Pujaan Hati

49 5 16
                                    

Cerita kali ini saya persembahkan untuk almarhum ayah yang telah berpulang tepat dua tahun yang lalu, dan juga sebagai kado pernikahan orangtua saya yang ke 24 tahun. Terimakasih atas segala kasih sayang dan juga pelajaran hidup yang telah dicurahkan selama ini.

Teruntuk ayah, semoga Allah menerima amal ibadahnya dan mengampuni segala dosanya.

Teruntuk ibu, semoga selalu diberi keikhlasan dan ketabahan dalam menghadapi ujiannya.

Teruntuk diri sendiri, semoga lekas diberi pulih dari segala penyesalan dan menerima segala ketetapan-Nya.

Teruntuk orang-orang yang pernah ditinggalkan, semoga luka dan lara lekas sembuh dan matahari kembali menyinari duniamu.

-oOo-

Ribuan pagi sudah saya lewati. Pagi itu akan terus berwarna karena anda selalu hadir di saat saya membuka mata. Anda selalu datang pada saya untuk mengingatkan kewajiban kepada Tuhan yang harus saya laksanakan. Di penghujung usia ini, saya masih terus mengagumi anda sebagaimana pertemuan pertama kita yang tak terduga. Saya masih terus bersyukur karena memiliki anda di hidup saya. Saya tidak bisa membayangkan jika tidak ada anda di hidup saya. Mungkin saya tidak pernah menjadi pribadi terbaik saya saat ini.

Pagi kali ini anda mengajak saya untuk berjalan sebentar di halaman. Tubuh kita memang tak sekuat dulu. Namun, rasa berdebar dan bahagia saat berjalan bersama anda rasanya masih sama seperti dulu. Selain kulit yang mulai keriput, dan rambut yang memutih, tak ada yang berbeda dari diri anda. Anda masih wanita yang penuh kasih dan lembut.

Jalan-jalan kita hari ini hanya sebentar. Anda bilang bahwa anda harus membuatkan beberapa makanan enak untuk menyambut anak kita dan keluarga kecilnya. Meski anak kita sudah menjadi orangtua, anda masih memperlakukannya sebagai anak kecil, ya? Rasanya baru kemarin sejak anak kita bisa berjalan dan berbicara. Tak terasa kini bahkan dia sudah memiliki keluarganya sendiri.

Saya dulu selalu bertanya-tanya, bagaimana ya saat usia anak kita menginjak 20? Apakah saya masih bernapas? Saya juga bertanya-tanya apakah anak kita masih bisa dekat dengan ayahnya di saat ia dewasa? Pertanyaan acak yang muncul tiba-tiba dalam pikiran saya kadang membuat saya takut untuk membayangkannya. Akan tetapi, di sisi lain saya juga menikmati pikiran-pikiran itu.

Anak kecil yang dulu sangat suka lari-larian itu kini telah menjadi ibu. Cucu kita yang sekarang pun sangat aktif. Mirip sekali dengan masa kecil ibunya. Memang benar kata pepatah, "Buah jatuh tak jauh dari pohonnya."

Saat saya bernostalgia tentang masa lalu. Saya tak pernah melewatkan rasa syukur saya karena telah memilih anda. Saya juga bersyukur karena anda tak pernah lelah dalam membimbing dan menemani saya. Anda jugalah alasan saya tak lari menuruti hawa nafsu. Entah berapa kali pun, saya akan terus bersyukur memiliki anda di hidup saya.

Aroma masakan anda tercium sampai ke teras rumah. Saya yang tengah menunggu kehadiran anak kita pun tergoda untuk segera mencicipi masakan anda. Anda tiba-tiba datang. Membawakan secangkir teh hangat dan juga sepiring pisang goreng. Saya tertawa ketika mendapati pisang goreng tanpa pisang. Anda ikut tertawa sembari berkata, "Anak kita pasti akan mencari yang ini nanti."

Saya merasa lucu sekaligus terharu dengan kebahagiaan kecil ini. Anak kita masih lebih suka tepung pisang goreng dibanding pisang goreng itu sendiri, dan anda masih mengingatnya. Saya pun kembali teringat ketika anak kita masih kecil. Tangan kecilnya selalu mengupas pisang goreng untuk memisahkan tepung dan pisangnya, lantas memberikan pisangnya kepada anda atau saya. Wajar sekali anak kecil melakukan itu. Semenjak hari itu anda mulai memasak pisang goreng dan memisahkan sebagian tepungnya untuk digoreng sendiri.

Kita kembali tertawa mengingat masa-masa itu. Saat kembali menengok ke masa lalu, saya selalu bersyukur dan berhasil dalam hidup. Tak ada lagi yang perlu saya sesalkan di dunia ini. Saya dapat meninggalkan dunia ini dengan tenang dan penuh senyuman.

Tak selang lama sebuah mobil putih berhenti di halaman rumah kita. Suara berisik dari keluarga kecil mulai menyambut kita yang tengah duduk santai di teras. Anak kita sudah datang berkunjung. Lengkap dengan keluarga kecilnya. Anak kita dan suaminya datang menghampiri. Mencium tangan lalu masuk ke dalam rumah.

Saya bisa melihat raut bahagia di wajah anda yang mulai keriput. Anda bergegas ke dapur, disusul dengan anak kita yang mengomel kecil dan menyuruh anda untuk jangan banyak bergerak dan beristirahat saja karena khawatir dengan kesehatan anda. Anda pun mengelak, dan memberikan pembelaan lainnya. Saya tertawa kecil melihat anda dan anak kita yang masih saja suka beradu argumen.

Di luar menantu kita sedang bermain bersama cucu kita. Cucu kita sangat suka dengan kolam ikan koi yang berada di luar rumah. Jadi, dia selalu berlari ke sana setiap kali datang ke sini. Saya keluar untuk mengamati lebih dekat mereka bermain.

"Kakeek!!" panggil cucu kita. Dia tersenyum riang dan melambaikan tangan. "Aku boleh ambil koi yang ini?" tanyanya kemudian sembari menunjuk salah satu koi di kolam.

"Nanti mau ditaruh mana kalau dibawa pulang?" tanya ayahnya. Dia pun cemberut. Saya lantas menghampirinya.

"Karena di rumah dedek belum ada tempat untuk ikan koi, dedek sabar dulu, ya. Nanti kalau udah dibikinin tempat sama ayah, baru dedek bawa," ujar saya.

"Kan bisa ditaruh di kamar mandi!" elaknya tak terima.

Saya tersenyum. Sifat turun temurunnya ini sudah ada sejak saya masih kecil dulu. Saya mengusap rambutnya pelan. "Soalnya koi itu nggak bisa hidup di sembarang tempat, Dek. Dia cepet mati kalau nggak cocok sama tempatnya. Emang dedek mau koi nya mati?"

Dia pun cepat-cepat menggeleng. Hampir saja menangis. "Nggak mau. Kasian koi nya."

"Nah, makannya itu dedek sabar dulu, ya."

"Iya." Dia pun mengangguk sambil tetap berusaha agar air matanya tidak jatuh.

Tak selang lama anda datang dengan anak kita. Memanggil untuk masuk ke dalam rumah. Beberapa makanan lezat sudah tersaji di meja makan. Anda bahkan menyiapkan semua makanan dari masing-masing kesukaan kami. Saya selalu bertanya-tanya, sebesar apa penyimpanan dalam otak anda sampai anda masih mengingat setiap detail kecil dari masing-masing anggota keluarga kita di umur anda yang sudah terbilang senja ini. Saya selalu kagum dengan anda. Setiap inci yang ada pada diri anda selalu membuat saya kagum. Sampai kapanpun saya rasa akan selalu begitu.

-END-

Note : Terinspirasi dari puisi yang pernah ayah saya yang pernah diberikan kepada ibu saya. Puisi yang tak pernah terpublikasi. Namun, masih membekas dalam ingatan saya selaku anaknya. Sebuah puisi dengan judul yang sama.

Pagi Hari di Masa SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang