Bab 2

1 0 0
                                    

Woah, kelab malam mewah yang hanya bisa dimasuki oleh kalangan atas, artis, dan model sangat berbeda dengan kelab malam lainnya.

Aku tidak menyesal menerima tawaran pria tersebut untuk berpura-pura menjadi pasangannya. Beruntung tiga penjaga berbadan kekar dan berwajah galak itu tidak meminta kami untuk membuktikannya dengan ciuman.

Aku mengamati sekitar dengan tatapan terpesona. Aku tidak akan pernah lupa aku pernah menghabiskan separuh malamku di kelab malam mewah dan menari bersama para model di lantai dansa.

"Kenapa kamu sangat ingin ke tempat ini?" tanya pria tersebut. Dia membuka dua kancing paling atas kemejanya dan aku dapat melihat bulu-bulu di dadanya dan sebuah tato separuh sayap di atasnya.

Astaga, kenapa mataku selalu melihat ke arah yang tidak seharusnya aku lihat?

"Aku hanya ingin membandingkannya dengan kelab malam yang biasa aku datangi bersama sahabatku." Aku malas pergi ke kelab malam, jika Violet tidak mengajakku, aku akan menghabiskan malamku dengan tidur.

Namun, aku sudah lama ingin merasakan berada dalam kelab malam ini. Aku selalu diusir karena aku tidak bisa membayar biaya masuk; aku merupakan orang miskin.

"Alasan yang menarik." Pria tersebut tersenyum miring.

Dia menuangkan alkohol ke dalam gelas kristalku. Aku ragu-ragu meminumnya karena aku tidak pernah minum apa pun selain anggur merah dan tequila.

Aku menyesap minuman itu. Rasanya enak, aku menyukainya. Tenggorokanku terasa segar, membuatku ingin mencobanya lagi.

“Apakah kamu mau berdansa lagi?" Dia mengajakku untuk bersulang.

"Ya, aku suka bernyanyi dan berdansa." Aku tersenyum.

"Ayo, kita berdansa," kata pria itu.

Kami berdansa mengikuti musik yang menggetarkan ruangan. Kami menari berhadapan dan aku mengalungkan tanganku ke lehernya. Dia tersenyum miring, wajahnya menyebalkan sekali.

Sekarang dia berada di belakang aku, meletakkan tangannya di pinggul aku dan aku menari dengan menaikkan tanganku dan menggoyangkan tubuhku ke kanan dan kiri.

Aku kaget ketika dia memelukku dan meletakkan dagunya di pundakku. Tubuhku membeku dan jantungku berdebar kencang. Tangannya membuka kaus warna pink aku, mengelus perutku, dan aku langsung sadar dengan apa yang sedang terjadi.

Aku melepaskan tangannya yang memelukku dengan erat, berbalik ke arahnya dengan tatapan tidak suka tertuju padanya. "Jangan menyentuhku!" Aku menggelengkan kepalaku.

"Kenapa tidak boleh?" Aku mundur ketika pria itu mendekatiku. "Kamu menggodaku, bukan?" Dia menarik tanganku sebelum punggungku bertabrakan dengan punggung pria di belakangku.

"Aku hanya mengajakmu berdansa karena kamu tampaknya malas menggerakan tubuhmu." Aku melepaskan tangannya yang memegang pundakku. Aku mengamati sekeliling dan pandanganku perlahan-lahan mengabur. Aku tidak seharusnya mabuk.

"Kenapa kamu memegang kepalamu? Apakah kepalamu pusing?" Pria misterius itu menyentuh tanganku yang sedang memegang kepalaku.

Aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas dan aku tidak mendengar apa yang dia katakan. Aku bahkan tidak dapat mendengar suara musik yang membuat orang-orang tidak bisa berhenti berdansa.

Aku mengerjapkan mataku karena tidak mudah bagiku untuk membuka mataku dan kepalaku sangat pusing.

Aku tidak pernah mabuk jadi aku tidak tahu apakah aku sedang mabuk atau ada yang salah dengan diriku. Mungkin kepalaku hanya migrain dan aku harus tidur untuk menghilangkan penderitaan ini.

Singer and Her Billionaire Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang