Haruskah Saya Cemburu?

187 108 12
                                    

Hari ini adalah hari minggu, tepat hari dimana Haniya akan menempuh kehidupan baru bersama seseorang yang tak di cintai-nya, seseorang yang bahkan belum ia kenal cukup lama tapi bersama seseorang itu juga ia akan menghabiskan sisa hidupnya. Mau tak mau Haniya harus menikahi pemuda tampan yang berstatus ustadz itu hari ini juga. Karena ingin seberapa keras pun ia menolak tak akan ada seorang pun yang mau mendengarkannya, Haniya sama sekali tak mengerti mengapa takdir hidupnya harus seperti ini, mengapa takdir kini seolah tengah mempermainkan nya. Sekarang ini seharusnya ia masih berleha-leha menikmati masa mudanya bukannya malah memikul tanggung jawab sebesar ini di pundaknya.

"Ya ampun lu cantik banget sih brot" lamunan Haniya seketika buyar kala sahabat sipit minus akhlaknya itu bersuara.

"Ck! Lebih baik lu diem deh" kata si manis ketus seraya meraih ponselnya yang terletak di atas nakas dengan susah payah, kuku palsu yang tengah di kenakan nya itu cukup membuatnya kerepotan.

"Renjun~" mata bulat gadis manis itu kembali berkaca-kaca kala menatap foto sang idola di layar ponselnya.

"Udah mau jadi istri orang juga lu masih aja mikirin pacar China lu yang beda agama itu, udah temboknya tinggi eh dia tau lu idup aja kaga" kata Jihan yang mampu menohok hati mungilnya yang tengah menjerit lantaran tak terima dengan apa yang gadis sipit itu ucapkan barusan.

"Lebih baik lu diem aja deh, lu itu cuma makin memperkeruh suasana hati gue aja tau gak?" kata Haniya kesal seraya menatap Jihan dengan penuh permusuhan.

"Santai dong, marah-marah mulu sih" kata Jihan seraya menahan tawa-nya kala melihat wajah kesal sahabat gembrot nya itu.

"Lagian yang gue omongin kan bener, emangnya lu masih punya kesempetan buat nge-idola-in Renjun lagi kalau udah nikah nanti?" kata Jihan yang memang ada benarnya, Haniya bahkan sudah memikirkan hal yang serupa dari jauh-jauh hari. Ia cukup khawatir apakah ustadz menyebalkan itu akan melarangnya atau tidak.

Haniya memilih tak menanggapi ucapan sahabat minus akhlaknya itu barusan, ia malah kembali menatap foto Renjun yang masih terpampang di layar ponselnya. Ia sempatkan untuk mengelus foto seseorang yang sudah menjadi idolanya selama bertahun-tahun itu sebelum kembali menaruh ponselnya ke atas nakas dengan berat hati.

Haniya menghela nafasnya kasar sebelum beranjak dari tempat duduknya di bantu oleh sang sahabat, sepatu hak tinggi yang tengah di kenakan nya itu membuat ia sedikit kesusahan berjalan.

Tubuh berisi si manis sedikit tersentak kala mendengar suara nyaring petasan dari luar rumahnya, yang menandakan jikalau rombongan pria telah sampai.

"Tenang, gue ada disini" kata Jihan seraya mengusap bahu sang sahabat dengan lembut, mencoba menenangkan gembrot kesayangannya itu untuk tak terlalu gugup.

Cklek

Pintu kamar Haniya terbuka, disana sudah ada sang ibu yang tengah menatapnya seraya tersenyum.

"Ayo han, calon suami kamu sudah sampai" kata wanita paruh baya itu seraya berjalan menghampiri Haniya dan Jihan yang masih bergeming di tempatnya.

"Bu bagai-"

"Kamu jangan aneh-aneh! Ayo, calon suami kamu sudah menunggu" Haniya mencebikkan bibirnya dengan kesal kala mendengar ucapan sang ibu barusan.

Dengan terpaksa gadis manis itu kembali berjalan dengan perlahan, di bantu oleh Jihan dan sang ibu yang berada di sisi kiri dan kanannya.

Kini ketiga wanita berbeda usia itu telah sampai di ruang tamu yang mana sudah banyak sekali orang disana, tak ada yang tak terpesona kala mereka melihat Haniya yang benar-benar sangat cantik hari ini. Bahkan tak banyak dari mereka mulai mengambil gambar gadis manis berkulit-tan itu.

Sesi terima seserahan kini tengah berlangsung, semua orang mendengarkan dengan tenang kala
pihak mempelai perempuan dan pihak mempelai laki-laki yang tengah berbicara.

Mungkin hanya Haniya yang duduk di tempatnya dengan gelisah, sendari tadi gadis manis itu selalu mencuri pandang kearah rombongan pria yang masih berdiri diluar. Ia bahkan terus meremas jemarinya sendiri dengan perasaan gugup yang semakin melanda. Untung saja ada Jihan yang sendari tadi berdiri di sampingnya seraya mengucapkan kata-kata penenang, walaupun agak nyeleneh namun itu cukup membuatnya sedikit rileks.

Tak berselang lama sesi seserahan telah selesai, kini rombongan pria mulai memasuki rumah seraya membawa barang-barang mahal untuk si manis yang kini tengah melotot lucu kala melihat penampilan ustadz Regan yang benar-benar terlihat sangat tampan hari ini.

"Njir! Barang seserahan nya mahal-mahal semua" bisik Jihan yang mampu menyadarkan Haniya dari keterkejutan nya.

"Haniya ayo" Haniya menoleh kearah sang ibu yang tengah tersenyum seraya menyuruhnya untuk segera berdiri.

Sekarang adalah waktunya untuk melaksanakan ijab kabul, Haniya di tuntun untuk duduk disebelah ustadz Regan. Kepala keduanya juga ditutupi oleh kerudung tipis berwarna putih.

Jantung gadis manis itu semakin berdebar kala ustadz Regan mulai berbicara, jujur ia akui sedikit terpesona kala mendengar suara halus nan tegas milik ustadz menyebalkan itu. Manik bulat nya bahkan tak lepas menatap ustadz Regan yang kini tampak serius memegang tangan penghulu seraya melafalkan beberapa bacaan untuk mengikatnya seumur hidup. bener-bener terlihat sangat tampan.

"Bagaimana para saksi, Sah?"

Suara ramai menyahuti, dengan si manis yang kembali melamun. Haniya tak menyangka pada akhirnya ia sudah menjadi istri seseorang. Lalu bagaimana nasibnya dengan Renjun sekarang ini?.

~~~~~~~~~~~~~~~~~

Mata tajam bak rubah itu memicing kala melihat banyaknya poster seseorang yang lumayan mirip dengannya memenuhi seluruh tembok kamar sang istri, ada rasa tak senang di hatinya kala melihat itu.

Setelah menutup pintu, ustadz Regan berjalan mendekati salah satu poster yang bertuliskan nama 'HUANG RENJUN' di sudut kirinya. Manik kecokelatan itu bahkan mengamati baik-baik foto seseorang yang tengah tersenyum seraya bersandar di sebuah pohon. Kemudian ia berbalik menatap sang istri yang tengah kesusahan melepaskan aksesoris yang berada di kepalanya

"Haruskah saya cemburu?" Haniya menoleh kala ustadz Regan berbicara, ia menatap heran ustadz menyebalkan itu yang kini sudah berdiri di hadapannya.

"Haruskah saya cemburu pada seseorang yang bahkan tak bisa menyentuh kamu seperti ini?" dengan berani ustadz Regan menangkup kedua pipi sang istri yang hampir tumpah-tumpah itu.

"Haruskah saya cemburu kepada seseorang yang bahkan tahu kamu hidup saja tidak?" ok! Haniya cukup emosi kala mendengar pertanyaan sang suami yang satu ini.

"Ya saya mengaku cemburu, karena kamu terlalu mencurahkan perhatian pada seseorang yang belum pernah kamu temui secara langsung. Saya cemburu jika kamu lebih menyukainya daripada saya"

Cup

Mata bulat si manis sukses melotot kala tiba-tiba saja ustadz Regan mencium keningnya, detak jantungnya mendadak berbunyi dengan ribut karena perbuatan ustadz menyebalkan itu.

'Ustadz bangsat memang!!'

TBC

Maaf kalau ceritanya jelek, mungkin karena udah lama gak update skill nulis ku jadi kacau. Habis itu idenya juga gak muncul-muncul kalau gak maksa mikir mungkin chap ini gak akan jadi-jadi.

Maaf ya karena udah lama gak update, aku harap kalian masih mau baca cerita abal-abal ku ini.

Mas Ustadz Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang