Mabuk

9 7 7
                                    

***
Ravi melihat Nara berdiri di depan kamarnya sendiri. Gadis itu memegang sebuah bola lampu, yang terlihat masih baru. Di samping pintu gadis itu, terdapat sebuah tangga.

"Mau pasang lampu, Ra?" tanyanya.

Nara melihat ke arah Ravi, yang berdiri di depan pintu kamarnya. "Eh, iya. Semalam lampunya mati."

Ravi, bergerak mendekat ke arah Nara. "Sini Ra. Mas bantuin."

Pria itu bergerak mengangkat tangga, untuk masuk dalam kamar Nara. Di ikuti oleh Nara sendiri dari belakang. Berhenti di tengah-tengah, tepat di bawah lampu kamar.

Pria itu, sudah akan bergerak menaiki tangga. Namun, di cegah oleh Nara. "Bukan lampu yang itu, Mas."

"Oh bukan yah? Terus yang mana, Ra?" tanyanya.

Ragu-ragu Nara berucap. "Itu Mas, yang di kamar mandi."

"Oh yang di kamar mandi." Ravi bergerak ke arah kamar mandi, disusul Nara.

Pria itu mulai membantu mengganti bola lampu Nara, yang rusak.

Ravi ini memang selalu ada, saat Nara membutuhkan. Membuat Nara merasa hangat atas perlakuan pria itu.

"Ini udah, Ra. Lain kali jangan sungkan kalau mau minta bantuan," ujar Ravi, tersenyum hangat kepada gadis itu.

Dibalas senyum juga oleh Nara. "Iya, Mas. Makasih yah, udah bantuin."

Selanjutnya, terjadilah percakapan yang mengundang tawa di antara keduanya. Namun, karena pintu yang terbuka lebar. Keduanya malah disalahpahami oleh seseorang.

Posisi Ravi dan Nara yang berbincang hangat di depan pintu kamar mandi, cukup mengundang keresahan di hati seseorang itu.

Tadinya ia akan pergi ke rumah muridnya seperti biasa. Namun, terhenti karena melihat itu tepat di depan pintu kamarnya.

Tidak ingin berlama-lama, seseorang itu berlalu dari sana. Tanpa menyapa dua orang yang sedang berbincang itu.

***

Brak

Brak

"ANJING."

"CEWEK ANJING, BANGSAT."

Tiya yang baru saja berniat untuk ke bawah, terkejut dengan gebrakan pintu kamar, tepat di samping kamarnya.

Keterkejutannya bertambah, melihat penampilan amburadul Bima. Pria itu tampak memukul pintu kamarnya sendiri, dengan kondisi rambut gondrongnya yang berantakan dan muka yang terlihat memerah.

"Ck, Lo kenapa sih? Udah tengah malam. Nggak usah bikin gaduh," tegur Tiya, mendekat ke arah Bima, sedangkan si empu hanya melirik ke arah Tiya sejenak, lalu menyandarkan kepalanya di daun pintu.

"Bau minuman. Lo mabuk?" tanya Tiya memicingkan matanya. Sebenarnya tanpa ditanya pun jawabannya sudah jelas.

Ceklek

Pintu kamar Ravi terbuka, disusul dengan langkah pelan pria itu. Menghampiri Tiya yang pusing, melihat kelakuan Bima.

"Kenapa?" tanya Ravi pelan. Ia tahu Bima mabuk, namun maksud dari pertanyaannya adalah alasan kenapa pria itu mabuk.

Sedangkan Tiya, hanya mengangkat bahunya bingung. Heran juga dengan kelakuan Bima. Walaupun urakan, ini kali pertama Bima pulang ke kos dalam kondisi hampir teler seperti ini.

Tidak lama, Dito juga muncul di sana. Walaupun dengan mata yang terlihat menahan kantuk.

"Udah gue duga. Tuh cewek emang nggak bener," gumamnya tanpa sadar, saat dia sudah tepat berada di samping Tiya.

Sontak hal itu membuat Tiya beralih menatapnya, seolah bertanya.

Karena tak ingin memberikan jawaban yang ia rasa bukan ranahnya, Dito lebih memilih diam saja. Sedangkan Tiya yang tidak mendapat respon, hanya memutar matanya malas.

"Ehemm, Bim. Kunci kamar Lo, mana?" Ravi yang bertanya, ia berpikir tidak baik jika mereka harus membiarkan Bima yang mabuk, tetap berada di luar kamar.

"Ck."

Beberapa detik tak mendapatkan jawaban. Tiya berinisiatif, menarik paksa tas ransel Bima, dari bahu pria itu. Kemudian menggeledah tas itu, sampai mendapatkan apa yang dia cari.

"Tarik dia Dit. Gue mau buka dulu pintunya," titah Tiya pada Dito.

Dito akhirnya bergerak menarik tubuh tegap Bima, yang sejak tadi setia menyandarkan dahinya pada daun pintu.

"Cewek sialan. Gue kurang apa, bangsat?" gumaman sumpah serapah masih terus senantiasa keluar dari bibir pemuda yang setengah sadar itu.

Setelah pintu berhasil dibuka. Dito dan Ravi memapah Bima untuk masuk ke dalam kamar, lalu meletakkannya di kasur.

"Mas Raka jangan sampai tau. Kayaknya Bima lagi ada masalah. Kasian kalau dia harus kena teguran," peringatan Ravi.

Dito dan Tiya hanya mengangguk. Tidak suka melihat keadaan Bima begini, tapi di sisi lain mereka ikut prihatin.

Beberapa menit saat Bima sudah mulai tertidur. Ravi berpamitan lebih dulu untuk kembali ke kamar. Kemudian di susul oleh Tiya. Tersisa Dito sendiri.

Sejenak pemuda itu menatap ke sekeliling kamar Bima, lalu menggeleng pelan.

"Padahal gue udah peringatan Lo dari lama," gumamnya pelan, lalu kakinya melangkah keluar kamar.

Mengunci kamar Bima dari luar dan tanpa ragu membawa kunci kamar pemuda itu bersama dengan dirinya.

Toh, daripada pemuda mabuk itu mengacau, kalau misalnya tiba-tiba terbangun. Pikir Dito, demikian.

***

Hueekk

Hueekk

Pagi sekali, Bima sudah muntah-muntah di toilet kamarnya. Isi perutnya keluar semua, menyisakan rasa perih diperutnya yang kosong.

"Sialan," desisnya, ketika merasakan kepalanya sakit luar biasa, begitu pun perut tidak nyaman. Belum lagi ingatannya berputar pada saat ia menyaksikan kekasihnya berselingkuh, tadi malam. Kepalanya seperti ingin meledak saja.

Dengan tertatih kakinya melangkah keluar kamar mandi. Berjalan ke arah pintu kamar. Ia butuh air.

Sekali, dua kali, sampai berkali-kali memutar kenop pintu. Pintu itu tidak berhasil terbuka, padahal tidak ada kunci yang menggantung di sana. Ia berpikir bahwa semalaman pintunya tidak terkunci, namun sepertinya dugaannya salah.

"Woy, bukain pintu gue!!" teriaknya dari dalam kamar.

Hening, tidak terdengar suara apa-apa dari luar sana. Sepertinya yang lain masih tertidur, mengingat ini masih pagi sekali.

Huftt

Bima menghela nafas kasar. Karena tindakannya tadi malam, dia harus menunggu sampai seseorang membukakannya pintu.

Sebenarnya tepat di samping pintu ada ada jendela. Tapi sayang, beberapa hari sebelumnya, Bima sudah memakunya dari luar. Alasannya, karena jendela kamarnya ini sulit sekali ditutup. Sehingga ia sudah meminta izin pada Raka, anggar jendela itu ditutup untuk seterusnya saja.

Sekarang, Bima sudah mulai menyesali hal itu.

****

Hii, jangan lupa vote yah

PlayKiss in KosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang