Aku tidak tahu apa yang merasukiku hingga aku menyeret gadis mungil kesukaanku pergi bersamaku ke mall.
Kini aku berjalan berdampingan dengan Sora. Kami tidak saling berbicara. Membiarkan keheningan menemani kami.
Ketika aku mengintip, aku sadar bahwa Sora jauh lebih kecil dari kubayangkan saat membaca novel Cinta Sejati. Rambut hitam panjang bergelombang yang berayun saat gadis ini berjalan. Tatapan lucunya berpendar ke sekitar, seolah ingin mencari tahu.
Jujur, melihat Sora seperti ini membuatku gemas ingin menaruhnya ke dalam saku untuk kubawa pulang.
"Maaf, aku seret kamu ke sini." Akhirnya aku bersuara untuk memecah keheningan. Mata hitam Sora terarah kepadaku. Tampak dia berkedip beberapa kali lalu mengangkat kedua bahu.
"Gak masalah. Aku juga sekalian mau refreshing otak."
Aku paham dengan maksud jawaban Sora. Siapa yang tidak panas hati melihat pria yang disukainya kini menjalin hubungan dengan sahabatnya sendiri? Melihat mereka bermesraan, sementara kita dilanda sakit hati.
Setelah diam sesaat, aku tersenyum tipis. "Mau jalan-jalan aja? Gak mau makan atau beli sesuatu?" tawarku. Rasanya tidak pantas bila sudah menariknya pergi bersamaku tanpa mentraktir.
Namun, tanggapan Sora mendatangkan kebingungan. Ah, ini. Aku harus pintar-pintar memutuskan berdasarkan respons. Ini seperti ujian simulasi ketika sedang kencan.
Memandanginya dalam diam, aku menarik pandangan dan melihat sekitar. Begitu aku menemukan gerai es krim, tanganku terjulur untuk menusuk pipi Sora menggunakan jari telunjuk.
"Mau es krim? Aku traktir."
Aku bisa melihat mata Sora berbinar senang ke arah gerai es krim. Oke, keputusan bagus aku menawarkan es krim. Mengambil tangannya, aku berjalan bersamanya mendekati gerai.
Setelah lama mengantre, giliran kami tiba. Aku menunduk, menatap Sora yang sedang memeriksa menu.
"Aku boleh pilih dark choco?" Suaranya yang manis merasuk ke dalam telingaku, membuatku merasa panas dan gugup dalam sekejap. Aku berusaha menahan senyum lalu mengangguk.
"Boleh." Kemudian, aku menatap staff. "Mba, vanilla satu sama dark choco satu."
Setelah memesan, aku menoleh dan mendapati Sora masih menatap menu dengan ekspresi antusias. Lihat bagaimana mata membulat ketika membaca kumpulan rasa yang tertera pada menu.
Manis banget.... Gemes mau bawa pulang.
Gadis yang selama ini hanya bisa kubayangkan dari membaca novel, kini hadir di hadapanku. Bertingkah menggemaskan bak anak kecil. Rasanya seperti aku menjaga anak polos yang belum tercemar kejamnya dunia. Begitu kesan yang kudapat setelah bertemu langsung dengan Sora.
Bila dipikir lagi, Sora di mataku tidak memiliki alasan kenapa dia bisa kalah dari sahabatnya dalam mendapatkan Kevan. Aku tidak mengerti mengapa penulis membuat Sora kalah dalam pertarungan cinta segitiga di novel.
Sora imut, menggemaskan, mungil, cantik. Definisi boneka yang harus dirawat dengan baik. Banyak kelebihan dari Sora. Aku bisa menyebutkannya, tetapi akan membutuhkan berlembar-lembar kertas.
Hampir saja aku tenggelam dalam pikiran ketika suara staff membawaku kembali ke permukaan.
Setelah membayar pesanan, kami mencari tempat duduk untuk menikmati es krim sebelum pergi ke tempat selanjutnya.
Seperti sebelumnya, kami tidak berbicara, fokus pada es krim yang sedang kami makan. Beberapa kali aku mengintip Sora, memastikan gadis di sampingku menikmati es krim yang dia mau.
Aku bisa melihatnya matanya berkedut kedinginan sembari menatap es krim dengan mata berbinar. Benar-benar menggemaskan. Menatap gelagat kecilnya saja membuatku tersenyum.
"Enak? Kalo mau lagi boleh. Aku bisa beliin."
Kali ini Sora memandangiku dengan ekspresi terkejut. Dia tidak menjawab, melainkan menunduk dan memakan es krim. Oh, apa dia malu? Aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas karena rambutnya.
Kami kembali hening. Fokus pada es krim masing-masing. Bibirku gemetar ingin membuka obrolan, tetapi Sora belum terbuka dan masih menanggapi dengan singkat. Aku menghormati batasnya. Kami tidak terlalu akrab, bahkan sepertinya Faizan asli juga tidak pernah mengobrol dengan Sora. Wajar jika dia belum merasa nyaman.
Sebenarnya, aku ingin bertingkah seperti orang tidak tahu malu dan mendekat tanpa mementingkan kenyamanan, tetapi aku sadar diri bukan pangeran dambaan kaum hawa. Wajah Faizan dari awal memang tampan, hanya saja tidak bisa dikatakan setampan itu.
Aku yang pertama menghabiskan es krim. Sora masih setengah jalan. Ternyata benar kalau perempuan akan membutuhkan waktu lebih lama saat makan.
Sambil menunggu, mataku meneliti sekitar dengan saksama. Keinginan untuk membuat Sora melupakan kenangan pahit tadi menggebu-gebu dalam hati. Aku ingin memenuhi hatinya dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Dia pantas mendapatkan kedua hal itu, bukan kesedihan karena patah hati.
Menemukan hal menarik, aku tersenyum lebar lalu menatap Sora. "Sora bisa tunggu di sini sebentar? Aku mau cek sesuatu."
Sora yang tadinya begitu fokus pada es krim, memandang bingung lalu mengangguk dalam diam. Aku berdiri lalu berjalan cepat ke salah satu toko.
Kedua tungkaiku membawaku masuk ke dalam toko boneka. Begitu masuk, aku segera disuguhkan oleh deretan boneka di atas rak. Ada banyak variasi warna, bentuk, dan ukuran. Semua tampak lucu. Aku berkeliling mencari boneka yang cocok untuk kuberikan kepada Sora.
"Beli yang mana, ya? Sora kalo gak salah suka Kuromi, deh. Mana itu boneka Kuromi?" Mataku dengan cepat memeriksa setiap deretan boneka.
Menemukan apa yang kucari, aku mengambil satu boneka Kuromi berukuran sedang. Tersenyum puas, aku membawa boneka tersebut ke kasir. Semoga ini bisa sedikit membantu menghibur Sora.
Begitu kembali, Sora sudah selesai makan es krim dan menungguku sambil memainkan ponsel. Dengan langkah penuh percaya diri, aku mendekati Sora lalu menunjukkan boneka Kuromi di depannya.
"Nih, buat kamu."
Kedua mata Sora membulat, tampak sangat terkejut. Tangannya dengan ragu menerima boneka yang kubelikan untuknya.
"Terima kasih...." Suaranya terdengar kecil dan manis. Aku masih tersenyum memandanginya bermain dengan tangan boneka Kuromi.
Apa ini bisa menghibur Sora sedikit? Dengan ragu aku bertanya, "Suka sama bonekanya?"
Tidak ada jawaban dari Sora. Namun, matanya mengarah kepadaku. "Faizan."
Aku menaikkan kedua alis, menunggu perkataannya selanjutnya dengan hati berdebar.
"Kenapa Faizan baik banget sama aku? Ajak aku ke sini, beliin es krim, terus beliin boneka juga."
Mendapat pertanyaan itu, aku segera tersenyum. Aku mengambil tempat duduk kosong di sebelah Sora.
"Kenapa, ya...." Kami saling bertatapan. Aku tidak tahu ekspresi apa yang kupasang saat ini, tetapi yang bisa kupastikan adalah aku masih tersenyum menatap Sora.
"Aku cuman mau kamu seneng. Itu aja." Jawabanku cukup singkat. Aku tidak perlu berbasa-basi. Yang aku inginkan adalah kesenangan dan kebahagiaan gadis pujaan hatiku. Melihat dia kembali tersenyum adalah keinginanku setelah aku terlempar ke dunia ini.
Aku bisa melakukan apa pun demi Sora. Sebesar itu rasa sukaku kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance To Live
Teen Fiction"Aku ingat aku tertidur setelah membaca novel yang temanku berikan kepadaku. Lantas kenapa begitu terbangun, aku malah terdampar di dalam novel ini?" **** Zakaria Zaki, yang sudah berkali-kali membaca novel Cinta Sejati yang temannya pinjamkan kepad...