Bab 9 Hempas Apollo

9 7 5
                                    


"Bersiaplah, Cak! Kita masih punya satu lawan lagi. Kamu masih punya buah plum, kan?"

"Aku masih punya dua, Lex."

Alex dan Cakra bersiap, memasang kuda-kuda, menyusuri pandangan ke setiap sudut pelataran air terjun. Mereka menunggu kehadiran Apollo, musuh terakhir sekaligus yang paling kuat. Buah plum sudah melekat di tangan masing-masing.

Kumpulan asap hitam pekat melesat cepat dari tengah hutan, berpindah-pindah, memantul dari sisi satu ke sisi yang lain. Gerakannya seperti ninja yang mengeluarkan jurus menghilang.

Asap hitam itu berhenti di atas batu yang ada di dalam genangan air terjun. Tidak salah lagi, itu Apollo. Ia berdiri tegak di atas batu. Alex dan Cakra bergerak maju mendekat, masuk ke dalam genangan air.

"Kerja yang bagus, Bocah ingusan! Sepertinya sekarang aku perlu mempertimbangkan apakah kalian masih cocok dengan sebutan bocah ingusan." Apollo terkekeh.

"Dasar makhluk curang! Lihatlah, Apollo, kecuranganmu akan membawamu menuju kekalahan!" teriak Alex.

"Hohohoho! Kamu terlalu percaya diri, Bocah ingusan," kata Apollo.

"Serang, Cak!" Alex memberi komando.

Cakra melemparkan buah plum tepat mengenai dada Apollo. Tapi aneh, buah plum itu justru terbakar, kemudian jatuh ke dalam air. Hei, bukan tubuh Apollo yang terbakar, tapi buah plum itu.

"Hahahahaha! Kalian panik sekarang, bocah ingusan?"

Alex melemparkan tiga buah plum sekaligus ke tubuh Apollo dengan mengucap kata 'HONG'. Tapi hasilnya tetap sama, buah plum itu hangus berjatuhan ke dalam air. Giliran Cakra yang melemparkan kembali buah plum terakhirnya, hasilnya pun sama. Buah plum itu hangus, sedangkan Apollo masih berdiri tegak tidak lecet barang sedikitpun.

Apollo mengerang, satu tangannya masuk ke dalam jubahnya, mengeluarkan satu buah plum yang merah ranum. Senyuman licik tersungging dibibir Apollo. Apollo bergerak cepat melompati batu-batuan kecil, menuju batu besar di bawah air terjun. Alex dan Cakra paham kemana Apollo akan membawa buah plum itu. Mereka tanpa dikomando, langsung bergerak mengejar Apollo.

Cakra berhasil meraih kaki Apollo dengan kedua tangannya. Mereka berdua sama-sama jatuh ke dalam genangan air. Buah plum terlepas dari tangan Apollo, mengapung di permukaan air. Cakra berlari menaiki tubuh Apollo yang masih terjerembab di dalam air. Cakra mencabut pedang di pinggang Apollo, melemparkannya jauh ke pelataran air terjun.

Alex bangkit, ikut menindih tubuh Apollo bersama Cakra. Hanya ini yang mereka bisa lakukan, menghambat gerakan Apollo. Mereka tidak pandai berkelahi, tidak pernah memukul orang, apalagi menggunakan senjata tajam. Mereka hanyalah anak-anak biasa yang sedang memiliki hobi bermain game, bukan menyerang orang.

Apollo bangkit berdiri, Alex dan Cakra terpental. Apollo menarik baju Alex dan Cakra, tubuh mereka terangkat ke atas. Apollo membanting tubuh Alex dan Cakra ke dalam air, lalu ia mencari buah plum yang terjatuh dari tangannya.

Cakra kembali menggelayuti kaki Apollo, mencegahnya maju. Namun, dengan mudah Apollo mengempaskan kakinya, membuat Cakra terpelanting. Tubuh Cakra menabrak batu, ia meringis kesakitan.

Alex melompat dan hinggap di pundak Apollo, seperti minta gendong. Alex menggigit telinga Apollo. Apollo mengerang kesakitan, lalu melayangkan tinjunya ke belakang mengenai kepala Alex. Hidung Alex berdarah. Alex dan Cakra sudah kehabisan tenaga.

Apollo merangsek maju. Ia menemukan buah plum miliknya tadi. Beberapa meter lagi ia sampai di batu besar. Gawat!

Alex berpikir keras. Tidak ada buah plum lagi disekitar sini. Ahh, kalaupun buah itu ada percuma saja, karena tubuh Apollo tidak mempan jika diserang oleh buah itu, tidak seperti anak buahnya yang lain. Alex tertunduk layu, matanya menerawang ke dalam air.

Truly GamesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang