah.






Two weeks passed.

"dimana berkas rapat perjanjian bisnis dengan keluarga Watthanasetsiri." Pond membolak balikan beberapa dokumen diatas meja kerjanya, pria tampan itu mencari berkas penting atas kerja sama perusahaannya dengan perusahaan temannya.

"semalam sudah saya berikan kepada anda pak, mungkin saja dibawa pulang oleh anda." jawab sekretaris Pond bernama Parn.

"apa tidak ada salinan nya?"

"t-tidak pak, itu hanya satu."

"telfon kerumah ku, siapapun yang mengangkat nya suruh antar kemari dengan cepat." titah Pond kepada sekretaris nya.

pria itu tahu jika dirumah nya hanya ada Dunk, dipastikan pria cantik itu yang akan mengangkat telfon rumahmya.

Parn langsung memencet beberapa nomor telfon rumah atasannya dan tersambung, namun sudah beberapa kali wanita itu mencoba tetap saja tidak ada yang merespon.

"pak, tidak ada yang mengangkat telfonnya."

"kapan perjanjian temu nya?"

"sekitar jam 15.30 sore ini, setengah jam lagi."

Pond meraih ponselnya, menekan nama kontak seseorang untuk ia hubungi. namun sama saja telfon itu hanya tersambung tidak ada yang merespon.

"siapkan keperluan rapat temu dengan keluarga Watthanasetsiri, aku akan pulang mengambil berkasnya." perintah Pond kepada sekertaris.

pria tampan itu melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, perasaan nya begitu emosi.

"dimana jalang itu." geram Pond, mengingat telefon nya tak mendapatkan respon dari Dunk. telepon yang begitu penting, dirinya berniat menyuruh Dunk mengantarkan berkas itu karena waktunya sudah tidak bisa di ulur untuk pertemuan penting bersama teman bisnisnya.

dalam kondisi mengemudi dengan kecepatan tinggi, Pond kembali meraih ponselnya, menekan nomor Dunk mencoba untuk menghubungi pria manis itu.






sedangkan disisi lain Dunk.
pria manis itu tengah terbaring lemah diatas kasur di kamarnya, badannya terasa begitu remuk dan sakit. semalam ia kembali mendapatkan amukan tanpa sebab dari suaminya.

telinganya samar-samar mendengar ponselnya berbunyi, namun rasanya untuk menggerakkan tubuhnya dirinya tidak mampu.

"s-sakit sekali." lirihnya merintih, mencoba untuk bangun mengecek siapa yang menelfon nya secara beruntun.

matanya melebar, setelah mengecek ponselnya. 7 panggilan tak terjawab dan 2 pesan yang masuk membuat Dunk mengumpulkan tenaganya untuk berjalan kekamar Pond guna mengambil berkas itu dan mengantarkan nya.

pria manis itu menghiraukan rasa pusing dikepalanya, langkah gontai nya benar-benar ia abaikan. Dunk segera mengunci pintu dan berjalan kearah garasi, melajukan mobilnya mengantar berkas suaminya yang tertinggal, melupakan bahwa dirinya tidak begitu lancar mengemudi.

"Tuhan tolong berpihak kepada ku untuk saat ini." gumamnya, fokus menyetir, beberapa kali Dunk menggelengkan kepalanya disaat kepalanya kembali merasakan sakit.

"j-jangan sekarang hiks."

luruh sudah air matanya, tak bisa menahan rasa sakit dikepalanya yang begitu menekan. Dunk langsung menyalakan sein kearah kiri tepi jalan, pandangan nya mulai mengabur tak bisa fokus pada jalanan membuat keniatan nya tak sampai, berakhir membanting setir mobil dan menabrak trotoar pembatas kearah kanan jalan, mobilnya terguling dan terjadilah kecelakaan tunggal.










THE NEXT PART







gimana dengan bab dua ini cinta? bintangnya (vote) warnain ya cinta. semoga bisa update setiap hari.

Wife, My Friend | PONDPHUWINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang