Jorok Banget

17 12 8
                                    

"Mas Raka, hati-hati yah. Sarah doain semoga lamarannya lancar," ujar Sarah yang diamini oleh penghuni kos yang lain.

Pagi ini mereka semua berkumpul di lantai bawah, untuk melihat Raka yang akan berangkat ke Makassar, minus Arion tentu saja.

Raka tersenyum cerah mendengar doa-doa anak kos. Lalu berbalik ke arah Ravi, "Rav, titip kosan yah. Kalau listrik habis hubungin aja."

Ravi mengangguk, "Siap. Tenang aja."

Mereka semua lalu mengantar Raka ke depan. Pria itu tersenyum, lalu mulai memasuki mobilnya yang dibangku kemudi sudah ada Bima yang siap mengantar ke bandara. Perlahan mobil itu, keluar dari wilayah kos.

Tiya yang menyaksikan itu merasakan denyut sakit di hatinya. Namun, perlahan dia akan berusaha menghilangkan perasaan untuk Raka itu.

Dito merangkul Tiya, "Mbak, Lo pasti bisa move on," bisiknya pelan yang hanya didengar oleh Tiya sendiri.

"Gue udah move on kok," ujar Tiya.

Dito terkekeh, "Nggak percaya, secepat itu."

"Nggak percayaan." Tiya menunjukkan ponselnya yang menampilkan percakapan teks dengan seseorang. "Nih, cowok yang dikenalin Mas Raka. Ganteng orangnya."

Dito melotot melihat itu, "Gila, gercep juga," responnya tidak menyangka.

***

Berhubung hari ini adalah hari Minggu. Para penghuni Kos libur dan semua berada di Kos, minus Raka tentu saja.

Seperti biasa, Ayu berkutat dengan bahan-bahan masakan di dapur. Bahan-bahan itu dibeli hasil dari patungan para penghuni kos, yang kebetulan selalu pergi ke pasar bersama. Tak jarang di antara mereka ada yang dengan ikhlas membeli bahas masakan, yang memang dikhususkan untuk makan bersama.

Karena Ayu hobi sekali memasak, sering kali dia yang mengambil alih untuk memasak bahan-bahan itu.

"Masak, Yu?"

"Eh Mas Ravi. Iya nih lagi masak."

"Mas mau keluar?" tanyanya, memperhatikan Ravi yang tampak rapi sekali dengan kemeja batik dan celana bahan berwarna hitam.

Ravi menggeleng sambil membuka kulkas dan mengambil botol air di dalamnya, "Nggak jadi, Yu. Rencana mau ke kondangan teman. Tapi ada insiden, calon pengantin cowoknya terlibat kecelakaan. Jadi harus dilarikan ke rumah sakit."

Tangan Ayu yang tadinya fokus memotong sayur, berhenti sejenak. Tertegun dengan perkataan Ravi. Ada keresahan di sana.

Menyadari keterkejutan Ayu, Ravi meletakkan gelas di atas meja dengan pelan setelah meneguk airnya. "Kenapa, Yu?"

Ayu menggigit bibirnya resah sambil menggeleng. "Enggak, Mas. Cuman khawatir aja. Ujiannya yang mau nikah tuh ada-ada aja yah. Mas Raka mau nikah, semoga semuanya lancar sampai hari-H."

Ravi mengangguk paham atas kegundahan Ayu terhadap Raka, yang memang mereka sudah anggap seperti kakak sendiri. "Kita berdoa, Yu. Semoga pernikahannya dilancarkan."

Ayu mengamini perkataan Ravi, lalu kembali fokus dengan kegiatan memasaknya.

"Aku bisa bantu apa, Yu?" tanya Ravi kemudian.

Ayu lantas melihat ke arah Ravi. "Emang Mas Ravi bisa bantu aku?"

Ravi terkekeh, lalu mengangguk meyakinkan, "Bisa, Kok. Kan pernah masak juga sebelumnya."

Ayu tampak berpikir sejenak, lalu melempar senyum ke arah Ravi. "Yaudah boleh deh, Mas. Kebetulan aku belum bersihin ayamnya." ujar Ayu sambil melirik ayam yang berada di wastafel, "Mas bisa bantu aku bersihin ayamnya dulu, kan?"

Ravi tentu saja tidak keberatan, segera dia beranjak ke arah wastafel. Tangannya sudah akan bergerak menyentuh potongan ayam di sana. Namun, perkataan Ayu menginterupsi kegiatannya itu.

"Eh Mas, tunggu dulu."

"Kenapa, Yu?"

"Mas nggak mau ganti pakaian dulu?" tanyanya.

Ravi tersadar, lalu memperhatikan pakaiannya sejenak. "Astaga lupa, Yu. Mas gantian dulu. Tunggu, ya." Ravi langsung bergegas naik ke kamarnya untuk mengganti pakaiannya.

Ayu memperhatikan itu dengan pandangan lucu sambi geleng kepala. Senyuman juga tidak pudar di bibirnya.

***

Duk..Duk..Duk..

"Ditooo!!! Bangun nggak, Lo. Mau makan nggak?"

Ceklek

Dito muncul dengan muka khas bangun tidur.  Menatap Tiya dengan tatapan kesal karena menganggu tidurnya.

"Lo nggak sopan banget mbak. Ketuk pintu bisa lebih pelan nggak? Pintunya rusak, gue laporin ke Mas Raka."

"Nggak usah lebay, pintunya nggak bakal rusak. Lagian Lo sih, jam 1 tidur. Ketahuan banget nggak sholat."

Dito memberenggut, "Kayak Lo sholat aja, mbak."

Tiya memprotes, "Gue sholat yah, walaupun bolong-bolong. Udah ah, buruan ke bawah. Makan, Ayu udah masak."

Dito kemudian berbalik, hampir saja Tiya protes jika tidak melihat langsung Dito ke arah kamar mandi melalu pintu kamar yang terbuka. Mungkin Dito pergi untuk mencuci muka, pikir Tiya.

Mereka berdua pun turun ke lantai bawah. Tiya dan Dito terkejut dan saling menatap. Sesuatu yang mereka lihat adalah kejutan yang luar biasa di siang yang terik ini.

Di antara yang lainnya, ada sosok yang selama ini seperti enggan untuk bercengkrama. Sungguh luar biasa sekali.

Di sana ada Arion, yang duduk di samping kanan Ravi. Pria itu sepertinya akan makan bersama mereka. Dan dalam jangka waktu hampir dua bulan tinggal di Kos Pratama, ini pertama kalinya Arion akan makan bersama mereka.

Suasana cukup canggung, karena aura Arion yang dingin. Bima, Dito dan Tiya yang biasanya selalu tidak bisa diam, tiba-tiba menjadi kalem. Dan itu dikarenakan mimik wajah Arion yang datar dan tidak ramah.

"Kok pada diem? Biasanya ribut." celetuk Sarah, membuat Tiya yang berada di samping kanannya menyenggol lengan kanan Sarah.

"Mbak Tiya kenapa? Kok nyenggol lengan aku?"

Astaga, bocah satu ini sungguh sulit di kontrol. Tidak  sadarkan dia dengan suasana canggung di sana.

Pertanyaan polos Sarah, sontak membuat orang-orang di sana melihat ke arah Tiya, termasuk Arion. Tiya yang ditatap orang di sana, hanya memperlihat wajah tak berdosanya, bingung mau merespon apa.

Ravi yang tidak tahan dengan kecanggungan langsung saja menggunakan momen itu, agar momen akward itu segera berlalu. "Kenapa Tiya? Ayamnya nggak enak yah?"

Tiya menggeleng panik atas pertanyaan Ravi, "Hah? enggak kok. Masakan Ayu nggak mungkin nggak enak," jawabnya sambil memasukkan sesuap nasi dan ayam ke dalam mulutnya.

"Tapi itu Mas Ravi yang masak."

Uhukk...

"Anjing..."

Jawaban itu membuat Tiya tersedak, makanan dimulutnya tersembur ke arah Bima yang duduk di hadapannya, tepat di samping kiri Ravi.

"Lo jorok banget, Mbak," gerutu bima, sambil mengibas-ngibas bajunya agar tidak ada biji nasi yang menempel.

Ayu yang duduk di samping kanan Tiya, namun di sisi yang lain, buru-buru menyodorkan minum ke arah Tiya yang masih terbatuk.

"Gue nggak sengaja. Nggak usah lebay."

Dito yang duduk di sisi kiri Sarah ikut berujar. "Lo yang lebay mbak. Mas Ravi kan emang bisa masak. Kayak nggak tau aja."

Yang lainnya hanya mengangguk, selain Arion dan Nara yang sejak tadi hanya menunduk, melihat makanannya.

"Kagak usah nyudutin gue. Gue nggak sengaja," ujar Tiya garang.

Namun, pada akhirnya terjadilah adu bacot di antara Bima, Dito dan Tiya dengan Sarah yang menambah bumbu-bumbu perseteruan. Sedangkan Ayu dan Ravi, hanya menimbrung sesekali, kebanyakan ikut tertawa saja.

Berbeda dengan Arion yang hanya menyimak dengan santai. Lalu Nara, yang mati-matian menahan kegugupan dan perasaan tidak nyaman di sana.

PlayKiss in KosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang