Bab 7 Apodidraskinda (Part 2)

18 8 6
                                    


"Baiklah, bocah ingu ..."

"STOP!" Cakra memotong pembicaraan Apollo.

Alex dan Apollo menatap Cakra. Mereka kini tengah berjalan menuju area air terjun, saat sebelumnya terjadi aksi kejar-kejaran. Apollo menatap tajam, wajahnya memerah. Mungkin ia marah karena Cakra memotong pembicaraannya.

"Berhentilah memanggil kami bocah ingusan, Apollo. Kami tidak ingusan. Kami punya nama, maka sebutlah nama kami saja. Kamu sangat tidak sopan, Apollo."

"Hahahaha. Aku memanggil kalian bocah ingusan bukan karena ada ingus menetes dari hidung kalian. Itu adalah sebutan untuk anak-anak yang kurang berpengalaman seperti kalian, yang sukanya hanya membuang-buang waktu tidak berguna."

"Apa maksudmu, Apollo?"

"Aku sangat mengenal anak-anak seperti kalian, dan bagaimana hingga kalian bisa masuk ke dalam permainan ini. Coba sekarang aku tanya, berapa lama waktu yang kalian habiskan untuk bermain game, hah? Apa kalian belajar? Apa tugas kalian di sekolah selalu kalian kerjakan? Tanpa kalian sadari itulah yang mengantarkan kalian kesini."

Alex dan Cakra saling pandang.

"Maksudmu kami bisa terjebak di dalam permainan ini karena kebiasaan kami bermain game yang tidak kenal waktu, lalu mengabaikan tugas-tugas kami, begitu?" tanya Alex.

"Dengar! Kalian berdua tidak akan sampai di tempat ini jika tidak lancang mengambil kotak emas itu, kotak yang jelas-jelas bukan milik kalian. Setidaknya kalian meminta ijin terlebih dahulu atau tanyakan dulu kepada pemiliknya, benda apakah ini? Bolehkah jika benda ini dimainkan? Aku yakin, jika kalian melakukan itu, kalian tidak mungkin sampai di tempat terkutuk ini. Pemilik kotak emas itu pasti akan melarang kalian."

Alex mengernyitkan dahi, bagaimana Apollo tau tentang kotak emas itu? Ahh, tentu saja! Dia adalah bagian dari permainan ini, pastilah ia tau asal muasal bagaimana Alex dan Cakra bisa masuk dalam perangkap permainan ini.

"Kami tidak mencuri kotak emas itu, Apollo. Kotak itu kami temukan di gudang, tempat barang-barang tidak terpakai. Kotak emas itu tidak ada pemiliknya." Cakra membela diri.

"Hei! Setiap benda di dunia ini ada pemiliknya, bocah ingusan. Jangan mencari-cari alasan!"

Alex terdiam. Apa yang diucapkan Apollo itu benar juga. Seandainya saat itu ia tidak lancang mengambil kotak emas itu, mungkin saat ini ia dan Cakra masih asyik mabar, alih-alih berada di dalam hutan belantara yang menyeramkan ini.

"Sekarang saatnya memulai permainan, bocah ingusan! Bukan menyesali apa yang sudah kamu lakukan, itu tidak akan merubah apa pun. Kalian siap?"

"Iya, kami siap!" ucap Alex dan Cakra serempak.

Apollo menarik pedang di pinggangnya, mengacungkan tinggi ke atas. Apollo menancapkan pedangnya dengan sekuat tenaga ke dalam tanah sambil berteriak, "APODIDRASKINDA!"

Seketika langit menjadi gelap, ini bukan karena pepohonan yang lebat lagi, melainkan langit benar-benar gelap bagai di malam hari. Angin kencang menerpa sekitar hutan, pohon-pohon dan semak belukar terombang-ambing olehnya. Alex dan Cakra berpegangan tangan.

Apolllo kembali berteriak, "I APODIDRASKINDA SE LEEI FILE MOU!"

Langit bergemuruh. Alex dan Cakra tidak mengerti apa yang diucapkan Apollo. Namun, tiba-tiba dari atas langit melompat turun seseorang dengan penampilan mirip sekali dengan Apollo, membungkuk seraya memberikan hormat kepada Apollo, kemudian berdiri tegak. Selang beberapa detik kemudian, muncul lagi, orang kedua, ketiga, keempat, dan kelima. Mereka semua berpenampilan sama, berdiri mengelilingi kami betiga.

Truly GamesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang