Masih dengan sesenggukan, Saga berusaha menghentikan tangisnya. Jehan yang menangkap gerak-geriknya, melangkah menghampiri Saga. Ingin memastikan keadaan Saga setelah kena marah dirinya.
"Udah, nangisnya?" dengan datar Jehan bertanya. Setitik rasa kasihan muncul padanya. Namun, rasa kesal yang bersarang belum hilang sepenuhnya.
Saga beranjak dari meringkuknya. Ingin menatap Jehan, meski pada akhirnya ia menundukkan pandangannya. "Jehan, gue minta maaf ya," kembali Saga menuturkan kata maaf yang sudah berulang ia berikan pada Jehan.
Saga tidak sebodoh itu untuk mengetahui kesalahan yang ia perbuat lumayan fatal. Wajar kalau Jehan semarah itu padanya. Maka dari itu, berulang kata maaf ia tuturkan pada Jehan.
"Lo udah minta maaf berkali-kali, Saga. Gue bosen dengernya," dengan ketus Jehan berujar. Rasanya seakan ulu hati Saga tertusuk.
Sebenarnya, ia sudah terbiasa dengan cara Jehan berbicara yang memang terkesan dingin dan menusuk. Namun, tentu kali ini terasa berbeda.
"Gue tau kesalahan yang gue perbuat fatal banget. Gue minta maaf," lagi, Saga meminta maaf.
Jehan mendengus mendengarnya. Jujur ia bosan dengar segala kata maaf yang keluar dari bilah bibir Saga. "Minta maaf ga menyelesaikan apapun, Saga," apa yang Jehan tuturkan semakin membuat Saga merasa bersalah.
Saga tahu, Jehan bukan tipe orang yang suka menyalakan orang lain, meski memang itu salah orang itu. Namun kali ini, mungkin perasaan Jehan terlalu kalut. Saga berusaha memahaminya.
"Jehan, gue minta maaf. Hari ini, hari pertama gue hidup," secara tiba-tiba Saga berucap spontan. Bahkan dirinya nyaris tak sadar dengan apa yang ia tuturkan.
Perkataan Saga tentu mengundang tanya dari Jehan. Apa maksudnya? "Kemaren, gue ga tau apa yang bakal terjadi hari ini," masih dengan wajah sendunya, Saga berucap. "Ini kali pertama gue hidup di hari ini," lanjutnya.
Jehan tertegun tertegun mendengarnya. Benar, ini adalah hari pertama Saga hidup di hari ini. Saga tidak tahu-menahu tentang apa yang akan terjadi di hari ini.
Jehan masih tertegun hingga suara Saga membuyarkan lamunannya. "Kalau lo masih mau marah sama gue, it's okay, gue tunggu sampe hati lo bisa maafin kesalahan fatal yang gue perbuat," Saga berucap jujur. Ia menerima apapun konsekuensi yang Jehan berikan.
Hei, wajar saja jika Jehan marah karena kesalahan fatal yang diperbuat Saga. Namun, setidaknya ia cukup sadar diri bahwa ia pun pernah melakukan kesalahan. "Lo juga bisa minta gue ngelakuin apapun demi menebus kesalahan gue," kembali Saga berujar. Apapun akan Saga lakukan, asal Jehan berhenti marah.
Sejenak Jehan menghela napas. Terasa begitu berat. "You don't need to. Ga apa-apa, tapi gue masih marah," Jehan bertutur.
Saga yang mendengarnya pun mengangguk paham. "Sure. Take your time. Makasih ya, Jehan," dengan anehnya justru Saga berterima kasih.
Jehan terkikik mendengarnya. "Lo orang aneh. But I'm pretty sure, lo orang baik," Jehan tidak bercanda kala berucap demikian.
Juga mengundang tawa dari Saga. Meski tidak sepenuhnya selesai, namun Saga berhasil membuat pikiran Jehan terbuka. Tidak memaksa Jehan untuk memaafkannya, hanya ia ingin memberi tahu bahwa manusia bisa saja membuat kesalahan.
Karena kita tidak dapat melihat masa depan, dan tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya, kita tidak dapat bersiap untuk hari berikutnya. Setidaknya, bersiaplah untuk mengambil konsekuensi atas apa yang akan kita perbuat di hari berikutnya.
"Dari kesalahan-kesalahan yang manusia perbuat, bakal jadi pembelajaran untuk kedepannya," Jehan bertutur. Saga mengangguk membenarkan.
♡˖꒰ Inspired by Cheers to Youth - SEVENTEEN (Composed by Woozi)
♡˖꒰ Lee Jihoon (Woozi) as Jehan
♡˖꒰ Kwon Soonyoung (Hoshi) as Saga