Saat itu, aku masih sangat muda dan baru saja masuk ke jenjang Sekolah Menengah Atas atau bisa disebut jenjang SMA.
Luapan perasaan senang terjadi berhari-hari sampai hari pertama masuk. Dari siswi SMP, kemudian berubah menjadi siswi SMA sungguh membuat diriku merasa jika aku sudah dewasa. Sebelum masuk pun aku sudah menyiapkan banyak hal seperti buku baru, seragam baru yang sudah harum dan tergantung rapi-setelah di setrika, juga banyak alat sekolah yang baru.
Pagi pertama itu, Bunda bilang padaku.
"Semangat ya! Hari pertama itu selalu hari yang paling dinanti tapi kita tidak tau akan baik atau buruk nantinya, tapi hari ini Bunda yakin kamu pasti senang."
Saat itu aku mengangguk sambil tersenyum. Seragam SMA itu cantik karena terlihat seperti seragam-seragam masa kini yang roknya bermotif kotak, warnanya soft, dan punya pita lucu di bagian krah bajunya.
Aku kelihatan cantik. Batinku.
Bunda bilang, aku harus menunggu di depan rumah sampai nanti ada mobil yang menjemputku—karena saat itu aku sudah tau layanan antar—jemput dari sekolah jadi aku menunggu di depan rumah.
Tepat pukul 06.00, bapak supir dengan topi pemancing datang dengan mobil pick-up yang berbau tidak sedapp—bau amis ikan segar dan bau anyir darah. Mata sopir itu juga tampak sangat merah karena mengantuk. Mencurigakan ....
"Ayo, mau saya menunggu?"
"Maaf, Pak, sepertinya saya akan naik angkutan umum saja."
"Naik cepat! Mau saya seret paksa, hah?!"
"Saya bicara baik-baik, Pak! Dengan Bapak menjawab begitu, saya jadi semakin tidak mau Bapak yang mengantar saya ke sekolah."
Aku bisa mendengar helaan napas pasrah dari mulut Bapak itu. Terlihat sekali dia sedang menahan amarah karena dijawab tidak sopan oleh bocah berusia 15 tahun hampir 16 tahun—3 bulan lagi.
"Cepet naik! Saya nggak mau marah-marah pagi ini, karena saya dapat banyak uang dari memungut anak nggak sopan kayak kamu."
Menjengkelkan? Iya, tapi daripada itu semua ini malah membuat bingung.
Mendapat banyak uang karena memungut diriku, itu hal yang mengerikan dan membuat resah.
"Maaf ya, Pak, biasalah anak-anak puber kan memang kelakuannya kurang sopan."
Itu bukan aku, melainkah Bunda yang baru saja keluar rumah dengan penampilan biasa Ibu-Ibu akan pergi arisan. Dia menenteng tas tangan kecil, memakai make up, dan dress motif bunga kesukaannya.
"Bunda udah bayar mahal Bapak itu, kamu cepet naik gih!"
huftt .... aku menghembuskan napas lega karena Bunda mengatakan bahwa dia membayar mahal untuk keselamatanku.
"Iya, Bun, aku berangkat dulu."
"Iya." Bunda tersenyum.
Setelah itu pikiranku menerawang jauh. Sambil melihat ke arah Bunda yang tersenyum, aku mengingat-ngingat kembali kapan terakhir kali Bunda tersenyum.
Pernahkah dia tersenyum setulus ini sebelumnya?
Entahlah, aku juga lupa .... benar juga, kami ternyata memang sejauh itu ya?
"Bunda, aku berangkat dulu," ucapku setelah berhasil duduk di samping kemudi.
"Iya."
Waktu itu, Bunda melambai dengan senyum yang begitu lebar. Turut senang karena pagi itu bahagiaku memang sedang berada pada puncaknya. Membayangkan akan berada pada fase dewasa sungguh luar biasa.
Itu ..... awalnya.
Sampai seluruh harapanku pupus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rayana
Mystery / Thriller⚠️ Cerita Penuh Dengan Adegan Kekerasan dan Terdapat Pelecehan!! ⚠️Bukan Cerita Untuk Anak-Anak (Mohon untuk berhati-hati dalam memilih bacaan yang sesuai untuk anda.) -Update setiap Selasa dan Jum'at- • • Masa-masa SMA yang aku bayangkan jauh berbe...