Setelah tiga bulan menikah, Aric memang memutuskan untuk kembali ke rumah. Seperti apa yang di lakukan kedua kakaknya yang masing-masing pisah tempat tinggal setelah mereka menikah, Aric memilih tetap di rumahnya. Bersama orang tuanya yang berada di rumah utama. Dan ia tetap di rumahnya. Rumah yang sembilan puluh sembilan persen sudah Gika rombak semuanya.
Dinding polos itu Gika pasangi banyak foto pernikahan dan kebersamaan mereka dengan ukuran sedang, Gika banyak membeli perabotan baru karena Aric memang hanya memakai seperlunya, dapur ia ubah menjadi warna lebih ceria, ruangan yang dulunya kamar pak Arman di ubah dan desain Gika menjadi ruang kerja Aric. Ya. Kalau Aric ingin menyambung pekerjaannya di luar kantor, tidak di dalam rumah. Dia perlu keluar dekat dari taman karena ruangan pak Arman dari dulu memang terpisah. Tidak jauh, cuma lima belas langkah kalau Gika hitung-hitung.
"Dari siapa?" Aric baru pulang bekerja di jam enam sore, ketika Gika sedang memasak untuk makan malam mereka berdua.
"Shania" sudah lama Gika tidak mendengar nama itu di sebut. Ia letakkan sendok goreng yang tadi ia pegang lalu duduk di meja makan. Mengambil sebuah undangan pernikahan yang di desain cantik berwarna putih dan biru itu.
Shania dan Ravi
"Ravi?" Gika menolehkan kepalanya pada Aric yang sedang menikmati teh hangat yang sudah Gika buat sebelum Aric pulang tadi
"Saya gak kenal" jawabnya, senyum jahil di wajah Gika membuatnya bingung.
"Masa Shania gak pernah curhat gitu ke kamu?" Perempuan dan pikirannya yang selalu terlalu jauh
"Ya enggak pernah, kenapa harus curhat ke saya?"
"Kalian kan mantan yang akur" Aric tidak merespon, lebih memilih kembali melanjutkan sesi minum tehnya.
"Tanggal segini aku juga ada acara lain" bahkan setelah menikah, Gika memang masih sibuk. Walaupun dia selalu pergi setelah Aric pergi dan selalu pulang sebelum Aric pulang.
"Kemana?"
"Keisha ulang tahun, inget gak?" Aric menggeleng pelan
"Ulang tahun saya aja kadang lupa, ngapain inget tanggal ulang tahun orang lain?" Gika memutar bola matanya
"Maksud aku kamu inget Keisha gak? Bukan tanggal lahirnya!" Oh..Aric tertawa kecil sembari mengangguk-anggukan kepalanya.
"Istrinya Bara" Bara yang sudah tiga bulan ini tidak keliatan karena sedang fokus pada pekerjaan dan pada istri juga anaknya
"Jadi kamu juga gak inget ulang tahun aku dong?" Obrolan santai selepas bekerja beginilah yang memang mampu membuat kepenatannya berkurang, cuma kadang-kadang topik Gika suka diluar prediksi.
"Kamu bukan orang lain, kamu kan istri saya, ya inget lah!" Aric membalas dengan tegas
"Ulang tahun Shania inget gak? Agni?" Apa Aric bilang? Memang senang dia merusak ketenangan mereka
Suka sekali memancing keributan, kalau Aric ladeni, pasti dia yang marah. Memang aneh perempuan ini, tapi Aric sudah cinta
"Ulang tahun Shania inget, beberapa hari setelah itu saya kecelakaan. Mana mungkin saya lupa momen itu" hening, Gika menjadi merasa bersalah telah tanpa sengaja membuka luka lama. Meski Aric sekarang sudah sehat dan mama Salma tidak berhenti mengingatkannya untuk bersyukur-, Gika tetap merasa tidak enak.
"Aku...enggak pernah tau" dan memang tidak pernah bertanya, bukannya Gika tidak peduli, tapi Gika khawatir mengungkitnya dapat membuat Aric sedih.
Keterlibatan Shania juga sebenarnya membuatnya sangat penasaran, tapi Gika memang sudah berjanji pada dirinya dari dulu untuk tidak mengungkit soal itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
BORN TO BE OVERLOVE ✓
ChickLitI can smile because we're together, i can cry because it's you. So what can't i do? - smile flower