Part 29. Canggung

154 13 4
                                    

☞ATMADJA'S TWIN SONS☜









Bella menggenggam tangan Seno yang saat ini tengah tertidur, karena sekarang sudah malam hari. Bahkan bisa termasuk larut karena sudah jam sepuluh malam, namun wanita itu masih belum bisa tidur.

Dia ingin terus menemani putra bungsunya, tak peduli seberapa sering suami dan putra sulungnya datang untuk mengajaknya istirahat.

Sedangkan Reno?

Pemuda itu kini sudah tertidur di sofa yang tersedia diruangan itu, dia tidak akan meninggalkan Seno tidur sendirian di ruangan ini. Dia akan menemani saudaranya, meskipun tempat tidur mereka berbeda.

"Bella, sudah ya sayang. Ayo kita tidur, kau juga butuh istirahat," Raymond kembali datang membujuk istrinya, mereka memesan penginapan disamping rumah sakit.

"Aku ingin menemani anak kita, Ray. Meskipun mereka tidak terlahir dari kandungan ku, aku tetap menyayangi mereka, aku merasa bersalah karena sudah bersikap buruk terhadap mereka," balas Bella dengan lirih.

"Jika kau sakit nanti, kau tidak akan bisa mengurus Seno sayang. Lebih baik istirahat dulu, ya!"  Bujuk Raymond.

"Lalu bagaimana dengan Reno?" Tanya Bella.

"Dia ingin menemani saudaranya disini, biarkan dia tidur disini." Jawab Raymond.

Dia datang sambil membawa bantal dan selimut untuk putra tengahnya itu agar sang anak tidur dengan nyaman dan tidak kedinginan.

"Ayo, kau bisa sakit nanti..." Ajak Raymond sekali lagi, dan kali ini diangguki oleh Bella. Pasangan suami istri itupun berjalan keluar dari dalam ruang ICU.








✿⁠ 
⁽⁠⁽⁠ଘATMADJA'S TWIN SONSଓ⁠⁾⁠⁾










"Pagi-pagi banget udah rapi aja nak..." Dania memandang putra bungsunya yang sudah berpakaian rapi.

"Aku mau jenguk Seno ke rumah sakit, ma. Kemarin dia dioperasi dan aku sama Rifky tidak bisa datang kesana karena sibuk dengan urusan kampus. Jadi mumpung hari ini libur aku sama Rifky akan kesana," balas Erland sambil mengambil makanan.

"Kakak antar ya!" Tawar Alden, namun Erland tersenyum tipis sambil menggelengkan kepalanya.

"Semalam kakak bilang ada meeting jam delapan pagi, kan? Aku nggak mau kakak telat gara-gara aku, apalagi kakak belum mandi,"  balas Erland.

"Dek..."

"Adek biar papa aja yang antar!" Ujar Varen.

"Nggak usah, pa. Aku dijemput sama Rifky. Kan nggak enak kalo dia datang jemput terus aku malah naik mobil lain," balas Erland. Semalam dia dan Rifky memang sudah janjian akan pergi ke rumah sakit untuk menjenguk sahabat mereka bersama-sama.

"Ya sudah kalau begitu, hati-hati dijalan ya! Bilang sama Rifky jangan ngebut bawa mobilnya!" Ucap Varen.

"Oke paaa..." Balas Erland.

"Tapi kok kamu kayak nggak semangat gitu sih?" Tanya Dania, sedari tadi dia memperhatikan suami dan anak-anaknya berbicara, ekspresi si bungsu seperti kurang bersemangat.

"Aku hanya merasa tidak enak saja, Ma. Jika bertemu mereka aku pasti akan selalu merasa bersalah. Aku terlalu gila untuk merencanakan penculikan itu untuk menyadarkan keluarga si kembar bahwa mereka sayang sama si kembar tanpa tau kalau salah satu dari mereka lagi sakit. Andai aja aku tau, mana mungkin aku lakuin itu." Erland mengatakan kekhawatirannya.

"Anak papa nggak salah kok, kamu kan nggak tau apa-apa sayang." Varen mencoba meyakinkan putra bungsunya kalau anaknya itu sama sekali tidak bersalah meskipun rencananya agak sedikit diluar nalar Varen.

Atmadja's Twin Sons (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang