Ini sudah lewat dari jam makan siang. Gika pamit pergi tadi pagi. Tapi dia belum kembali hingga menjelang sore hari ini. Aric tidak bisa mengelak, ia mencari keberadaan gadis itu yang katanya sudah jadi istrinya. Yang kelakuannya tidak menggambarkan itu karena berani-beraninya dia izin pergi sebentar tapi belum pulang hingga hari sudah nyaris sore.
Baru tadi pagi dia merasa terharu, merasa gadis itu benar tulus. Namun sore harinya Aric kembali menyadari, memang tidak ada yang benar-benar mau menerima keadaannya. Baru sehari menjadi istrinya, Gika sudah pergi.
Aric sedang di taman, membaca buku selepas memantau dan mengecek pekerjaannya secara daring.
"Mas, mau mandi sekarang?" Jam lima sore, pak Arman mulai curiga kenapa Aric tidak memanggilnya untuk di mintai bantuan. Aric selalu mandi di jam empat sore, tapi dari tadi majikannya itu hanya duduk membaca buku di taman.
"Iya" jawab Aric, membiarkan pak Arman mendorong kursi rodanya. Ia belum mencapai pintu saat Gika datang. Aric menatapnya tajam, memperhatikan penampilannya, pakaiannya sudah kusut, wajahnya berkeringat.
"Itu..tadi..di kantor banyak urusan" ucap Gika berniat klarifikasi. Aric menatapnya tajam, dan Gika mengartikan kalau laki-laki itu sedang marah.
"Ayo pak" Aric meminta Arman untuk kembali mendorong kursi rodanya.
"Kamu mau kemana?"
"Ini waktunya mas Aric mandi mbak" pak Arman yang menjawab, sepertinya nanti ia harus berikan list mengenai apa-apa saja yang Aric lakukan tiap harinya.
"Aku juga mau mandi" hening menyapa ketika Gika dengan cerianya malah menjawab begitu. Menyadari Aric makin menatapnya tajam dan pak Arman yang melongo, Gika buru-buru meralat.
"Maksud aku..aku juga mau mandi, kamu duluan aja" Gika merutuki dirinya dalam hati, lain kali tolong Gika, sebelum bicara pikir dulu.
"Biar saya aja pak" Gika meletakkan asal tasnya diatas sofa, mengambil alih kursi Aric dari pak Arman.
"Gika!" Gika terdiam, Aric meneriakkan namanya. Tidak terlalu keras, tapi nada jengkelnya sangat terasa.
"Enggak usah terlalu cari muka"
What?!
Gika kesal mendengar ucapan Aric, cari muka? Ke siapa? Buat apa?
Gika yang sedang berada di belakang Aric membungkukkan badannya hingga wajahnya dan Aric sejajar, dan tindakannya itu membuat Aric spontan menjauhkan wajahnya, Gika berada dekat sekali dengan pipinya.
"Ngapain aku cari muka? kamu enggak liat aku udah punya muka? Mana cantik lagi." Ujar Gika berbangga diri, suaranya itu terdengar jelas oleh Aric karena ia berucap tepat di samping wajahnya.
"Aku aja yang mandiin mas Aric, boleh kan pak Arman?" Pak Arman mengangguk antusias, ada kemajuan yang akan segera ia kabarkan pada nyonya besar, yang itu juga berarti bonus akan kembali masuk ke rekeningnya.
"Pak Arman aja, saya enggak mau sama kamu." Jawab Aric yang dalam hati panik karena Gika terang-terangan menawarkan diri. Ia rasanya tidak percaya, Gika tidak menunjukkan tanda-tanda keberatan menikah dengannya. Tapi perlu di ingat, ini baru satu hari. Yang bahkan nanti malam, tidak akan ada yang tau akan ada apa.
"Biarin mbak Gika nya belajar mas" Aric menatap tajam Arman yang bilang begitu. Tapi Arman tau, meskipun Aric kadang-kadang bicara nya tajam dan pedas, dia adalah orang yang baik. Arman sudah membuktikan itu.
"Yuk mandi!" Gika dengan sengaja berucap kelewat gembira, mendorong kursi roda Aric hingga ke kamar mandi.
"Panggil pak Arman, kamu enggak bisa." Gika menghela nafas, dia bahkan belum apa-apa. Kenapa Aric sudah bilang dia tidak bisa?
KAMU SEDANG MEMBACA
BORN TO BE OVERLOVE ✓
ChickLitI can smile because we're together, i can cry because it's you. So what can't i do? - smile flower