Bab 12 Zondag-Maandag

5 4 0
                                    


Cekrek ... cekrek!

Suara kamera ponsel milik Cakra berbunyi. Ponsel itu tengah sibuk mengambil gambar selfie seorang anak perempuan berkebaya biru, Mirah. Selain selfie, Mirah juga sibuk memotret ladang singkong milik Romonya. Jadilah ponsel Cakra penuh dengan hasil jepretan tangan Mirah.

Alex dan Cakra memperhatikan tingkah Mirah yang begitu antusias dengan benda itu, padahal awalnya hendak memegang pun takut. Sudah sekitar dua jam lebih mereka berada di ladang singkong ini. Mirah bilang ia akan mengantar Alex dan Cakra ke tempat dimana permainan zondag-mandaag itu dilakukan, tapi nyatanya sekarang ia malah sibuk selfie.

"Hei, Mirah. Sampai kapan kamu akan berfoto terus? Cepat antarkan kami ke permainan zondag-mandaag, kami ingin segera menyelesaikan misi kami," tukas Alex.

"Sabar saja. Kita berjaga ladang dulu sampai romo datang," sahut Mirah yang masih sibuk berfoto.

"Memangnya Romo kemana?" tanya Cakra.

"Romo sedang pergi ke istana, ada pertemuan kerajaan. Sepertinya mereka akan membahas rencana penyerangan. Hei, kenapa benda ini tiba-tiba mati?" seru Mirah yang heran karena ponsel yang sedari tadi digunakannya tiba-tiba mati.

"Haissh! Pasti ngedrop. Itu lah karena kamu tidak berhenti memakainya sedari tadi, ponsel ini jadi mati," jawab Cakra bersungut sembari merampas ponsel itu dari tangan Mirah.

"Ya sudah, kau tinggal menghidupkannya lagi kan, seperti saat di rumah tadi," kata Mirah.

"Tidak bisa. Ponsel ini harus di charge. Dan itu memerlukan listrik, sedangkan disini tidak ada listrik,"

"Apa itu?"

"Itu makanannya ponsel ini, sama sepertimu, jika kamu tidak makan, maka kamu akan mati," jawab Alex.

Mirah bersungut, padahal ia masih ingin menggunakan ponsel itu. Ia belum sempat mengambil gambar Parjo, kuda kesayangannya. Mirah pun mengalihkan pandangannya ke hamparan ladang yang luas, memastikan tidak ada babi hutan yang masuk ke ladang. Babi-babi itu makin meresahkan sekarang, karena gemar sekali merusak ladang.

Alex dan Cakra pun memperhatikan ladang luas yang ditanami singkong itu, sedang di pinggir-pinggir ladangnya ditanami ubi jalar. Mungkin ubi rebus yang mereka makan di rumah Romo tadi berasal dari sini. Alex dan Cakra juga sudah berganti pakaian khas penduduk disini, Romo yang membelikannya di pasar.

Matahari semakin condong ke arah barat, ini berarti hari mulai sore. Belum ada tanda-tanda Romo kembali ke ladang, Mirah pun tidak juga mengajak Alex dan Cakra beranjak dari ladang ini dan membawa mereka ke permainan zondag-mandaag.

"Jadi kapan kamu akan membawa kami ke permainan zondag-mandaag, Mirah? Bagaimana jika Romo tidak kunjung datang?" tanya Alex.

"Romo akan datang setelah urusannya di istana rampung. Dan zondag-mandaag, itu hanya dilakukan di malam hari," jawab Mirah.

Hah! Dasar Mirah! Mengapa tidak bilang dari tadi kalau permainan itu dilakukan di malam hari? Jika tau begitu, Alex dan Cakra lebih baik menunggu di rumah Romo sambil beristirahat, bukannya berada di ladang ini. Alex dan Cakra hendak protes kepada Mirah, namun niat itu diurungkan mereka karena di ujung sana mereka melihat kehadiran Romo. Romo berjalan dengan langkah yang panjang dan cepat, seperti biasa.

"Bagaimana Mirah, apakah babi-babi hutan itu masih berkeliaran di sekitar ladang?" tanya Romo setelah sampai.

"Babi? Apakah di ladang ini ada babi hutan?" tanya Cakra.

"Bukan hanya babi hutan, kadang juga harimau," jawab Mirah datar, sedangkan Cakra sudah bergidik merapatkan duduknya ke Alex.

"Aman, Romo. Babi hutan itu tidak datang lagi. Bagaimana keadaan di istana, Romo?" ucap Mirah.

Truly GamesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang