One Last Look

389 60 8
                                    

Happy reading guys!

--ooOoo--

Keesokan harinya, setelah menyelesaikan pekerjaannya lebih cepat dari yang diperkirakan, Lyra memutuskan untuk diam-diam pergi ke stadion, tempat Mees bertanding. Meskipun dia tidak berjanji untuk datang, ada dorongan dalam dirinya yang membuatnya ingin melihat Mees bermain sekali lagi. Ia mengambil tempat di sudut tribun, cukup jauh dari keramaian, berharap bisa menonton tanpa diketahui.

Ketika pertandingan dimulai, Lyra merasakan detak jantungnya semakin cepat. Mees berada di lapangan, fokus sepenuhnya pada permainannya. Ia bergerak lincah, mengendalikan bola dengan percaya diri, seperti sosok yang dulu Lyra kenal saat mereka masih remaja. Sorakan penonton sesekali membahana, namun Lyra hanya terdiam, menikmati setiap gerakan yang diperlihatkan Mees di lapangan.

Tak lama kemudian, Mees, yang tengah berdiri di lapangan menunggu tendangan sudut, seakan-akan merasakan sesuatu. Pandangannya tiba-tiba beralih ke tribun, dan di sanalah dia melihatnya-Lyra. Mereka saling bertatapan untuk beberapa detik, dan meskipun jarak memisahkan, ada kehangatan yang terpancar dari senyum tipis di wajah Mees. Lyra menunduk sedikit, berusaha menyembunyikan senyumnya, merasa gugup karena ketahuan.

Pertandingan pun berjalan sengit. Mees memberikan yang terbaik, seperti ada tambahan semangat setelah mengetahui Lyra hadir di tribun. Ketika peluit panjang berbunyi, mengakhiri pertandingan, Mees tahu dia harus segera menemui Lyra sebelum semuanya berlalu begitu saja.

--ooOoo--

Usai pertandingan, Mees dengan cepat bergabung dengan timnya untuk memberikan salam kepada penonton, namun pikirannya sudah tertuju pada Lyra. Setelah peluit panjang berbunyi dan suasana stadion mulai mereda, Mees langsung menuju ke arah tribun tempat ia melihat Lyra sebelumnya.

Lyra sudah bersiap-siap untuk pergi, berharap bisa keluar tanpa menarik perhatian. Namun sebelum ia bisa melangkah terlalu jauh, Mees sudah berada di dekatnya. Ia tersenyum lelah namun penuh semangat, keringat masih mengalir di wajahnya, tapi matanya berbinar ketika melihat Lyra masih berdiri di sana.

"You really came," (Kamu benar-benar datang) ucap Mees, sedikit terengah-engah setelah berlari dari lapangan.

Lyra tersenyum kecil, mengangkat bahu. "It just so happened that the work finished early. I thought, why not?" (Kebetulan pekerjaan selesai lebih cepat. Aku pikir, kenapa tidak?)

Mees tersenyum lebar, terlihat jelas rasa senangnya. "I'm glad you came. It feels-different, knowing you're here," (Aku senang kamu datang. Rasanya-beda, saat tahu kamu ada di sini)

Lyra tertawa pelan. "I'm just watching from afar, Mees. You don't need to think too much about it," (Aku cuma nonton dari jauh, Mees. Kamu nggak perlu terlalu memikirkannya)

Tapi Mees menggeleng. "Still. It feels like the old days, when you were always there in the stands every time I competed," (Tetap aja. Rasanya seperti dulu lagi, waktu kamu selalu ada di tribun setiap aku bertanding)

Mereka berjalan keluar stadion bersama, menyusuri lorong panjang yang sepi. Perasaan nostalgia kembali menyelimuti, membawa mereka kembali ke masa-masa di mana segala sesuatu terasa lebih sederhana, sebelum karier dan impian membawa mereka ke jalan masing-masing.

Saat mereka sampai di luar stadion, Mees berhenti sejenak. "I can take you back to the hotel and airport, if you want," (Aku bisa nganterin kamu lagi ke hotel dan bandara, kalau kamu mau) tawarnya, meski terlihat lelah setelah pertandingan panjang.

Lyra tersenyum hangat namun menolak dengan lembut. "No need, Mees. You must be tired after playing. I can take a taxi," "
(Nggak usah, Mees. Kamu pasti capek setelah main. Aku bisa naik taksi)

Between Us | Mees Hilgers Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang