Bikin penasaran

1 0 0
                                    

"Bapak jangan berdiri depan kamar mandi terus," Arumi berteriak seolah mengetahui ada Devan diluar sana.

"Nggak lah, saya nungguin ob datang bawa pesenan kamu," jawab Devan dengan alibi. Padahal aslinya memang dia penasaran dengan kondisi Arumi.

Devan tahu betul bahwa bertemu dengan Arumi membuat hidup dia tidak pernah tenang. Ada saja kejadian menimpa Arumi yang harus Devan tahu, dari mobilnya yang rusak, dia berhutang, Devan pula yang menjadi saksi perselingkuhan mantan suami Arumi. Lalu Arumi melamar kerja, disekap preman banyak hal lainnya yng menimpa Arumi dan selalu melibatkan Devan, itu pula membuat harinya beragam lagi.

Sudah lama sejak Karina tak acuh lagi pada Devan, dia kembali muram. Cintanya yang seolah dahulu dia temukan kini hilang. Devan hanya bisa menunggu Karina menjadi dewasa dan siap menikah dengannya. Entah kapan itu karena gadis itu pun tidak pernah berjanji. Hanya ada Devan yang mencintai dengan tulus dan menahan seluruh hasrat yang sudah dia miliki, berkat beberapa pengobatan dan terapi tentunya. Akhirnya dia pun ragu dengan kondisinya lagi, apakah Devan benar-benar sembuh atau memang karina hanya halusinasi bagi dirinya.

Setelah ob datang membawakan pompa asi dan memberikannya pada Devan. Dia lekas mengetuk pintu kamar mandi, Arumi pun membukanya sedikit. Ya hanya sedikit, lalu apalagi yang Devan harapkan dari pintu kamar mandi.

"Terimakasih pak," kata Arumi dari dalam.

"Pakai ini juga," Devan mengulurkan kaos miliknya.

Setelah Arumi selesai memompa ASI-nya, dia juga sudah mengenakan kaos milik Devan, Arumi keluar dari kamar mandi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah Arumi selesai memompa ASI-nya, dia juga sudah mengenakan kaos milik Devan, Arumi keluar dari kamar mandi. Dia begitu terkejut mendapati bossnya berdiri didepan pintu kamar mandi dengan mata yang tajam. Pandangannya penuh intimidasi seolah Arumi akan berakhir detik ini juga.

"Coba jelaskan sama saya mengenai kondisi kamu. Ya memang salah saya merekrut karyawan tidak dengan screening medical check up. Saya nggak mau karyawan saya sakit atau ada kelainan," Devan meminta Arumi menjelaskan.

"Oh..ya pak saya taruh ini sebentar," Arumi meletakkan plastik berisi baju basah didalam tasnya.

"Pak boleh pinjam baju lagi gak? Soalnya kaos ini tipis, saya gak pake dalaman. Nanti dikira tukang mancing," pinta Arumi pada Devan dengan nada sindiran.

"Nih, maaf soal mancing tadi, saya nggak tau," Devan merasa bersalah karena mengatakan Arumi sengaja membasahi bajunya untuk memancing birahi lelaki. Padahal sebenarnya dia sendiri yang ikut terpancing.

"Jadi gini pak, waktu saya adopsi Renata, saya melakukan induksi laktasi buat menyusui dia. Saya ke dokter, disuntik hormon setiap Minggu, lalu minum obat hormon 9 butir sehari. Pokoknya banyak hal yang saya lakukan supaya bisa menyusui Renata," jelas Rumi sambil memakai kaos luaran.

"Loh bisa begitu ya? Gak hamil, gak lahiran tapi bisa menyusui?" Devan pun heran.

"Ini sudah 2024 pak, saya tau program ini bahkan sebelum saya menikah. Setelah Renata 3 tahun saya sapih. Harusnya sapih 2 tahun ya pak. Tapi Renata agak susah disapih, jadi saya sounding sampai dia umur 3 tahun baru lepas asi. Nah soal asinya keluar lagi, saya juga bingung pak. Udah beberapa bulan lalu sejak disapih ASI-nya memang gak keluar lagi, mengikuti kebutuhan bayi. Tapi ini malah jadi banyak banget. Lebih dari saat menyusui Renata."

"Jadi kalo bayi udah gak butuh asi, harusnya berhenti?" Tanya Devan meyakinkan.

"Iya harusnya gitu."

"Mungkin ada yang butuh asi kamu."

Arumi pun terdiam mendengar jawaban Devan. Apa mungkin anak anak panti disana yang memeluk Arumi kemarin merangsang produksi asi kembali.

***
Sore hari sepulang kerja, Arumi mendatangi ibu kos untuk meminta kunci kamarnya. Dia dapatkan harga paling murah diantara kos yang dia datangani beberapa hari lalu. Dikamar itu sudah tersedia kasur dan kipas angin, tidak ada kompor ataupun kulkas untuk menyimpan makanan. Tapi ini sungguh cukup untuk seorang diri.

"Besok saya pindah kesini ya Bu," kata Arumi ketika mengambil kuncinya.

"Semoga betah ya mbak Arumi. Sprei gantinya ada didekat kasur barangkali mau ganti sprei," jawab ibu kos ramah.

"Terimakasih Bu."

Malam ini setelah mengambil kunci kos, Arumi bergegas pulang ke rumah Maya. Dia mengabari Maya bahwa besok subuh akan pindah. Karena memang Arumi hanya membawa satu tas pakaian saja. Jadi besok dia akan berangkat kerja dari kamar kosnya.

Maya pun mendengarnya turut senang sekaligus sedih. Karena Arumi akan lebih mudah pergi bekerja tapi disisi lain dia akan tinggal sendirian lagi. Meskipun begitu Maya berjanji akan mampir ketempat Arumi jika ada hari libur diantara keduanya.

"Makasih ya may selama ini udah nampung aku,"

"Lebay. Yang betah ya disana."

Mereka pun berpelukan sebelum tidur, karena ini akan menjadi malam terakhir Arumi menginap di rumah Maya.

Pagi-pagi sekali Maya sudah bangun, kali ini dia yang menyiapkan sarapan untuk mereka berdua. Sarapan perpisahan katanya. Arumi akan pergi ke kosan dan Maya pun harus bekerja pagi sekali mengikuti jadwal klien. Setelah sarapan mereka pun berpisah dari rumah Maya karena arah mereka berlawanan. Arumi menggunakan ojol dan Maya menggunakan mobilnya. Maya bisa dibilang independent women, karirnya bagus dan terlihat sudah sangat mapan. Setelah pulang dari jepang Maya mengumpulkan rupiah lalu membuat beberapa vila sebagai pemasukan tambahan, vila tersebut dikelola oleh dirinya dengan puluhan karyawan. Kemudian Maya sendiri bekerja sebagai translator Indonesia Jepang dan pekerjaannya mengikuti kebutuhan klien saja. Beberapa Minggu ini dia terlihat sibuk mengurus klien dari Jepang yang hendak bekerja di Indonesia, makanya dia sangat butuh jasa Maya. Mungkin hingga akhir bulan Maya akan ada waktu senggang, atau bahkan bisa lebih lama.

***

Sesampainya di kosan, Arumi membuka kuncinya dan meletakkan tas berisi pakaian diatas kasur. Dia pun istirahat sejenak memejamkan mata.

Drrrttt...drrrtttt...

Ponsel Arumi bergetar, dia nampak terkejut sekali karena ini sudah hampir jam 9 pagi. Tadi itu adalah panggilan dari bossnya sampai 11 kali. Dia bahkan masih pusing karena merasa hanya sekejap mata, ternyata sudah berlalu beberapa jam.

"Halo pak, maaf saya terlambat, saya masuk kerja pak, ini lagi dijalan," Arumi mengangkat panggilan dari Devan sambil berjalan tergopoh dan mengunci kamar kosnya.

"Buruan ya, saya ada meeting keluar kota. kamu harus ikut siapin baju saya, laptop dan keperluan lainnya," titah Devan dari ujung telepon sana.

Sesampainya Arumi di kantor. Dia bergegas menyiapkan perlengkapan Devan. Dia minta dibawakan baju ganti, laptop, berkas pekerjaan, seperangkat alat mandi, parfum, sisir dan lainnya. Arumi memasukkan semuanya kedalam koper. Seperti hendak liburan, pikirnya. Sementara Arumi sendiri tidak membawa apapun karena tidak dikabari sebelumnya jika hendak keluar kota.

"Pak ini saya harus banget ikut?" Tanya Arumi ragu.

"Ya terus kamu disini mau ngapain?" Devan balik bertanya.

"Iya juga sih disini bingung mau ngapain.  Cuma kemarin bapak gak bilang kalau mau keluar kota, saya gak bawa salinan. Tapi saya baru aja pindah sih pak, rumah saya deket dari sini, boleh ya mampir sebentar," pinta Arumi.

"Oke," jawab Devan sambil merapikan dasinya.

Setelah mereka bersiap, Arumi pun membawakan koper Devan yang sangat besar. Menariknya dengan perjuangan ketika ada sedikit tangga, karena itu terasa sangat besar dan berat bagi tubuh mungil Arumi. Sementara Devan keluar dengan mobil carrera miliknya. Melihat mobil itu Arumi jadi ingat hutangnya 30 juta kepada Devan. Dia merasa malu dan hanya menundukkan wajahnya ketika menaiki mobil itu.

Devan sendiri terlihat sangat ceria secerah mentari pagi ini, entah apa yang membuatnya sebahagia itu. Arumi berharap hari ini dia tidak membuat ulah sehingga membuat guntur ditengah cerahnya suasana hati Devan.

200 juta secara singkatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang