12

2 1 0
                                    

Keesokan harinya, seluruh Suzuran dipenuhi dengan desas-desus dan kegelisahan. Setelah latihan fisik yang menguras tenaga dan momen refleksi yang mendalam kemarin, Hakaken tahu persis apa yang harus dilakukan untuk memimpin dan memperkuat kelas F. Meskipun Axel dan Ryuji sudah menunjukkan potensi luar biasa, itu masih jauh dari cukup untuk menciptakan perubahan besar yang dia inginkan. Untuk itu, Hakaken membutuhkan lebih dari sekadar dua kader handal.

Pagi itu, langit biru tampak cerah, namun di lapangan utama Suzuran, ketegangan mulai terbangun. Hakaken berdiri tegak di depan pengeras suara sekolah, tubuhnya tegap, tatapan matanya penuh keyakinan. Di belakangnya, kelas F berkumpul dalam barisan rapi, meskipun beberapa dari mereka tampak sedikit cemas, terutama setelah mendengar kabar tentang tantangan besar yang akan segera dimulai. Axel dan Ryuji berdiri di sisi Hakaken, keduanya tetap tenang, meskipun rasa penasaran mereka tak bisa disembunyikan.

Hakaken melirik sejenak ke arah Axel dan Ryuji, memberi mereka senyuman penuh percaya diri, lalu memandang lurus ke depan. Semua mata kini tertuju padanya, dan ia tahu, saat ini adalah waktunya untuk menunjukkan siapa yang benar-benar pantas memimpin.

Suara Hakaken yang tegas menggema melalui pengeras suara, menyebar ke seluruh penjuru Suzuran, “Dengar baik-baik, kelas L, M, dan N! Hari ini, aku menantang kalian semua. Aku akan mengalahkan kalian semua, satu per satu, untuk membuktikan bahwa aku adalah yang paling layak memimpin di Suzuran. Tidak hanya untuk kelas F, tapi untuk membentuk sebuah fraksi yang akan menguasai seluruh sekolah ini!”

Keheningan mendalam menyelimuti lapangan saat kata-kata Hakaken mengalir melalui pengeras suara. Para siswa kelas L, M, dan N saling berpandangan, beberapa mulai merasa terganggu, beberapa lainnya malah tertawa sinis. Mereka tidak tahu siapa Hakaken yang sebenarnya, tetapi mereka pasti tidak akan membiarkannya menantang mereka begitu saja.

Axel dan Ryuji berdiri di samping Hakaken, tak menunjukkan tanda-tanda kecemasan meskipun tantangan yang disampaikan sangat besar. Axel, yang sempat bertarung habis-habisan melawan Ryuji, merasa bahwa Hakaken memiliki kemampuan jauh melampaui apa yang orang lain duga. Begitu pula dengan Ryuji, meskipun lebih sering bertindak sendirian, dia percaya sepenuhnya pada Hakaken.

Hakaken menoleh ke arah keduanya dan memberikan senyum percaya diri. “Ini bukan hanya tentang menunjukkan kekuatan fisik kita, tapi tentang siapa yang benar-benar bisa mengendalikan situasi ini,” katanya dengan nada tenang.

Di balik layar pengeras suara, para pemimpin kelas L, M, dan N mulai berkumpul. Mereka menganggap tantangan Hakaken adalah sesuatu yang tidak bisa dibiarkan begitu saja. “Apa yang dia kira dirinya bisa lakukan? Kami lebih kuat dari dia,” desis salah satu dari kelas L. Mereka tahu, meskipun Hakaken terkenal di kalangan siswa Suzuran, mereka tidak akan membiarkan seorang siswa kelas F mendominasi mereka.

Namun, meskipun tantangan itu terasa menantang, mereka semua tahu bahwa persaingan di Suzuran bukan hanya soal kekuatan fisik. Semua ini juga tentang status, dan tidak ada yang lebih menonjolkan status lebih dari kekuatan. Setiap kelas memiliki kekuatan dan kekuatan individu, dan ini adalah kesempatan bagi mereka untuk menunjukkan siapa yang lebih kuat.

Hakaken melanjutkan, suaranya terdengar penuh dengan provokasi, “Jangan berpikir kalian bisa begitu saja menolak. Jika aku mengalahkan kalian, kelas L, M, dan N harus bergabung dengan kelas F dan mengakui aku sebagai pemimpin fraksi kalian. Jika tidak, ada konsekuensi yang harus kalian tanggung. Aku sudah siap untuk menghadapi apa pun yang datang. Bagaimana dengan kalian?”

Suasana lapangan berubah tegang. Siswa-siswa kelas F mulai merasa api semangat yang menyala dalam diri mereka. Axel dan Ryuji saling bertukar pandang, tidak mengatakan apa-apa, tetapi mereka tahu bahwa ini adalah titik balik. Jika mereka berhasil mengalahkan kelas L, M, dan N, kelas F akan lebih kuat dari sebelumnya. Mereka juga tahu bahwa tantangan ini tidak akan mudah, namun mereka siap untuk mendukung Hakaken.

Di sisi lain, kelas L, M, dan N mulai merundingkan langkah mereka. Beberapa pemimpin mulai berbicara di antara mereka, menilai bagaimana mereka bisa menghadapi Hakaken yang terkenal dengan keberaniannya. Pemimpin kelas L, seorang siswa tinggi besar dengan rambut hitam, mengangkat tangan dan berkata, “Kita tidak akan membiarkan seorang siswa kelas F menantang kami begitu saja. Jika dia mau melawan kami, maka kita akan ajak dia bertarung. Tapi ingat, kita harus tetap strategis. Jangan biarkan egomu menguasai dirimu.”

Kelas M dan N, meskipun tidak sepenuhnya yakin, juga setuju dengan sikap ini. Mereka tahu bahwa kekuatan yang mereka miliki lebih dari cukup untuk mengalahkan satu orang, apalagi seorang siswa dari kelas F yang tak terduga.

Dengan segera, para pemimpin kelas mulai mengatur strategi mereka, berkomunikasi dengan anggota mereka masing-masing. Mereka bersiap untuk menghadapi Hakaken, meskipun ketegangan semakin meningkat.

Sementara itu, kelas F sudah siap. Axel dan Ryuji berdiri tegak di samping Hakaken, siap untuk mengikuti setiap langkah yang akan diambil oleh pemimpin mereka. “Aku yakin Hakaken bisa melakukannya. Tidak ada yang bisa mengalahkan dia,” kata Axel dengan penuh keyakinan, meskipun ada rasa penasaran tentang bagaimana pertarungan ini akan berkembang.

Ryuji menatap Axel dengan senyum kecil. “Kita harus mendukungnya sampai akhir. Dia bukan hanya pemimpin kami, tapi dia juga satu-satunya yang bisa mengubah Suzuran.”

Hakaken tersenyum mendengar mereka berbicara. Ia tahu, meskipun ini adalah tantangan besar, ia tidak pernah merasa lebih siap dari ini. “Bersiaplah. Ini akan menjadi langkah pertama dari perjalanan besar kita,” ucapnya dengan suara penuh tekad.

Di atas panggung yang semakin memanas, Hakaken melangkah maju, siap untuk menghadapi apa pun yang datang. Pemimpin kelas L, M, dan N menatapnya dengan penuh rasa curiga, namun juga dengan kesadaran bahwa ini adalah ujian nyata yang harus mereka hadapi. Mereka tahu, siapa pun yang kalah dalam tantangan ini, bukan hanya akan merasakan kekalahan fisik, tetapi juga kehilangan kesempatan untuk mengendalikan Suzuran.

Axel, Ryuji, dan seluruh kelas F berdiri di belakang Hakaken, siap untuk menyaksikan dan mendukung pemimpin mereka dalam perjuangan untuk menguasai Suzuran. Tak ada yang tahu bagaimana hasilnya akan berakhir, tetapi satu hal yang pasti: pertarungan ini adalah awal dari sebuah perubahan besar di dunia Suzuran.

Pertarungan Pemuda Berdarah Panas Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang