E.2.1

106 25 5
                                    

Gue melangkah masuk ke rumah Eyang tepat setelah pemakaman dilangsungkan di Karawang. Suara obrolan dan teriakan anak-anak yang berlarian langsung menyambut gue. Wangi masakan bikin perut gue langsung keroncongan. Gue belum makan apa-apa sejak tadi pagi disibukkan sama persiapan keberangkatan menuju TPU yang ada di luar kota. Mata gue menyisir ruang tamu yang luas dan ramai. Suasananya nyaris nggak menunjukkan tanda-tanda berduka. Keluarga dan kerabat berkumpul dalam pakaian serba hitam layaknya dresscode afternoon party, alih-alih perkumpulan keluarga yang berkabung. Bibir gue berkedut sedikit, menahan perasaan miris dan kesal. Di sisi lain, gue sadar semua orang di sini sudah memperkirakan kepergiaan Eyang. Sudah dua kali Eyang kena serangan jantung yang membuatnya dirawat intensif. Dia juga punya riwayat penyakit diabetes dan kolesterol. Gue yakin kepergiaan Eyang adalah jalan pilihan Tuhan supaya Eyang nggak lagi merasakan sakit.

Gue meninggalkan ruang tamu secepat kilat. Kemarin gue dikabarin soal meninggalnya Eyang dari Mama dan langsung meluncur ke sini. Gue masih inget banget kejadian kemarin. Bayangan mama yang duduk di samping jenazah eyang masih melekat di kepala gue. Tangisannya pecah dan itu bikin hati gue ikut tersayat. Eyang yang selalu baik sama gue, sekarang udah nggak ada lagi.

Dari kecil, Eyang selalu perhatian. Gue masih ingat setiap kali gue main ke rumahnya, Eyang selalu bawa mainan baru buat gue. Bahkan ada satu kamar di rumah ini yang dikhususkan buat jadi ruang main gue dan masih tetap ada sampai sekarang. Gue nggak pernah minta dikasih sesuatu, tapi Eyang selalu tahu apa yang gue suka. Dia yang paling paham kalau gue lagi bosan atau butuh hiburan. Kayak pas gue masih remaja dan demen banget main skateboard, Eyang ngajak gue liburan ke Swiss buat ngasih gue pengalaman snowskating di pegunungan Alpen. Senyumannya waktu ngasih gue kejutan adalah momen yang nggak akan pernah gue lupain.

Semakin gue gede, eyang tetap jadi orang yang selalu ada buat gue. Dia nggak pernah nanya terlalu banyak, tapi selalu tahu apa yang gue butuhin. Waktu gue mulai ngerancang usaha gue sendiri, eyang yang pertama kali dukung. Dia nggak cuma ngasih semangat, tapi juga bantuan finansial. Dia bilang kalau dia percaya sama gue, dan itu jadi motivasi terbesar gue buat nggak nyerah.

Nggak cuma soal uang, eyang juga bantuin gue dengan tenaganya. Waktu gue sibuk, dia yang ngurusin hal-hal kecil yang kadang gue lewatin misalnya ganti AC di kantor gue. Gue inget betul, dia yang paling sering bilang kalau gue bisa sukses. "Aku percoyo yen kowe bisa nglakoni usahamu kanthi apik," katanya, dan itu bikin gue ngerasa punya kekuatan lebih buat melanjutkan bisnis gue.

Yang paling bikin gue terharu adalah betapa sayangnya eyang sama mama. Mama satu-satunya anak perempuan eyang, dan gue tahu betapa dalam kasih sayang eyang buat mama. Gue sering lihat mereka ngobrol berdua, walau gue nggak selalu ngerti apa yang mereka omongin karena sebagian besar obrolan mereka menggunakan bahasa Jawa yang nggak ada di kosakata gue, yet I could see from Eyang's eyes that he wanted the best for Mama.

###

22/10/2024

Hey, bebs! ✨


Pernah nggak sih kalian ngalamin momen apes pas kulineran gara-gara termakan review di sosmed? 😅 Gue tuh sering banget nontonin video review makanan, terus kayak, "Wah, ini sih wajib coba banget!" Eh, pas akhirnya dateng ke tempatnya, lidah gue langsung bilang, "Hmm, kok nggak kayak ekspektasi ya?" 😂 Jadi ya, pelajaran yang gue dapet: ternyata selera itu bener-bener subjektif, dan nggak semua makanan yang dipuji-puji di video bakal cocok sama kita.


Gue juga nggak nyalahin food vlogger sih, karena mereka kan tugasnya promosi dan kasih rekomendasi. Tapi ada baiknya juga kalau mereka lebih bijak dalam milih kata-kata. Jangan sampe semua makanan dibilang "enak banget!" padahal mungkin sebenernya cuma "biasa aja." di lidah orang lain. Biar kita para penonton juga nggak salah tangkep dan baperan pas udah nyobain tapi nggak sesuai ekspektasi. 😆


Buat yang suka nonton review, gue saranin sih, jangan langsung percaya 100%. Cari beberapa review dari orang-orang yang beda dulu, lihat juga gaya mereka nge-review kayak gimana, dan yang paling penting, kenali selera kita sendiri. Mungkin mereka suka yang pedes banget, tapi lidah kita nggak tahan. Atau mungkin mereka suka yang creamy banget, tapi kita lebih suka yang fresh dan light. 🤷‍♀️


Intinya, yuk, lebih kritis aja pas nonton video review. Karena walaupun katanya "ini wajib coba banget, enaknya kebangetan!" belum tentu semua orang bakal setuju. 😜 Jadi, tetap open-minded, tapi jangan lupa nikmatin momen kulinerannya! Kalau akhirnya nggak cocok, ya udah, anggap aja pengalaman. 😋🍲✨

RoomiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang