Selamat Pagi, Selamat Tinggal

40 3 5
                                    

Pagi yang berbeda.

Nenek Yet menutup buku Al-Qur'an yang selesai ia baca pagi itu dengan tatapan sendu. Matahari di luar belum terbit dan udara masih terasa dingin. Melepas dan melipat mukena dengan rapi, Nenek Yet melangkah keluar kamar.

Tak seperti pagi biasa, di mana Nenek Yet akan pergi ke dapur dan memulai hari sebelum membersihkan rumah, kali ini Nenek Yet berhenti di ruang tengah.

"Bella ...."

Suara Nenek Yet pelan dan halus, perlahan ia menghampiri sesosok kucing yang terbaring lemah di atas sofa. Infus terpasang di kaki depan dan selang oksigen di hidung kucing bernama Bella, betapa hati Nenek Yet terasa teriris. Tangan keriput itu dengan hati-hati meraih kepala Bella dan mengelusnya pelan. Masih hangat.

Bella masih hidup.

"Selamat pagi, Bella," ucap Nenek Yet sangat lembut, suara seraknya semakin serak dan halus saat air mata berlinang.

***

Sejak pensiun dari pekerjaannya, Nenek Yet memilih tinggal di kota kecil yang tenang sendirian. Nenek Yet sudah lama bercerai dengan sang suami, dan anak-anak Nenek Yet sudah lama merantau. Sebenarnya mereka sempat bersikeras agar Nenek Yet tinggal di salah satu rumah mereka saja, akan tetapi Nenek Yet menolak.

Alhasil, suatu ketika putri bungsu Nenek Yet datang membawa sebuah kardus. Di dalam kardus ada seekor kucing belang tiga dengan warna mata biru dan kuning.

"Ma, ini untuk teman Mama di rumah," kata si Bungsu.

Keluarga mereka sedari dulu memang menyukai kucing, tetapi belum pernah memelihara satu pun lantaran kesibukan masing-masing. Sejak si Bungsu menikah, konon ia mulai mengadopsi kucing. Mungkin kucing yang dibawa ini adalah salah satu kucing yang ia pelihara di rumah.

Hari itu, rumah kecil yang sepi kedatangan satu anggota keluarga baru, Bella.

Nenek Yet mendapat kabar bahwa Bella baru saja sembuh dari penyakit parah yang membunuh saudaranya. Untuk membantu pemulihannya, dokter menyarankan Bella untuk pindah rumah yang steril dari virus dan bakteri.

Tinggal dengan Bella membawa warna baru bagi hari-hari Nenek Yet, khususnya di pagi hari. Bella hobi menyelinap masuk kamar saat Nenek Yet masih mengaji, menunggu, kemudian mengeong saat selesai.

Wanita renta itu pikir kucing ini mungkin mengucapkan selamat pagi, jadi Nenek Yet juga akan menyahut, "Selamat pagi, Bella."

Sejak ada Bella, Nenek Yet selalu menantikan hari yang baru, menantikan ucapan selamat pagi yang mereka saling lontarkan. Rutinitas pagi tak lagi terasa monoton, mulai dari memberi makan Bella, membersihkan rumah, memasak, hingga mencuci dan menjemur pakaian.

Nenek Yet merasa ia semakin produktif di pagi hari semenjak Bella menjadi bagian dari hidupnya.

Mungkin memang terkesan berlebihan, tapi bagi Nenek Yet yang tinggal sendirian, hal ini sangat berarti.

***

Nenek Yet masih mengelus kepala Bella dengan lembut. Samar-samar di ingatannya, masih jelas memori tentang Bella yang mengikutinya ke sana-kemari sambil mengeong dengan suara halus dan manja. Baru sebentar Bella tinggal dengan Nenek Yet, perutnya sudah bulat menggemuk.

Namun, saat ini tubuh Bella sudah mengurus. Suara manja itu juga tak lagi terdengar, berganti dengan suara napas berat.

Sudah dua minggu Bella tidak nafsu makan.

Nenek Yet pikir Bella mungkin bosan dengan ikan rebus, kemudian mencoba untuk memberi Bella makanan lain. Kudapan kucing cair yang dikirim oleh si Bungsu yang hanya sekali-kali diberikan, dengan rela Nenek Yet jadikan topping untuk makanannya.

Pagi Hari di Masa SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang