Part 8

97 15 1
                                    

Sesampainya di rumah Oma Gina. Wanita paruh baya itu langsung mengarahkan Mala dan Rakha ke area dapur. Kedua tangan Rakha menenteng tas keranjang belanjaan sedangkan Mala tidak dibiarkan Oma Gina membawa apa pun alias gadis jelita itu hanya menggenggam ponsel dalam tangannya.

"Selain masak ini, Mala juga masih ada tugas disuruh buat kostum Cinderella tapi dari perca gitu, Oma. Nanti siapa yang kostumnya paling bagus Mala kostum itu terpilih untuk dipakai di acara pentas seni. Kalau mama nggak sibuk pasti bisa bantuin Mala tapi tadi pagi mama pamit harus ke luar kota karena ada sahabatnya yang sakit di sana," curhat Mala setelah masakan yang mereka maksud selesai dibuat.

"Nanti aku bantuin kamu, ya. Tante aku bisa jahit dan kayaknya dia punya banyak waktu juga," kata Rakha setelah meletakkan dua keranjang tadi di atas meja.

"Atau mau Oma aja yang buatin kostum Cinderellanya untuk Mala?"

Mata Mala berbinar dan menatap antusias Oma Gina.

"Serius, Oma. Boleh deh kalau gitu..."

"Oke, tapi Oma butuh bantuan Rakha buat ambil mesin jahitnya di gudang."

Usianya yang sudah tidak lagi muda membuat tenaga Oma Gina kian berkurang. Apalagi ia juga sudah lama tidak melakukan hal itu.

"Bisa banget Oma. Di mana gudangnya? Rakha ambil sekarang," kata Rakha semangat. Apa sih yang membuatnya tidak semangat jika itu tentang Mala.

"Itu yang pintunya berhadapan sama kamar mandi, Rakh. Oma tunggu di ruang tengah, ya. Nanti kamu bawa ke sana."

Rakha mengangguk patuh. Ketika akan melangkah ke arah yang tadi ditunjuk Oma Gina, tangannya ditahan oleh Mala.

"Kenapa La?"

"Aku ikut ya. Kan yang diambil bukan cuma mesin jahitnya doang, tapi bahan untuk kostumnya juga," kata Mala sembari tersenyum.

Tidak tahan melihat wajah Mala yang gemas membuat tangan Rakha terulur untuk mencubit sebelah pipi Mala.

"Gemes banget sih," ujarnya.

"Nggak aman nih pipi aku kalau lagi sama kamu. Dicubit mulu," sahut Mala.

"Habis kamu lucu. Cantik dan bikin gemes," balas Rakha.

Oma Gina menatap dengan mata berkaca-kaca pada dua insan remaja itu. Sepertinya Rakha dan Ify adalah dua orang beruntung yang bisa selalu menyaksikan tawa Mala, cucunya.

"Apa sih. Udah ah ayo....," kata Mala menarik tangan Rakha menuju pintu gudang.

Gudang ini sepertinya selalu dibersihkan dan dirapihkan oleh Bik Siti, terlihat dari barang-barang yang tersusun rapi meski mungkin sudah tidak terpakai.

Langkah Mala berhenti tepat saat matanya menangkap satu benda yang membuat hatinya penasaran. Album foto berukuran sedang. Alih-alih membantu Rakha mencari keberadaan mesin jahit yang mereka butuhkan, hati Mala lebih memilih dirinya untuk menjangkau album foto itu. Membukanya dengan pelan, tepat di lembar pertama setelah cover, mata gadis itu yang tadinya sendu berubah membelalak melihat objek yang ada di sana.

Seorang wanita cantik, mengenakan kebaya pernikahan tersenyum manis ke arah kamera. Mala memicingkan mata, mengulik memori, seketika kepala gadis itu menggeleng pelan ketika jawaban dari pertanyaan hatinya terjawab oleh lembar selanjutnya yang buka.

"Mama," gumamnya pelan.

Matanya memanas dengan nafas yang memburu, gadis itu berusaha tenang setelah menghela panjang dua kali meski dentuman keras seakan menjatuhi kepalanya. Masih banyak lembaran yang harus ia lihat dari album ini. Emosinya memuncak ketika semakin dibuka, detak jantungnya semakin menyiratkan gundah yang berselimut emosi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Berdetak Untukmu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang