Lose The Bet - 4

818 32 0
                                    

Siang itu, bel sekolah baru saja berbunyi, menandakan akhir dari hari yang panjang bagi Zia. Ia sedang merapikan buku-bukunya di dalam tas ketika ponselnya bergetar di saku. Sebuah pesan masuk. Pesan singkat dari Kevin.

Kevin : Langsung ke mobil gue. Jangan lama-lama.

Zia mendesah pelan. Sudah hampir 9 hari sejak taruhan konyol itu dimulai, dan dia sudah terbiasa dengan perintah mendadak dari Kevin. Sebagian dari dirinya merasa kesal karena harus mengikuti keinginan cowok itu, tapi di sisi lain, dia merasa lega karena Kevin tidak seburuk yang dia bayangkan di awal. Meskipun kasar dan dingin, Kevin tidak pernah benar-benar membuatnya merasa terancam. Tapi tetap saja, hari ini Zia merasa lelah. Dia mengira Kevin hanya akan membawanya ke markas dan bertemu dengan teman-temannya atau ke bengkel langganannya. Hal-hal membosankan yang membuat Zia seakan hanyalah pajangan bagi Kevin.

Dengan malas, Zia berjalan keluar dari kelas dan menuju parkiran sekolah. Di sana, seperti biasa, Kevin sudah menunggu di mobilnya. Zia melihatnya dari kejauhan, berdiri dengan santai di samping mobil, seolah-olah tidak ada satu hal pun di dunia yang bisa membuatnya tergesa-gesa. Kevin selalu terlihat tenang, terlalu tenang menurut Zia, seolah dia tidak pernah memedulikan apa pun.

Ketika Zia mendekat, Kevin membuka pintu mobil untuknya tanpa berkata apa-apa. Zia masuk ke dalam, memasang sabuk pengaman, dan menatap lurus ke depan.

"Apa lagi kali ini?" tanya Zia datar, tanpa menoleh ke arah Kevin. Dia sudah terbiasa dengan kebisuan di antara mereka, meskipun kadang-kadang kebisuan itu justru membuatnya lebih gugup.

Alih-alih menjawab langsung, Kevin masuk ke mobil dan menyalakan mesin. Tanpa basa-basi, mobil itu meluncur keluar dari parkiran sekolah. Zia menunggu dengan perasaan was-was, mengira Kevin akan mengajaknya ke tempat biasa mereka nongkrong, atau lebih buruk lagi, memaksanya melakukan sesuatu yang tidak dia inginkan. Namun, setelah beberapa menit berlalu tanpa satu pun kata keluar dari mulut Kevin, Zia akhirnya menoleh dengan rasa penasaran.

"Kevin, kita mau kemana?"

Kevin melirik Zia sejenak sebelum kembali fokus pada jalan di depannya. "Gue lapar. Kita beli makan dulu."

Zia mengerutkan kening, merasa sedikit terkejut. "Makan? Kita mau makan di mana?"

"Tunggu aja," jawab Kevin singkat, senyumnya samar menghiasi bibirnya yang biasanya datar.

Beberapa menit kemudian, mobil Kevin berhenti di depan sebuah restoran cepat saji. Zia menatap papan besar restoran itu dengan tak percaya. Restoran cepat saji bukan tempat yang biasa dikunjungi oleh Kevin, atau setidaknya bukan tempat yang pernah Zia bayangkan untuk diajak pergi olehnya. Tapi hari ini, sepertinya Kevin ingin mencoba sesuatu yang berbeda.

Mereka masuk ke dalam restoran, dan Kevin dengan santai memesan makanan. Tidak ada percakapan yang canggung atau perintah yang memaksa. Kevin bahkan bertanya kepada Zia apa yang ingin dia makan, sebuah sikap yang jarang ia lihat dari cowok itu.

"Apa yang lo mau?" tanya Kevin, menyodorkan menu kepada Zia.

Zia menatap menu itu sejenak sebelum akhirnya memilih sesuatu yang sederhana. "Ayam goreng dan kentang goreng aja."

Kevin mengangguk dan segera memesankan makanan mereka. Saat makanan tiba, mereka duduk di pojok restoran yang agak sepi. Zia masih merasa sedikit canggung, tidak terbiasa dengan suasana yang lebih santai ini. Kevin tidak banyak bicara, hanya sesekali mengobrol ringan sambil menikmati makanannya. Namun, ada sesuatu yang berbeda dari cara dia berinteraksi hari ini-lebih santai, lebih ... manis, meskipun Kevin tidak terlihat seperti tipe cowok yang mudah memperlihatkan sisi manisnya.

"Lo sering makan di sini?" tanya Zia, mencoba mencairkan suasana.

Kevin menggeleng. "Nggak sering. Tapi gue lagi pengen hari ini. Mungkin karena gue bosen sama tempat nongkrong biasa."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 12 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Delicious PoisonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang