Bab 2 - Pertemuan Pertama

42 19 5
                                    

Faizan mengembuskan napas panjang kemudian menatap gadis yang berada dalam pelukannya. Dengan hati-hati ia bertanya, "Kamu gapapa?"

Gadis yang semula masih menundukkan kepala perlahan mendongak, memperlihatkan wajahnya kepada Faizan. Pemandangan di hadapannya membuat pemuda tersebut membeku.

Kulit seputih susu dengan wajah mungil. Mata bulat berwarna hitam legam, senada dengan rambut halus sepunggung miliknya. Tidak lupa bibir merah ranum yang membuatnya penampilannya semakin manis. Ah, ini. Wajah yang biasanya hanya Faizan bayangkan lewat bantuan deskripsi dalam novel, sekarang dapat ia pandang dengan mata kepalanya sendiri.

Ini adalah Sora. Soraya Naima Rafanda. Gadis yang ia sukai dalam novel Cinta Sejati.

Di buku disebutkan ia memiliki tubuh yang mungil, tetapi Faizan tidak menyangka bahwa akan sekecil ini. Bahkan sekarang sangat pas dalam pelukannya. Sebisa mungkin ia menahan malu dan jeritan yang bergejolak di hatinya.

Sudah cukup. Bahkan Faizan bisa melayang ke surga jika terus-terusan memandang wajah imut Sora di depannya sekarang.

Terlalu sibuk dengan pikirannya membuat Faizan tidak menyadari Sora memandanginya sejak tadi. Gadis berambut hitam sepunggung berbalut pita biru tersebut tampak menunjukkan ekspresi kebingungan. Ia seolah memberikan pertanyaan "siapa kamu" lewat raut wajahnya. Tersadar dari lamunan, kedua insan tersebut saling berpandangan sebelum Faizan memecah keheningan.

"K-kamu gapapa? Aku liat kamu mau.... " Faizan tidak mampu menyelesaikan kalimatnya. Hatinya terlalu pilu bila mengingat kejadian barusan.

Faizan sedih akan keputusan yang Sora ambil. Saat membaca novelnya, dia tercengang dan lidahnya kelu untuk berkomentar. Membaca adegan tersebut saja sudah membuatnya merasakan emosi yang luar biasa, bagaimana jika dia melihatnya sendiri.

Untungnya, berkat dirinya Sora terhindar dari bendera kematian tersebut.

Namun, melihat ekspresi sang gadis membuat Faizan sedikit ragu untuk bertanya lebih lanjut. Dengan keadaan Sora yang masih terguncang mental sehabis menjatuhkan diri dari atap bangunan, Faizan memutar otak bagaimana mencairkan suasana canggung di antara mereka berdua.

Mendapat satu ide, Faizan sedikit menjauh dan memasang raut wajah ramah. "Maaf bikin kamu kaget. Oh ya, kamu udah tau aku?"

Sora tidak menggubris. Wajahnya yang linglung memancarkan kesan imut.

"Belum tahu, ya. Kenalin aku Faizan. Faizan Keenan." Ia mengulurkan tangannya, bermaksud ingin berjabat tangan. Sebisa mungkin Faizan menunjukkan gelagat normal agar lawan bicara tidak menaruh kecurigaan. Namun, minimnya data tentang tubuh yang dia huni saat ini membuatnya kebingungan.

Dia tidak tahu apakah Faizan yang asli kenal dengan Sora atau tidak. Kemungkinan paling buruknya, mereka sekelas tetapi dia bersikap seolah tidak mengenal Sora.

Itu membahayakan! Bisa-bisa Sora akan memandangnya aneh.

Hati Faizan berdebar kencang menunggu reaksi si gadis. Dia ragu apakah ini sikap yang tepat menghadapi Sora secara langsung melalui tubuh orang lain. Pun dia tidak menyadari mereka masih dalam posisi intim; di atas rumput, saling berpelukan.

Setelah ragu sejenak, tangan Sora terjulur perlahan, mengaitkan telapak tangan mereka dan berjabat sebentar. Si gadis segera menarik tangan, meninggalkan Faizan dalam keadaan membeku.

Tidak, dia tidak membeku karena kedinginan. Matanya sedari tadi tertuju kepada tangannya sendiri yang baru saja disentuh Sora. Benar-benar lembut dan kecil. Seperti dia bersentuhan dengan tangan boneka.

Hati Faizan menjerit tidak keruan. Dia bersumpah tidak akan mencuci tangannya!

"Faizan dari kelas B, kan?"

"Huh?" Faizan mengedipkan mata beberapa kali. Otaknya terbesit sebuah ingatan. Dia tidak sengaja melihat informasi kecil yang tertulis dalam buku catatan milik Faizan asli. Di sana tertulis 'Faizan Keenan, kelas 2B'. Benar, apa yang diucapkan Sora tidak salah.

Faizan tertawa canggung menutupi kegugupannya. "Iya, aku dari kelas B."

Si gadis mengangguk, memasang senyum kecil. Meski mereka satu angkatan, Sora tidak pernah berbicara dengan Faizan. Tidak heran jika dia merasa canggung berada di dekat Faizan. Ditambah dengan tindakan bunuh diri dia barusan dihentikan oleh Faizan.

Mengingat hal tersebut, Sora tidak bisa menahan kebingungan. Situasi sekolah sudah dia amati sejak kemarin. Melihat waktu, seharusnya sekolah belum ramai siswa-siswa. Faizan yang sampai berlari ke sini dan menolongnya terasa janggal di mata Sora.

Berdiri perlahan, Sora membersihkan seragamnya dari rumput dan kotoran yang menempel. Pandangannya tertuju kepada Faizan. Dia menggigit bibir sebelum berkata pelan. "Makasih, sudah nolongin aku tadi. Aku bakal inget ini." Wajah Sora menyiratkan kegugupan dan sedikit kekecewaan, tetapi ia segera berpaling. Kedua kakinya membawanya pergi meninggalkan Faizan.

Faizan ditinggal dalam kondisi linglung. Matanya berkedip beberapa kali mencerna situasi. Masih di posisi duduk di atas rumput, wajahnya ia kubur dalam-dalam ke kedua tangannya. Kemudian, helaan napas terdengar. Begitu kedua tangan itu disingkap, semburat merah mengelilingi seluruh permukaan wajah pemuda tersebut, membawanya pada perasaan berdebar dan hangat pada hatinya. Faizan mengambil waktu cukup lama untuk menenangkan diri sebelum ia berdiri dan pergi menuju kelas.

~~

Hal yang paling mengejutkan Faizan ketika dia pertama kali menjejakkan kaki di sekolah ini adalah waktu jam masuk yang berbeda dari jam sekolah di dunia asalnya. SMA Bulan Sabit menetapkan aturan masuk di jam 8 pagi.

Ya, kau tidak salah baca. Jam 8 pagi. Karena itu, ketika dia berlari ke sekolah untuk menolong Sora, keadaan masih sangat sepi. Faizan yang sudah terbiasa bangun dan berangkat sebelum pukul 7 pagi pun terkejut oleh perbedaan jam masuk yang cukup besar.

Dengan selisih satu jam tersebut, Faizan bisa memakainya untuk sarapan terlebih dahulu. Di dunia asalnya dia sama sekali tidak memiliki waktu sarapan karena jam masuk yang sangat awal.

Berbicara soal sekolah, Faizan kembali nama yang menggantung besar di atas pagar. SMA Bulan Sabit, nama yang terbilang unik untuk nama sebuah bangunan sekolah. Ketika Faizan membaca novel Cinta Sejati, dia melihat nama yang tercantum dan segera mengingatnya di luar kepala. Begitu unik hingga dia bisa menyebutkannya tanpa ragu ketika ditanya.

Cukup lama dia bisa menemukan ruang kelasnya dan duduk di kursi. Faizan menghela napas, dilempar ke dunia novel tanpa informasi apa pun membuat dirinya kelabakan. Dia harus mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang dunia ini selain dari yang ia baca melalui novel.

"Sora!"

Faizan memalingkan wajah, menatap pemandangan seorang laki-laki berambut cokelat tua berlari kecil menghadapi gadis mungil yang barusan ditolongnya. Sesaat dia bisa melihat raut wajah Sora yang merona malu melihat pemuda itu menghampirinya. Faizan tahu bagaimana perasaan Sora. Di novel juga dideskripsikan dengan jelas bagaimana dia menyukai Kevan Aswari.

Tidak terdengar jelas pembicaraan mereka berdua, yang jelas Faizan dapat melihat wajah Sora yang memerah lucu seperti buah yang telah masak. Manis. Dilihat langsung membuat jantungnya berdebar, meronta keluar.

Batin Faizan ingin mendekat dan mengganggu waktu mereka, tetapi tidak ingin membuat pujaan hatinya kesal dan menjauh. Di novel, Kevan penyebab sakit hati Sora, karena dia lebih memilih sahabatnya. Tidak adil melihat Kevan bahagia bersama pujaan hatinya, sementara Sora ditinggal dengan perasaan sedih. Karena itu, melihat Kevan yang masih lancang mendekat membuat hati Faizan terbakar.

Selama Sora dengan Kevan mengobrol, kerap kali Faizan mencuri pandangan, memastikan gadis mungilnya tidak memasang ekspresi sedih.

Benar saja, begitu Kevan berbalik dan melangkah pergi, Faizan bisa melihat wajah Sora yang menatap Kevan dengan sedih, seolah meminta pemuda itu kembali berbalik kepadanya. Mengepalkan tangan erat, Faizan menghela napas panjang, memikirkan sesuatu yang bisa dilakukannya.

Apa yang bisa kulakukan biar liat Sora kembali senyum? Pertanyaan itu tercetak tebal di kepala Faizan.

Second Chance To LiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang