"udah dua hari ini aku liat, ngelamun mulu. Kenapa sih? Banyak utang?" Mila tidak bohong, Gika sejak kemarin dan kemarinnya lagi lebih banyak melamun, duduk sendirian, entah memikirkan apa.
"Mil?
"Hmm?"
"Istrinya Bara hamil" ucap Gika, ia di beritahu tadi pagi oleh Bara sendiri. Jika di ingat-ingat, lumayan cepat juga. Mereka baru menikah kurang dari tiga bulan.
"Iya udah tau, orang aku follow Bara kok di Instagram." Sejak menikah, Bara memang lebih aktif sosial media. Isinya hanya foto istrinya dan pemandangan mereka jalan-jalan sepanjang pengamatan Gika.
"Terus? Kenapa kamu sedih?" Gika menopang dagu, Keisha sudah hamil. Sebentar lagi punya anak. Sementara dia? Masih disini dengan hatinya yang kebingungan dan entah apa maunya.
"Kamu suka ya sama Bara? Sekarang istrinya hamil kamu jadi___
"Aku enggak suka sama Bara!" Potong Gika, matanya agak melotot.
"Oh, kamu kan sukanya sama si Arip ya?" Gika menghela nafas, Mila ini. Nama sudah bagus-bagus Altezza Alaric. Malah di panggil Arip.
"Aku bingung banget Mil" Gika tidak tau mau bercerita kemana, Bara memang masih rutin menanyakan kabarnya, istrinya juga begitu. Tapi Gika sudah merasa tidak enak kalau harus memanggil Bara untuk mendengarkan curhatnya seperti biasa.
"Kalau suka, masih sayang, dan emang masih cinta, lepasin aja sih. Jangan di paksa kalau emang enggak bisa lupain." Gika juga maunya begitu. Tapi tidak bisa semudah itu.
Kemarin ia di tanya, apakah benar mau Aric pergi saja dan tidak usah muncul dimana pun lagi? Sudah pernah, dan Gika buktinya masih hidup hingga sekarang. Tapi pertanyaannya semalam bahkan tidak mampu Gika jawab dan tidak sanggup ia bayangkan.
"Kamu juga kayaknya enggak ada niatan mau cari cowok lain" memang iya. Gika tidak suka dengan pria lain selain yang satu ini.
"Atau kamu udah ikhlas, si Arip biar sama cewek lain? Capek kali ngejar mulu." Gika menatap pada Mila. Tatapannya terlihat menajam.
"Dulu aku di posisi itu, tapi__
"Tapi denial mulu sekarang, males aku ah! Mau kerja aja" Mila beranjak dari hadapan Gika. Meninggalkan Gika dengan pikirannya yang kembali melayang. Belum lagi, nanti malam Bara Alexander berulang tahun. Gika malas bertemu banyak orang sejak entah kapan. Malas sekali di beri pertanyaan yang kadang jawabannya susah sekali untuk Gika berikan.
"Gika?!" Gika mengangkat pandangannya, melihat kearah Mila yang memberinya kode melalui mata, menyuruhnya menoleh ke belakang.
Gika menoleh, ia agak terkejut. Juga kesal, karena bagaimana bisa Gama masih memiliki keberanian untuk muncul di hadapannya?
"Ngapain lo kesini?" Ucap Gika tanpa basa-basi setelah Gama sampai di hadapannya.
"Siapa yang suruh lo duduk?" Gama tetap duduk, berhadapan dengan Gika.
"Saya kesini dengan niat baik Gika" ucapnya, Gika memutar bola matanya malas.
"Mau apa? Yang cepet aja gue sibuk." Padahal tidak juga, Gika bahkan hanya duduk disini sejak tiga jam yang lalu.
"Lita keguguran" ekspresi kesal itu menghilang, ia menatap tak percaya pada Gama. Mencari-cari ekspresi sedih juga kehilangan di wajah atau sorot matanya, tapi tidak ada.
"Itu berarti enggak ada alasan untuk saya nikah sama dia" Gika sungguhan tercengang mendengarnya, kesalnya kembali tentu saja.
"Lo enggak punya hati ya? Lo biasa aja anak lo enggak selamat?" Gika berucap tajam. Bagaimana kondisi Lita?
KAMU SEDANG MEMBACA
BORN TO BE OVERLOVE
ChickLitI can smile because we're together, i can cry because it's you. So what can't i do? - smile flower