Calon Pengantin

24 14 2
                                    

Tiya kembali ke Kos sudah cukup malam. Tubuhnya lelah sekali, ingin segera menjatuhkan tubuhnya ke kasur.

Tapi saat masuk ke pintu utama kos, dia melihat anak-anak yang lain sedang berkumpul di depan televisi. Mereka juga terlihat bersenda gurau, sambil memakan cemilan di hadapan mereka.

Karena cukup penasaran dengan pembahasan mereka yang sepertinya menarik, Tiya mengurungkan niatnya untuk ke kamar. Ingin bergabung dengan yang lainnya.

Dia mendekat ke arah mereka yang duduk di sofa. Di sana ada Raka, Dito, Sarah, Ayu, Bima, Nara dan juga Ravi yang baru kembali dari rumahnya sore tadi.

"Ada apa nih? Seru banget pembahasan?" Tiya mendudukkan dirinya di sofa, tepat di samping Dito yang sedang memakan keripik singkong, tanpa sungkan dia juga ikut mencomot keripik itu.

"Mbak ngapain sih duduk samping gue, Mbak buruan sana deh mandi dulu. Bau banget, baru balik kerja malah nempel-nempel," dumel Dito.

Tiya yang kesal dibilang bau, langsung menarik kepala Dito, dan ia benamkan ke area ketiaknya. "Nah, makan nih bau. Bawel banget jadi cowok."

"Hmphh, lepas woi mbak." Dito berusaha membebaskan dirinya dari kukungan cewek bar-bar itu. "Lo yah mbak, bener-bener jadi cewek nggak ada anggunnya. Pede banget nyiumin ketek busuk Lo itu ke gue."

Dua manusia itu beradu bacot, sedangkan yang lainnya hanya terkekeh melihat dua orang itu.

"Udah, nggak usah ribut. Kebiasaan kalian," tegur Mas Raka.

"Nih Mas, si betina satu ini emang kelainan," adu Dito.

Tiya mendelik, "Diem, Lo juga sama aja ya. Sini deh bagi makanan Lo. Gue lapar, Dit." tangannya berusaha meraih kemasan cemilan di tangan Dito, yang sengaja dijauhkan oleh pemuda itu.

"Enak aja, lapar ya makan. Beli sendiri, ini cemilan gue, Mbak."

"Ditoo! Lo pelit bangett!!!" Tiya agak meninggikan suaranya, sedangkan Dito acuh saja.

Ayu yang sejak tadi dia memperhatikan kelakuan mereka, akhirnya bersuara, "Mbak Tiya mau makan soto nggak? Tadi aku abis masak, yang lain juga udah makan," tawarnya.

Mengangguk antusias "Ya ampun, emang paling bisa diandalkan. Gue mau Yu, makasih yah," jawab Tiya.

"Bentar yah mbak, aku juga sekalian mau ngambilin buat Nara tuh. Dia juga belum makan." Ayu berlalu ke arah dapur untuk mengambil soto yang ia maksud.

Tiya mengangguk, lalu melihat ke arah Dito yang juga menatap ke arahnya. Dia memberikan tatapan mengejek karena walaupun tidak diberikan cemilan oleh Dito, tapi dia justru akan mendapat makanan yang lezat dari Ayu.

Seolah mengingat sesuatu Tiya pun bertanya. "Eh tadi pada ngomongin apa? Kok pas masuk tadi kayak lagi pada bahas kondangan gitu?

"Mas Raka, mau nikah."

Yang menjawab adalah Sarah, sedangkan yang bertanya belum menunjukkan reaksi apapun selama beberapa detik.

Bima yang melihat keterdiaman Tiya, menjentikkan jarinya tepat di depan muka Tiya. "Heh, Lo kenapa mbak? Kesambet?"

"Hah?"

"Yee malah makin bengong. Mingkem mbak, mulut Lo kemasukan nyamuk entar," ujar Bima lagi.

"Siapa?" tanya Tiya kemudian dengan suara pelan.

Sarah yang kebingungan dengan pertanyaan Tiya, justru bertanya balik, "Siapa apa mbak?"

"Itu yang mau nikah?"

Tanpa sadar orang-orang yang berada di sana, saling bertatapan. Satu hal yang dalam pikiran mereka, Tiya mungkin tidak mendengar dengan jelas tentang informasi yang disampaikan oleh Sarah tadi, sehingga membutuhkan beberapa penjelasan lebih jelas.

"Mas yang mau nikah, Tiya." Kali ini Raka yang menjawab.

Seolah tersadar dengan suara itu, Tiya menatap ke arah Naka dengan pandangan tak terbaca. Dito yang di sampingnya juga melihat tatapan itu. Entahlah, sepertinya Dito bisa menyimpulkan sesuatu.

Tiya meneguk ludahnya kasar, "Ah maaf, Mas. Tadi aku agak kaget. Mas mau nikah sama siapa?" tanyanya.

Kembali, orang-orang di sana saling bertatapan. Bingung dengan pertanyaan Tiya, yang sedikit tidak nyambung.

"Mas Raka mau nikah sama pacarnya." Ravi yang menjawab, karena melihat kebingungan orang-orang di sana untuk menjawab pertanyaan Tiya.

"Bener, Mbak. Mas Raka kan punya pacar. Jadi nikah sama pacarnya lah." Sarah juga menambahkan.

Seolah menyadari sesuatu, Tiya berujar, "Oh iya, gue seketika lupa kalau Mas Raka punya pacar. Selamat yah Mas Raka, semoga pernikahannya dilancarkan." Tiya mengulurkan tangannya ke arah Raka, dengan maksud memberikan selamat, yang disambut baik oleh Raka.

"Makasih, Tiya," ujarnya, tersenyum hangat ke arah Tiya, yang hanya dibalas dengan senyuman.

Dua orang pemuda yang menyaksikan itu seolah memahami sesuatu, mereka saling bertatapan lalu salah satu diantaranya, berbisik pelan hampir tidak terdengar. Bibir itu bergerak seolah mengeluarkan kata "fake".

Ayu yang baru datang dari arah dapur, membawa nampan yang terisi oleh dua mangkuk soto. Meletakkan nampan itu di hadapan Tiya. "Ayo mbak, makan."

Dia juga melirik ke arah Nara, memberikan kode agar gadis itu bergabung ke sisi kiri Tiya yang kosong. "Dit, kamu agak geser ke kanan dong, supaya Nara muat di samping mbak Tiya."

Nara yang tadinya duduk di samping Sarah di sofa seberang, lantas berdiri mengikuti instruksi Ayu. Namun, belum juga ia mendudukkan dirinya, Tiya sudah berdiri, membuat yang lain melirik ke arah perempuan itu.

Nara juga ikut bingung, kenapa Tiya berdiri. Bukankah mereka akan makan?

"Gue nggak jadi lapar, Gue ke atas dulu yah. Bener kata Dito, badan gue udah bau. Maaf," ujarnya cepat, lantas meraih tas selempang yang tadi di simpan sembarangan di belakang sofa, lalu sedikit berlari menaiki tangga.

Semua menatap kepergian Tiya dengan pandangan bingung. Terlebih Ayu yang sudah susah payah menyiapkan makan untuk perempuan itu. "Nggak jadi lapar?" beonya pelan.

Nara yang juga kebingungan hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia jadi berpikir, apakah dia melakukan kesalahan? Perasaan dia tidak melakukan apa pun. Atau Nara tidak menyadarinya?

Dito yang melihat kebingungan Nara yang masih terus berdiri segera menarik tangan Nara agar duduk. "Makan aja, Ra. Betina satu itu emang agak kelainan."

"Yu, ini mangkuk satunya buat gue aja yah. Daripada buat si betina satu itu," lanjutnya lagi meminta izin pada Ayu, untuk memakan bagian Tiya.

"Eh jangan, Dito. Entar kalau Mbak Tiya lapar gimana," cegah Ayu.

Dito menggeleng, "Percaya kata gue, Yu. Dia nggak bakal makan. Entar kalau lapar dia pesan online aja."

Ayu akhirnya mengangguk pasrah saja. Ia sebenarnya penasaran dengan sikap Tiya. Namun, tetap mencoba berpositif thinking.

Nara dan Dito makan dengan tenang. Sedangkan yang lainnya, satu persatu berpamitan untuk masuk ke dalam kamar.

Begitu juga Raka, namun tanpa di sadari oleh Nara dan Dito yang asik makan soto, Raka menatap lama ke arah tangga, sampai kemudian masuk ke dalam kamarnya sendiri.

***

Hiii
Komennya guys, maaf yah kalau banyak typo :)

PlayKiss in KosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang