chapter 1

83 6 6
                                    

Matahari mulai tenggelam, mewarnai langit dengan semburat jingga. Aku melangkah pelan menuju supermarket dekat rumahku, tempat yang ditentukan oleh Sasuke. Hati ini berdetak semakin cepat dengan setiap langkah mendekati tempat itu. Di depan supermarket, Sasuke sudah menunggu. Pria dengan mata onyx yang tajam dan rambut hitam berantakan itu masih memiliki aura yang memikat. Seketika, perasaan lama yang ingin kubur dalam-dalam muncul kembali ke permukaan.

"Sakura," sapa Sasuke dengan suara rendah. Ada ketegangan yang jelas di antara kami, ketegangan dari luka lama yang belum sembuh.

"Sasuke," jawabku datar, mencoba menyembunyikan kegugupanku. "Apa yang perlu kita bicarakan?"

Sasuke menarik napas dalam-dalam. "Kita perlu berbicara tentang apa yang terjadi antara kita, dan bagaimana kita bisa melanjutkan."

Hening sejenak. Kata-kata itu menggantung di udara, membuatku merasa seakan waktu berhenti. Keheningan ini terasa berat, seperti batu yang menekan dada.

"Maksudmu?" tanyaku akhirnya, suaraku hampir berbisik.

"Aku tahu kita punya banyak masalah, dan aku minta maaf. Tapi aku tak bisa terus seperti ini tanpa berbicara denganmu, tanpa mencoba memperbaikinya," jawab Sasuke dengan ketulusan yang jarang terlihat.

Kata-katanya menusuk hati. Aku merasakan campuran emosi yang mendalam—harapan, keraguan, kemarahan, dan sedikit kebahagiaan. Tapi aku tahu, untuk bisa melangkah maju, kami harus menghadapi masa lalu kami.

"Sakura," lanjut Sasuke dengan suara yang semakin berat, "ada sesuatu yang harus kukatakan padamu." Dia tampak semakin tegang, seperti ada beban besar yang hendak ia lepaskan.

Sakura menatapnya, merasa ada sesuatu yang serius akan diungkapkan. "Apa itu, Sasuke?"

"Aku... aku pernah tidur dengan Karin. Itu terjadi begitu saja, dan—kita sama-sama mau," kata Sasuke dengan suara yang nyaris berbisik namun tegas.

Kata-katanya menghantamku seperti petir di siang bolong. Dunia seakan runtuh di hadapanku, tubuhku terasa berat, dan perasaan rasaan sakit itu menyeruak ke permukaan. Air mata menggenang di mataku, namun aku berusaha menahannya. Tidak disangka kalimat tersebut benar diakui olehnya. Meskipun aku mengetahuinya, mendengar pengakuan itu langsung dari mulutnya membuat luka di hatiku semakin dalam.

Dengan sekejap, perasaan marah yang terpendam meledak dalam diriku. "Bagaimana bisa kamu melakukan ini padaku, Sasuke? Pada kita?" teriakku, suaraku bergetar dengan kemarahan yang tak terbendung. "Dia sahabatku! Bagaimana bisa kamu mengkhianati aku seperti ini?"

Sasuke menundukkan kepalanya, tak sanggup menatap mataku yang kini penuh dengan air mata dan kemarahan. "Aku tahu, Sakura. Dan aku sangat menyesal. Aku tahu itu tak bisa diperbaiki, tapi aku ingin kita bisa memulai dari awal."

"Memulai dari awal? Bagaimana mungkin, setelah apa yang kamu lakukan?" Aku menggelengkan kepala, merasa tak percaya dengan apa yang kudengar. "Kamu menghancurkan segalanya, Sasuke. Segalanya!"

Kata-kata Sasuke hanya menambah rasa sakit yang kurasakan. Bagaimana mungkin dia bisa mengkhianatiku seperti ini? Luka di hatiku begitu dalam, seolah tak ada lagi yang bisa mengobatinya.

"Aku butuh waktu, Sasuke. Aku tak bisa menerima ini begitu saja," kataku akhirnya, suaraku bergetar dengan kemarahan dan kesedihan. "Pergi dari sini, aku tidak ingin melihatmu lagi untuk sementara waktu."

Sasuke mengangguk pelan, tak mampu berkata apa-apa lagi. Dia berdiri, wajahnya penuh dengan penyesalan. "Aku mengerti, Sakura. Aku akan memberimu waktu yang kamu butuhkan."

Dengan air mata yang membasahi wajahku, aku berbalik dan berjalan menjauh, meninggalkan Sasuke dengan perasaan yang hancur. Mentari sore yang mulai tenggelam terasa lebih redup dari biasanya, seolah sinarnya memudar di tengah keputusasaan yang melingkupi kami. Rasanya seolah seluruh dunia turut merasakan beban yang saat ini aku pikul di pundakku.

Setiap langkah yang kuambil terasa begitu berat, seakan kakiku terseret oleh beban emosi yang menghantam seperti gelombang pasang. Sore itu, angin yang biasanya hangat kini terasa menusuk dingin, mencerminkan kekosongan yang kini menghuni hatiku. Air mata terus mengalir, membentuk jejak basah di pipiku yang sembab. Sesekali, isak tangis tak tertahankan memecah keheningan, menggema di antara gedung-gedung yang berdiri bisu.

Pikiran tentang pengkhianatan Sasuke terus berputar di kepalaku, menghantam kesadaranku dengan keras dan tak kenal ampun. Kata-katanya seakan terpatri di benakku, menggoreskan luka yang sulit sembuh. "Aku pernah tidur dengan Karin. Itu terjadi begitu saja, dan-kita sama-sama mau." Mendengar pengakuan itu langsung dari mulutnya membuat semua kenangan buruk mengapung kembali ke permukaan, menghancurkan setiap harapan yang pernah ada.

Setiap kali aku mengingatnya, hatiku terasa diremukkan lebih dalam. Bayangan Karin, sahabat yang dulu begitu dekat, kini menjadi sosok yang tak terpisahkan dari rasa sakit ini.

Bagaimana bisa dia melakukan ini padaku? Bagaimana bisa Sasuke, orang yang begitu kucintai, memilih untuk mengkhianatiku dengan cara sekeji itu? Langkahku membawaku ke sebuah taman kecil yang sepi. Aku duduk di bangku kayu yang dingin, membiarkan air mata mengalir tanpa henti.

Hanya ada langit jingga yang menyaksikan kepedihanku, memancarkan cahaya lembut yang terasa kontras dengan kekacauan di dalam hatiku. Dalam keheningan sore, aku merenungkan setiap detail hubungan kami-masa- masa indah yang dulu begitu manis, sekarang terasa pahit seperti racun. Aku tahu bahwa cerita yang kami tulis ini penuh dengan luka dan pengkhianatan. Rasanya hampir tak mungkin untuk memperbaiki semuanya.

Terlalu banyak yang telah rusak, terlalu banyak kepercayaan yang hancur. Namun, di balik semua itu, ada bagian dari diriku yang masih mencintai Sasuke, bagian yang berharap suatu hari nanti kami bisa menemukan cara untuk menyembuhkan luka ini.

Di dalam hatiku, aku bertanya-tanya apakah aku mampu memaafkannya, apakah aku mampu melupakan semua rasa sakit ini. Mungkin waktu akan memberikan jawabannya, atau mungkin kami memang ditakdirkan untuk berjalan di jalan yang berbeda. Namun, satu hal yang pasti-aku harus menemukan kekuatan dalam diriku untuk melanjutkan hidup, untuk mencari kembali cahaya yang hilang.

Sasuke tetap berdiri di sana, di tengah terang mentari yang semakin redup, menyaksikan kepergianku. Aku tahu dia juga merasa hancur, merasa bersalah atas semua yang telah terjadi. Tapi kali ini, aku tak bisa lagi memikirkan perasaannya. Aku harus memikirkan diriku sendiri, harus menemukan cara untuk bangkit dari kehancuran ini.

Sore semakin larut, dan angin terasa semakin dingin. Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diriku. Aku tahu perjalanan ini belum berakhir, dan mungkin akan ada lebih banyak rasa sakit di depan. Tapi aku juga tahu bahwa aku harus terus berjalan, harus menemukan kekuatan dalam diriku untuk menghadapi hari esok.

Dan di bawah langit sore yang mulai gelap, dengan sinar mentari yang kini terasa jauh, aku berjanji pada diriku sendiri untuk mencari kembali cahaya yang hilang. Untuk menemukan jalan keluar dari kegelapan ini, apapun yang terjadi. Cerita ini mungkin baru saja
dimulai, tapi aku siap untuk menjalani setiap langkahnya, dengan hati yang
terluka tapi tidak terkalahkan.

RepeatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang