Bab 1 Pertemuan Takdir

0 0 0
                                    

Happy reading..

Langit sore itu mulai merona jingga, menciptakan semburat indah yang menyelimuti kota kecil tempat Sarah tinggal. Di bawah naungan langit yang tenang, hidup Sarah selalu terasa damai, meskipun di dalam hatinya ada keresahan yang tak kunjung hilang. Usianya sudah mencapai 27 tahun, dan meski ia tak pernah berhenti bersyukur atas karir yang cemerlang dan keluarga yang hangat, ada satu hal yang selalu menghantui pikirannya: jodoh.

Di rumah yang asri, Sarah duduk di ruang tamu dengan secangkir teh hangat di tangannya. Pikirannya melayang, teringat percakapan dengan ibunya beberapa hari yang lalu.

---

"Sarah, sudah saatnya kamu mulai serius memikirkan pernikahan. Kamu sudah cukup dewasa, dan Ibu ingin melihatmu bahagia bersama suami yang baik. Ibu punya kenalan, seorang pemuda sholeh bernama Fahmi. Bagaimana kalau kamu bertemu dengannya dulu?"

Sarah tersenyum lembut "Ibu, aku tahu Ibu ingin yang terbaik untukku. Tapi, pernikahan bukan hal yang bisa dipaksakan. Aku masih menunggu waktu yang tepat, dan Insya Allah, jodohku akan datang di saat yang sudah Allah tentukan."

"Betul, Nak, jodoh itu tak bisa kita paksakan. Tapi usaha juga perlu. Bertemu dengan Fahmi mungkin bisa jadi langkah awal. Dia pemuda yang baik, rajin beribadah, dan keluarganya sangat sopan. Ibu yakin kamu akan merasa nyaman berbicara dengannya."

Sarah menghela napas pelan "Baiklah, Bu. Aku akan coba bertemu dengannya. Tapi, jika tidak cocok, aku harap Ibu bisa mengerti."

---

Hari itu akhirnya tiba. Sarah setuju untuk bertemu dengan Fahmi di sebuah kedai kopi yang tenang. Ia merasa gugup, tetapi juga penasaran. Tak ada yang tahu bagaimana pertemuan ini akan berjalan, tetapi Sarah selalu percaya bahwa Allah sudah menyiapkan yang terbaik.

Ketika ia tiba di kedai, seorang pemuda berdiri menunggunya. Dari kejauhan, ia mengenali sosok Amir yang sopan dan rapi, seperti yang digambarkan ibunya. Hati Sarah berdegup lebih cepat.

Fahmi tersenyum hangat "Assalamu'alaikum, Sarah. Senang bisa akhirnya bertemu denganmu."

Sarah tersenyum balik "Wa'alaikumussalam, Fahmi. Terima kasih sudah meluangkan waktu."

Mereka berdua duduk di meja yang sudah dipesan sebelumnya. Percakapan dimulai dengan canggung, namun lambat laun, rasa nyaman mulai muncul di antara mereka.

"Aku mendengar dari Ibu bahwa kamu bekerja sebagai guru. Itu pekerjaan yang mulia. Apa yang membuatmu memilih jalan itu?"

Sarah tersenyum "Aku selalu merasa bahwa mendidik adalah jalan hidupku. Melihat anak-anak tumbuh dan belajar membuatku merasa bahagia, seolah aku bisa ikut membentuk masa depan mereka. Bagaimana denganmu, Fahmi? Apa yang kamu lakukan sehari-hari?"

"Aku bekerja di sebuah perusahaan konstruksi, tapi di luar pekerjaan, aku aktif di komunitas masjid. Mengajar anak-anak mengaji dan ikut serta dalam kegiatan sosial adalah hal yang selalu aku nikmati. Hidup rasanya lebih berarti ketika kita bisa berbagi dan berbuat untuk orang lain."

Sarah terdiam sejenak. Ada sesuatu dalam cara Fahmi berbicara yang membuatnya merasa tenang, seperti ia sedang berbicara dengan seseorang yang benar-benar tulus. Dalam percakapan itu, mereka mulai menyadari bahwa ada banyak kesamaan di antara mereka, terutama dalam hal keimanan dan tujuan hidup.

"Sarah, aku tahu kita baru pertama kali bertemu, dan mungkin ini semua terasa cepat. Tapi, aku percaya bahwa pernikahan bukan hanya tentang perasaan, tapi tentang komitmen dan tujuan yang sama. Apa yang kamu cari dalam pernikahan?"

Sarah merenung sejenak "Aku mencari kedamaian, Fahmi. Aku ingin membangun rumah tangga yang penuh dengan sakinah, seperti yang Allah janjikan dalam Al-Qur’an. Aku ingin seorang pasangan yang bisa berjalan bersamaku menuju keridhaan-Nya, saling mengingatkan dalam kebaikan."

Fahmi mengangguk, seolah memahami setiap kata yang diucapkan Sarah.

"Itulah yang aku harapkan juga. Aku percaya bahwa sakinah datang dari hubungan yang dibangun atas dasar iman dan cinta kepada Allah. Jika kita menempatkan Allah di hati kita, maka setiap masalah akan terasa lebih ringan, dan setiap kebahagiaan akan lebih bermakna."

Percakapan mereka terus mengalir dengan lancar. Malam itu, di bawah langit yang semakin gelap, hati mereka perlahan-lahan menemukan kedamaian dalam keyakinan yang sama. Pertemuan ini mungkin baru awal, tetapi di dalam hati Sarah, ada harapan baru yang tumbuh.

---
Halo gus gimana dengan bab 1 apakah menarik coba komen dengan emot ❤️

Sakinah di Bawah Langit-Nya [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang