Chapter 4 [Bab 3; pemerkosa]

189 16 0
                                    

Chapter ini dibuka dengan tangisan pilu Luca, dia menangis tersedu-sedu hingga matanya sulit untuk dibuka-dia mendapati crush candy love-love yang terbaring diatas aspal.

Orang-orang bodoh mengelilingi mereka tanpa niat membantu. Astaga, benar-benar menyebalkan.

Sedangkan yang terbaring diatas jalanan beraspal hanya menatap malas orang yang memeluknya erat-Luca. "Luca, gua cuma jatoh sambil nungging, bukan jatoh dari tebing. Malu gua, sumpah."

"Hik-hik, huhuhu ... Jangan terlukaaa."

Seorang berperangai hangat tersenyum dan menyentuh pundak Luca, "dek ... Temennya cuma jatuh, bukan sekarat. Ayo ke pinggir, nanti sekarat beneran kalau-kalau diam terus di tengah jalan." Katanya dengan nada julid dan senyum cantik.

Tetapi, ucapan itu masuk kedalam telinga kanan dan keluar telinga kiri. "WAAAAAA!!!" Luca malah makin tantrum, dan sumpah-demi asmodeus berak di celana Luca malu pake bangett.

Jika ini reality show suara gelak tawa akan terdengar disegala penjuru panggung, mereka yang menertawai Lucas, mereka yang menertawai Vallen, dan mereka yang tertawa karena dibayar.

Situasi yang makin absurd buat Vallen ingin ikutan nangis. Luca masih nangis, suara histerisnya kayak sirine ambulans. Sementara itu, Vallen yang masih tergeletak di atas aspal cuma bisa pasrah sambil ngelus dada. "Ini anak kenapa, sih? Gue yang jatoh, tapi dia yang drama," gumam Vallen setengah nyerah.

Orang yang tadi nyentuh pundak Luca cuma bisa ngelirik ke kiri-kanan, jelas udah capek ngadepin situasi ini. "Gua sibuk," katanya sambil ngusap wajah. "Bro, lo mau bawa drama lo ini sampai kapan? Gue udah telat meeting nih, masa harus nyelametin lo berdua di tengah jalan?"

Vallen akhirnya ngomong dengan suara serak. "Luca, please. Ini gue malu banget sumpah. Kalo lo nggak tenang sekarang, gue serius loncat ke got depan mata lo."

Luca malah makin erat meluk Vallen, air matanya meleleh kayak sungai. "Gue nggak mau lo terlukaaaaa, huhuhu... Jangan ninggalin guaaa!!"

Vallen udah nggak tahan, dia mendorong wajah Luca dengan segenap tenaga jiwa dan raga. "Terserah deh, Luca. Tapi lo nggak bisa terus begini. Gue nggak sekarat, sumpah! Cuma jatoh, lo tau kan jatoh? Nungging di tengah jalan, kayak jempol kaki ketendang meja."

Orang tadi bener-bener frustasi sekarang. Dia ngebenerin jaketnya dan jalan mundur pelan-pelan. "Ya udah, bro ... Lo urus sendiri ya. Gue mundur dulu, nggak sanggup liat drama Korea versi low budget ini. Semoga sukses di tengah aspal. Kalau dramanya udah rilis, calling-calling."

Luca akhirnya nyetop tangisannya, tapi matanya masih sembap. Dia ngegenggam tangan Vallen erat-erat, kayak nggak mau lepas. "Lo janji nggak ninggalin gua?"

Vallen ngelirik dengan lelah. "Iya, gue janji nggak ninggalin lo... Kecuali lo masih nangis kayak bocah. Kalo gitu, gue serius kabur."

Dan begitu aja, Luca akhirnya diem, tapi mukanya masih cemberut kayak anak kecil yang dikasih es krim cuma setengah. Mumpung Luca tidak fokus, Vallen cepet-cepet lari. Dengan dada yang masih ngos-ngosan setelah drama jalanan tadi, Vallen buru-buru bangkit. Dia ngerapihin bajunya yang berantakan dan ngeloyor pergi secepat mungkin. "Gue nggak kuat lagi sama si Luca ... drama kayak gitu bisa bikin gue mati muda," gumamnya sambil berjalan cepat, berharap bisa ngilang dari kerumunan orang-orang yang cuma nonton tanpa peduli.

Baru beberapa langkah, tiba-tiba semuanya kayak jadi slow motion. Dari kejauhan, Vallen melihat seseorang berjalan mendekat-Aloysius, laki-laki berparas cantik dengan rambut cokelat berkilauan terkena sinar matahari. Angin seakan mendukung momen ini, membuat rambutnya berayun lembut. Semakin dekat, semakin lambat waktu terasa. Mata Vallen tiba-tiba melebar, dan entah kenapa wajahnya memerah sedikit.

"Damn ... kenapa dia harus muncul sekarang?" pikir Vallen, ngerasa kayak lagi di drama Korea murahan, tapi nggak bisa ngelawan efeknya.

Ketika jarak mereka cuma beberapa meter, Aloysius berhenti tepat di depan Vallen, menatapnya dengan tatapan tajam. "Kamu..." Aloysius berkata dengan suara yang terdengar serius, "Kamu punya hutang ke aku. Lima puluh-seratus ribu. Tadi beli minum nggak dibayar, jadi aku kan yang bayar!"

Vallen kaget, mukanya makin merah. "Hah? Serius lo? Gue kira si Luca udah bayar tadi pas mesen!" katanya setengah tergagap, masih kebawa efek slow motion tadi.

Aloysius ngadahin tangannya dengan ekspresi marah, bibirnya mengerucut kayak anak kecil yang lagi nunggu permen. "Mana duitnya sekarang, Vall! Gue nggak mau ribet soal ini."

Vallen garuk-garuk kepala, nyari dompetnya sambil tertawa gugup. "Iya, iya, sabar dong... Gue kira nggak segitunya. Nih, duitnya. Jangan drama juga, plis."

Setelah Vallen selesai nyerahin uangnya ke Aloysius, dia ngerasa aneh. Aloysius yang tadinya marah-marah, tiba-tiba jadi canggung. Wajahnya yang biasanya tenang sekarang jadi merah muda, matanya bergerak nggak tentu arah. "Eh, Lulu..." Aloysius mulai bicara dengan nada yang lebih lembut, nggak semarah sebelumnya.

Vallen bengong sejenak. "Lulu? Siapa yang manggil gue Lulu?"

Aloysius nahan napas sejenak, lalu melanjutkan dengan suara pelan, "Nanti... datang ke rumah aku, ya? Aku sendiri di rumah..." Dia ngomong sambil sedikit gelisah, tatapannya nggak berani langsung ngelock mata Vallen dan wajahnya seperti agak ... Benal. Setelah ngomong itu, Aloysius buru-buru ngasih secarik kertas kecil ke tangan Vallen, kertas yang ternyata berisi alamat rumahnya.

Vallen cuma bisa bengong,"Dia ngajak gua bikin bokep kah?" Mangaguk paham Vallen tersenyum, "Jujur gua gak tau bisa ngaceng apa enggak kalo sama cowok, tapi dia cantik bet jir. Lumayan lah, gratis ini. Toh, keknya dia bukan cowok baik-baik."

Matanya terfokus ke kertas di tangannya, sementara Aloysius udah mulai mundur pelan-pelan, lalu... zrap! Dia lari sekencang mungkin kayak lagi dikejar sesuatu, ngelewatin Vallen dengan cepat, meninggalkan perasaan aneh dan bingung.

"Nggak, tunggu dulu..." Vallen ngomong sendiri, ngerasa pikirannya terlalu lambat buat ngeproses semua. "Aloysius bukan cowok baik-baik kan?" pikirnya, sementara otaknya masih muter-muter nyari logika di balik kejadian ini. "Yes, berarti si Aloy-letoy ini jalang yang sering di sewa Luca kaaann? Anjay, berarti mereka cuma temen kan??" Dia terus natap kertas yang sekarang ada di tangannya, dengan tulisan tangan Aloysius yang jelas banget nunjukin alamat rumah.

Dan yang paling bikin Vallen ngerasa makin aneh, Aloysius manggil dia "Lulu". Nama kesayangan yang, seinget Vallen, cuma orang-orang terdekat yang berani manggil dia begitu. Tapi kenapa Aloysius? "Apa-apaan ini..." gumam Vallen dengan ekspresi campur aduk antara bingung dan kaget.

Vallen ngelirik ke arah Aloysius yang udah lari jauh, sementara hatinya mulai berdebar-debar dengan campuran rasa heran.

Baru berjalan beberapa langkah Valen melihat dua pria yang melakukan kesepakatan ada 7 atau 8 pria lain yang berdiri di sepanjang dinding bercak kuning lemon di trotoar. Sebuah kamera film yang disangga tripod dan beberapa barang pembuatan film, dan Vallen hanya diam melihat. Sebelum dua orang yang melakukan kesepakatan berjalan kearahnya.

Vallen tersenyum, sepertinya dia akan mengikuti drama.

Dua orang itu pria yang mengenakan celana kasual yang digulung beberapa senti di atas sepatu Itali berujung lancip dan kaus bergaya Hawaii, "Maaf saya tidak ingin mengikuti-Uhmmp!!"

Pria lain yang bertubuh tinggi membekap tubuh Vallen lalu menariknya masuk ke dalam mobil cap besar dekat barang-barang pembuatan film, dia dimasukan kedalam mobil. Lehernya disuntikan sesuatu sebelum suhu tubuhnya semakin naik.

Jantung Vallen berdebar begitu keras, astaga, dia akan diperkosa saat ini juga.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 6 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bungsu Keluarga Kaya || RegresiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang