Bab 23: Kasih sayang secara diam-diam

27 3 0
                                    

Di tengah kegelapan malam, Xyon melangkah tanpa suara memasuki kamar Xienna. Mata merahnya yang tajam melembut saat melihat sosok rapuh yang tertidur di sudut ruangan. Wajah Xienna yang pucat basah oleh air mata, bahkan dalam tidurnya pun isakan kecil masih terdengar.

"Xienna..." bisik Xyon lirih, hatinya terasa teriris melihat kondisi gadis itu. Perlahan, ia berlutut di samping Xienna, mengamati setiap detail wajah yang begitu mirip dengan Ivory-nya.

Dengan gerakan selembut mungkin, Xyon mengangkat tubuh Xienna yang terasa sangat ringan di lengannya. 'Dia pasti tidak makan dengan baik,' pikirnya, menyadari betapa kurusnya tubuh gadis itu.

Xyon membaringkan Xienna di ranjang dengan hati-hati, seolah ia adalah porselen yang begitu rapuh. Tangannya yang dingin mengusap sisa air mata di pipi Xienna. Untuk sesaat, ia hanya berdiri di sisi ranjang, mengagumi wajah damai yang tertidur itu.

"Maafkan aku," bisiknya sambil menyelimuti tubuh Xienna dengan selimut tebal. "Aku terlalu sibuk dengan perasaanku sendiri hingga tidak menyadari penderitaanmu."

Setelah memastikan Xienna nyaman, Xyon tersenyum lembut - ekspresi yang jarang ia tunjukkan pada siapapun. "Xienna... selamat malam," ucapnya pelan sebelum menghilang dalam kegelapan.

Keesokan paginya, Xienna membuka mata perlahan. Kesadarannya mulai kembali, dan ia menyadari sesuatu yang aneh. Bukankah semalam ia tertidur di sudut ruangan? Mengapa sekarang ia berada di atas ranjang yang nyaman, terbalut selimut hangat?

"Bagaimana bisa..." gumamnya bingung, mencoba mengingat-ingat kejadian semalam. Namun yang ia ingat hanyalah rasa sedih dan air mata yang tak kunjung berhenti.

Saat itulah aroma lezat mengusik penciumannya. Xienna menoleh ke samping dan terkejut mendapati sebuah nampan berisi makanan tersaji di meja nakas. Ada roti panggang dengan mentega dan madu, sup krim jamur yang masih mengepul hangat, dan segelas susu segar.

Xienna menatap makanan itu dengan ragu. Pikirannya langsung teringat pada sikap para dayang yang membencinya. 'Mungkinkah... ini jebakan?' pikirnya was-was. 'Mungkin mereka menaruh racun dalam makanan ini...'

Namun perutnya yang keroncongan membuatnya berpikir ulang. "Toh..." bisiknya getir, "tanpa memakan racun pun, aku juga akan mati perlahan karena kesedihan ini."

Dengan tangan gemetar, Xienna mengambil sendok dan mencicipi sup krim jamur itu. Matanya melebar saat rasa lezat menyapa lidahnya. Tidak ada rasa aneh atau mencurigakan - justru ini adalah sup terenak yang pernah ia rasakan.

Tanpa ia sadari, di dapur istana yang sepi, Xyon baru saja selesai membersihkan peralatan masak yang ia gunakan. Sang kaisar vampir yang ditakuti telah menghabiskan pagi ini untuk memasak sendiri - sesuatu yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya.

"Yang Mulia!" seorang pelayan terkejut melihat Xyon di dapur. "Biarkan kami yang membereskan..."

"Tidak perlu," potong Xyon dingin, namun ada kilat kepuasan di matanya. "Dan jika aku mendengar ada yang menggangu Xienna lagi..." ia tidak melanjutkan kata-katanya, tapi ancaman dalam suaranya sudah cukup membuat pelayan itu gemetar ketakutan.

Kembali di kamarnya, Xienna menghabiskan sarapannya dengan lahap. Entah mengapa, setiap suapan terasa hangat dan menenangkan, seolah ada kasih sayang yang tercurah dalam setiap masakannya. Tanpa ia ketahui, Xyon mengawasinya dari balik bayangan, tersenyum puas melihat Xienna menikmati masakannya.

"Setidaknya," bisik Xyon pada dirinya sendiri, "biarkan aku melakukan ini untukmu, Xienna. Meski aku masih belum bisa menghadapimu secara langsung... meski kenangan tentang Ivory masih menghantuiku..."

The Villain Is Obsessed With Me Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang