Perjalanan menuju sekolah itu terasa seperti berjalan di medan perang. Bangunan-bangunan tua dan rusak menghiasi jalanan, memberikan kesan kumuh dan berbahaya. Orang-orang yang berlalu lalang tampak cuek, seolah kekerasan sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Hakaken tiba di gerbang besar Suzuran, sebuah sekolah yang tampak lebih seperti benteng kumuh. Dindingnya penuh dengan coretan, dan suasana yang berat terasa seiring ia melangkah masuk. Para siswa berkumpul di berbagai sudut, sebagian besar mengenakan seragam hitam yang tampak lusuh, seperti lambang kehidupan keras di sini. Mereka menatapnya-seorang pendatang baru yang berani masuk tanpa kenal siapa-siapa.
Hakaken tetap tenang. Dia sudah mendengar tentang Suzuran, sekolah di mana pertarungan adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Namun, itu bukan masalah baginya. Justru di sinilah dia bisa menguji kekuatannya, di tempat yang penuh dengan siswa tangguh.
Saat tiba di depan gerbang Suzuran, ia berhenti sejenak untuk menatap bangunan sekolah yang besar dan angkuh itu. Di balik dinding tinggi dan lapuknya, terdapat tantangan yang akan segera ia hadapi.
Dia melangkah masuk ke area sekolah. Suasana di dalam tak jauh berbeda dari apa yang ia bayangkan. Kelompok-kelompok pelajar berkumpul di sudut-sudut lapangan, bercengkerama atau bahkan bertengkar. Setiap gerakan, setiap pandangan mereka mencerminkan suasana penuh kekerasan yang siap meletus kapan saja.
Beberapa siswa yang melihat kedatangannya mulai berbisik satu sama lain. "Siapa dia?" "Orang baru, ya?" ." Hakaken tidak peduli dengan bisikan-bisikan itu. la hanya terus berjalan, matanya menatap lurus ke depan.
Di tengah perjalanan menuju kelas nya, sekelompok pelajar mendekatinya. Mereka tampak lebih besar dan lebih kuat daripada rata-rata siswa di sana. Pemimpin kelompok itu, seorang pria dengan rambut cepak dan tatapan tajam, mendekati Hakaken dengan senyum sinis.
"Kau anak baru, ya?" tanyanya dengan nada mengejek. "Kau tahu di mana kau berada?"
Hakaken menatap pria itu dengan tenang. "Tentu aku baru saja pindah hari ini. Aku tahu ini Suzuran."
Pemimpin itu tertawa kecil, disusul oleh tawa teman-temannya. "Suzuran bukan tempat untuk anak manis sepertimu. Kau pikir bisa bertahan di sini?"
Hakaken mengangkat bahu, tampak tak terpengaruh oleh intimidasi mereka. "Aku di sini bukan untuk bicara. Kalau kalian mau bertarung, ayo bertarung sekarang juga."teriak Hakaken
Suasana mendadak berubah. Pemimpin kelompok itu menyipitkan mata, merasa terhina oleh tantangan yang dilontarkan dengan begitu santai. "Kau benar-benar tidak tahu tempatmu, ya?" la melangkah maju, siap melayangkan pukulan pertama.
Namun sebelum ia sempat bergerak, Hakaken sudah mendahului. Dengan gerakan cepat dan terlatih, ia menghantam pria itu tepat di rahang, membuatnya terjengkang ke tanah. Teman-temannya terkejut, tapi hanya sesaat sebelum mereka menyerang bersama-sama.
Dalam hitungan detik, perkelahian pun pecah. Hakaken menghindari setiap serangan dengan gesit, seolah ia sudah terbiasa menghadapi lawan-lawan seperti ini. Satu per satu, musuh-musuhnya jatuh. Beberapa pelajar yang melihat kejadian itu mulai berkumpul, tertarik oleh pertarungan yang tiba-tiba terjadi di lapangan sekolah.
Namun, Hakaken tetap tenang. Meski jumlah mereka lebih banyak, ia tahu bahwa mereka hanya mengandalkan kekuatan fisik tanpa strategi. Setiap pukulan yang ia layangkan tepat sasaran, membuat musuhnya kesakitan dan tidak mampu bangkit lagi. Setelah beberapa menit, semua penyerangnya tergeletak di tanah, mengerang kesakitan.
Kerumunan pelajar yang menonton hanya bisa terdiam. Mereka tidak menyangka bahwa seorang anak pindahan baru bisa menghancurkan begitu banyak orang seorang diri dengan begitu mudah. Bisik-bisik mulai terdengar lagi, tapi kali ini berbeda. Ada rasa kagum dan hormat di antara mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pertarungan Pemuda Berdarah Panas
Teen FictionCerita tentang seorang pemuda yg penuh akan gairah pertarungan