Chapter 12: Langkah Baru di Pintu Gerbang

7 1 0
                                    

Ketika Hana menginjakkan kakinya di gerbang SMP 13, ia merasa seperti memasuki babak baru dalam hidupnya. Hari pertama sekolah setelah liburan panjang selalu membawa perasaan campur aduk, dan hari ini tidak berbeda. Meskipun ia sudah lulus dari SD dengan prestasi gemilang, ada perasaan cemas yang menggelayuti benaknya. Lingkungan baru, teman-teman baru, dan guru-guru yang belum ia kenal menjadi sumber ketidakpastian.

SMP 13, yang terkenal sebagai sekolah dengan prestasi akademik yang baik, membuat Hana merasa antusias sekaligus takut. Ia tahu bahwa ekspektasi di sekolah ini akan lebih tinggi daripada di sekolah dasar. Terlebih lagi, ia harus menghadapi kegiatan orientasi siswa baru yang sering disebut ospek, dan Hana tidak bisa menghilangkan cerita-cerita seram yang pernah didengarnya dari kakak-kakak kelas.

Hari pertama ospek menjadi momen yang mendebarkan bagi Hana. Setibanya di sekolah, ia melihat kerumunan siswa baru dengan wajah penuh harap sekaligus cemas, mengenakan seragam putih-biru yang masih terlihat baru. Setiap peserta ospek diberi serangkaian atribut aneh untuk dikenakan. Hana mengenakan topi dari kertas koran, dasi yang terbuat dari kain perca, dan papan nama besar yang tergantung di lehernya. Meskipun merasa konyol, ia mengikuti aturan dengan tertib, karena tidak ingin menimbulkan masalah di hari pertamanya.

Kegiatan ospek dimulai di lapangan sekolah, tempat semua siswa baru diinstruksikan untuk berbaris rapi. Para kakak pembina berdiri dengan wajah serius, memantau setiap gerak-gerik mereka. Hana mencoba menenangkan dirinya dengan melihat sekeliling. Di barisan yang sama dengannya ada Anggi, Raynara, dan Wahyu—teman-teman yang ia temui saat pendaftaran sekolah. Meskipun mereka belum lama kenal, Hana merasa sedikit lebih tenang karena memiliki teman-teman di sampingnya.

Ketegangan di lapangan terasa semakin memuncak ketika salah satu kakak pembina berjalan melewati barisan sambil memperhatikan atribut dan kelengkapan para peserta ospek. Sesekali, kakak pembina tersebut berhenti di depan seorang siswa yang atributnya tidak lengkap, dan memberi peringatan keras. Hana melihat Anggi, Wahyu dan Raynara saling berbisik pelan, mungkin membahas betapa tegasnya kakak pembina itu. Hana ikut tertawa kecil, meski gugup, tetapi mereka segera terdiam saat kakak pembina mendekat ke barisan mereka.

Setelah sesi perkenalan yang cukup singkat, acara ospek berlanjut dengan serangkaian tantangan fisik dan mental. Salah satu permainan yang paling menantang bagi Hana dan kelompoknya adalah tantangan memindahkan bola menggunakan tali. Mereka harus bekerja sama dengan baik agar bola tidak jatuh. Hana merasa gugup, tetapi melihat semangat Anggi yang begitu antusias, ia pun merasa lebih termotivasi. "Ayo, kita pasti bisa!" seru Anggi sambil mengatur posisi tali di tangannya.

Sayangnya, mereka sempat gagal beberapa kali, menyebabkan bola jatuh berulang kali. Hana dan teman-temannya tertawa melihat kelucuan itu, meskipun ada rasa kesal karena tidak bisa menyelesaikan tantangan dengan baik. Kakak pembina yang mengawasi memberikan instruksi tegas, tetapi juga memberikan semangat. "Ayo, jangan menyerah! Kalian bisa kalau bekerja sama!" teriaknya, membuat Hana merasa termotivasi kembali. Setelah beberapa percobaan, mereka akhirnya berhasil memindahkan bola dengan sukses.

Kegiatan ospek bukan hanya tentang permainan, tetapi juga melibatkan sesi-sesi yang lebih serius, seperti penjelasan tentang tata tertib sekolah, nilai-nilai yang dipegang sekolah, dan pentingnya disiplin. Di salah satu sesi ini, ketika seorang kakak pembina berbicara tentang pentingnya menghargai waktu, bekerja keras, dan disiplin, pikiran Hana langsung melayang ke rumah. Ia teringat papahnya, yang selalu menekankan hal-hal serupa. Kata-kata sang pembina seakan mengingatkannya pada percakapan dengan papah, dan Hana mulai menyadari bahwa mungkin semua disiplin yang diterapkan papahnya selama ini ada tujuannya. Meskipun sering merasa lelah dengan tuntutan yang tinggi, ia mulai memahami bahwa ada alasan di balik setiap aturan.

Setelah serangkaian tantangan dan sesi ospek selesai, Hana merasa lega. Kegiatan yang awalnya tampak menakutkan ternyata membawa banyak pelajaran. Ia tidak hanya belajar tentang pentingnya kerja sama tim dan ketahanan mental, tetapi juga memahami bahwa disiplin dan kesabaran adalah hal yang esensial untuk sukses di lingkungan baru ini. Perasaan takut dan cemas yang sempat melanda di awal ospek perlahan-lahan berubah menjadi rasa percaya diri. Hana menyadari bahwa meskipun sekolah ini menuntut banyak dari siswanya, ia merasa mampu menghadapi tantangan tersebut.

Hari-hari setelah ospek mulai terasa lebih rutin. Pelajaran dimulai, dan Hana berusaha mengikuti setiap mata pelajaran dengan tekun. Di kelas, ia duduk bersama Anggi, Raynara, dan Wahyu, dan persahabatan mereka semakin erat. Mereka sering berkumpul di kantin sekolah saat istirahat, makan bersama, dan berbagi cerita lucu. Hana merasa sangat beruntung memiliki teman-teman yang mendukungnya. Di tengah kerinduannya pada mamah yang jarang ada di rumah, keberadaan teman-teman barunya menjadi penawar kesepian yang sering ia rasakan.

Namun, kehidupan di SMP tidak hanya tentang bersenang-senang. Tuntutan akademis semakin terasa. Setiap hari, Hana harus menghadapi tugas-tugas yang lebih sulit dan materi pelajaran yang semakin menantang. Meskipun ia selalu berusaha keras, ada kalanya Hana merasa kewalahan. Di rumah, papahnya selalu mengingatkan pentingnya disiplin dalam belajar. "Ingat, Hana, jangan terlalu banyak main. Fokus sama pelajaran, ya. Nanti bisa ketinggalan kalau tidak serius," ujar papahnya suatu sore setelah ia pulang sekolah. Meskipun terkadang merasa lelah dengan semua tekanan, Hana tahu bahwa papahnya hanya ingin yang terbaik untuknya.

Di perpustakaan sekolah, Hana sering menghabiskan waktu bersama teman-temannya untuk belajar bersama. Suatu hari, mereka mendapat tugas matematika yang cukup sulit. Hana berusaha keras untuk menyelesaikan soal tersebut, tetapi tidak juga menemukan jawabannya. Anggi yang melihat Hana mulai frustasi segera menawarkan bantuan. "Tenang, kita coba sama-sama. Pasti bisa!" kata Anggi sambil menenangkan Hana. Dengan bantuan teman-temannya, Hana akhirnya bisa menyelesaikan tugas itu, meskipun butuh waktu dan kesabaran.

Meskipun ada momen-momen sulit, Hana belajar untuk menyeimbangkan antara kewajiban dan kesenangan. Ia menyadari bahwa masa SMP ini adalah waktu yang penting untuk tumbuh dan berkembang, tidak hanya dalam hal akademis, tetapi juga dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Meskipun ia merindukan mamahnya yang sering absen karena pekerjaan, Hana berusaha untuk tetap kuat dan menemukan kebahagiaan dalam keseharian yang ia jalani.

Di akhir hari, ketika Hana merenungkan semua yang telah ia lalui, ia merasa bahwa masa-masa SMP ini akan menjadi bagian penting dari perjalanan hidupnya. Setiap tantangan yang ia hadapi, baik di rumah maupun di sekolah, adalah batu loncatan menuju kedewasaan. Dengan dukungan dari teman-teman dan bimbingan dari papahnya, Hana merasa siap untuk menghadapi apa pun yang akan datang di masa depan. Meskipun ia masih merindukan mamahnya dan kadang merasa terbebani oleh ekspektasi, ia tahu bahwa setiap langkah yang ia ambil adalah bagian dari perjalanan panjang yang akan membentuk dirinya menjadi pribadi yang lebih kuat dan lebih bijaksana.

Tempat Kita BerlabuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang