♡⁠˖⁠꒰ Manusia bukan Tuhan

2 0 0
                                    

Suasana sendu menyelimuti. Berbagai kalimat belasungkawa terucap dari setiap mulut yang datang. Hingga para peziarah telah kembali pulang, aku masih di sini dengan wajah sulit diartikan.

Sedih, marah, kalut, gusar, takut, namun juga lega di saat yang bersamaan. Entah apa yang kurasakan saat ini. Satu hal yang bisa kupastikan, aku berada di fase terendah dalam hidupku.

"Laskar," suara itu datang tiba-tiba, memanggilku. Aku tidak terkejut, hanya merasa sedikit kesal karena ketenanganku diusik.

Lantas aku mendongak. "Oh, Mala," aku memastikan dengan nada bertanya. Seingatku, gadis ini adalah salah satu teman dekat dari sosok yang baru saja diselesaikan pemakamannya karena telah berpulang.

"Iya," gadis itu, Mala, menjawab dengan singkat, padat dan jelas. Setelah dirinya menjawab, hanya hening yang menyelimuti. Aku tidak kenal dekat dengannya. Namun kalau boleh dibilang, aku merasa risih jika dia tetap berada di sini.

Muak dengan hening itu, akhirnya pertanyaan bodoh terlontar dari mulutku, "Lagi apa di sini?" aku bertanya.

"Ziarah?" jawabnya. Namun mendengarnya buatku kesal. Aku memang tidak memiliki hak untuk melarangnya mengunjungi pemakaman temannya sendiri. Namun, egoisku sedang melambung tinggi. Seakan-akan hanya aku yang boleh menetap dan meratap di sini.

"Kenapa baru datang?" kembali aku bertanya sangsi. Selain aku, semua orang telah pergi. Ah, bukan, tapi aku yang baru datang setelah semua orang pergi. Tidak ingin berurusan dengan manusia-manusia yang terlihat sok prihatin, nyatanya setelah sampai di rumah masing-masing, mereka akan kembali seperti biasa.

"Aku bukan baru datang. Justru kamu yang baru datang," Mala kembali berujar. Ah, dia sudah di sini sejak awal, lalu melihatku yang baru datang setelah pelayat lain pergi.

"Ya. Terus kenapa?" masih dengan ekspresi datar aku bertanya.

"Buat apa kamu meratapi kuburan Pelangi?" pertanyaan Mala terdengar memuakkan. Aku membencinya. Untuk pertanyaan bodohnya, dan untuk nama yang dia sebut.

Kudengar Mala mendengus. Mungkin kesal karena aku tak kunjung menjawab pertanyaannya. "Pelangi gak akan suka kalau kamu kayak gini," Mala berujar. Mendengar nama itu membuatku semakin muak.

Rahangku mengeras. Tatapanku tajam aku tujukan padanya."Jangan sok tau. Kamu gak tau apa-apa," akhirnya aku menjawab.

"Memang dengan kamu meratapinya kayak gini, Pelangi bakal hidup lagi?" perkataan Mala membuatku terhenyak. "Enggak, kan?" dirinya melanjutkan.

"Manusia bukan Tuhan, Laskar. Semua yang hidup bakal mati. Tuhan yang pegang kendali atas semuanya," untuk sesaat aku termenung mendengar apa yang Mala ucapkan. "Kalau kamu meratapi Pelangi kayak gini, sama aja kayak kamu ga terima sama apa yang Tuhan putuskan," kembali ia berujar.

Perasaanku yang tadinya kalut, kini makin kalut. "Dan Pelangi gak akan mau kalau kamu menentang Tuhan. Pelangi ga akan tenang kalau kamu kayak gini terus," Mala masih berujar, dan aku masih mendengarkan.

Hingga aku mendengar Mala tidak bersuara lagi, lantas aku yang bersuara. "Terus aku harus apa, Mala?" dengan pasrah aku bertanya.

"Jalani hidup kamu kayak biasa," dapat kudengar Mala berkata dengan suara yang kian melemah. Terdengar begitu menyesakkan.

Aku mengusap wajah gusar. "Aku gak bisa semudah itu melupakan Pelangi!" nadaku meninggi tanpa kusadari.

Mala masih dengan wajahnya yang entah marah ataupun sedih. Kurasa keduanya. Dirinya menggeleng. "Aku gak suruh kamu buat melupakan Pelangi. Jangan pernah melupakan Pelangi, tapi cukup kamu kembali hidup kayak biasa," suara Mala terdengar bergetar saat berucap.

"Kamu harus tetap hidup normal meski dengan atau tanpa adanya Pelangi," suara Mala semakin bergetar. Kurasa ia menangis. "Asal kamu tau, Laskar. Aku juga sayang banget sama Pelangi. Cuma dia satu-satunya yang bisa jadi tempat aku bersandar," suaranya semakin terdengar pilu.

"Aku selalu berusaha di sisinya. Bahkan aku bakal rela berkorban buat Pelangi. Apapun asal Pelangi tetap hidup," tangannya terangkat untuk mengusap batu nisan bertuliskan Pelangi Candrawama. "Tapi lagi-lagi, manusia bukan Tuhan. Kalau itu takdir Pelangi, kita gak bisa menghalaunya," kini tangannya beralih menyentuh gundukan tanah itu.

Terlihat tangan Mala merapikan posisi beberapa kelopak bunga yang terbalik. "Mungkin memang manusia yang berencana, tapi Tuhan yang pegang kendali," Mala beralih dari menatap gundukan tanah jadi menatapku yang juga menatapnya.

"Karena sebaik-baiknya perencana, adalah Tuhan," aku bergumam yang juga didengar Mala. Aku lirik Mala tersenyum simpul.

Setelahnya justru Mala terkekeh. "Itu kata-kata Pelangi, ya?" Mala bertanya. Aku reflek mengangguk, karena memang benar bahwa Pelangi yang pernah berkata demikian. "Sama. Semua perkataanku tadi juga dari Pelangi," masih dengan senyumnya, Mala berujar. Aku tidak terkejut mendengarnya. Pelangi memang sosok yang bijak. Mengingat itu justru membuatku kembali sakit.

"Hey, Laskar," kala aku kembali termenung, Mala memanggilku. Lantas aku kembali menatapnya dan memberi eskpresi bertanya. "Jalani hidup kayak biasa lagi, ya? Pelangi sayang banget sama kamu. Tolong biarkan Pelangi tenang," tak kulihat lagi senyum simpul yang tadi Mala tunjukkan. Sekarang hanya ada wajahnya yang sendu.

Aku menghela napas dalam-dalam. Ah, seharusnya aku masih bersyukur karena masih bisa merasakan bagaimana leganya bernapas. Sedangkan Pelangi, sudah tidak lagi bernapas. Tidak adil, ya?

"Laskar," suara Mala lagi-lagi menginterupsi. Aku reflek mengangguk. Lantas berdiri dari posisi duduk. Kakiku ternyata kesemutan.

Mala pun turut berdiri. "Iya. Aku bakal kembali hidup kayak biasa. Itu kan, yang Pelangi mau?" aku berujar. Sedikit melirik batu nisannya, lalu kembali menatap Mala yang mengangguk.

"Mau pulang?" aku bertanya. Lagi-lagi Mala hanya mengangguk. Sepertinya lelah berkata. "Biar aku antar," aku berjalan memutari peristirahatan terakhir Pelangi untuk menghampiri Mala yang tampak bingung.

"Pasti Pelangi mau aku antar kamu pulang," aku terkekeh setelah berujar. Pun sama halnya dengan Mala. Kulihat akhirnya dia mengangguk. Lantas kami mulai melangkah menjauh dari makam Pelangi.

♡⁠˖⁠꒰ Part of Laskar Pelangi (you can read it on X!)

>>> https://x.com/SunaraMoon_/status/1763877252864094257?t=0aLOZcSzr8fpkejKp-WZDA&s=19

♡⁠˖⁠꒰ Moonbin as Laskar
♡⁠˖⁠꒰ Hwang Eunbi (SinB) as Pelangi
♡⁠˖⁠꒰ Kim Yewon (Umji) as Mala

Logophile | kumcerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang