chapter 5

40 3 3
                                    

Flashback off

"Aku merindukanmu, Sasuke," gumam Sakura pelan, suaranya lirih namun penuh emosi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Aku merindukanmu, Sasuke," gumam Sakura pelan, suaranya lirih namun penuh emosi. "Waktu kita bersama memang tak lama, tapi aku tak pernah melupakannya." Air matanya jatuh, mengalir perlahan di pipinya, membasahi kenangan yang tak akan kembali.

Sakura mengenakan sweater hitam longgar yang menyelubungi tubuh mungilnya, dipadukan dengan celana jins biru pudar. Surai pendek sebahunya yang tertiup angin seolah menari bersama debur ombak. Ia duduk di pinggiran beton, memandang kapal kecil yang bergoyang lembut di permukaan laut biru keemasan. Suara angin menyapa, membawa aroma asin khas pantai yang mengiringi kesendiriannya.

Tangisan Sakura jatuh tanpa henti, menggema dalam keheningan senja, membasuh luka yang tak kunjung sembuh.

Di jalanan yang berdebu itu, Sakura berharap ia datang. "Katakan padaku bahwa semua ini tidak benar," bisiknya dalam hati yang penuh harap.

Sakura menggigit bibirnya, berusaha menahan isak yang terasa semakin menyakitkan. Cahaya senja yang merona oranye membalut tubuhnya yang duduk sendirian di atas beton tepi pantai. Lautan bergelombang kecil di depannya memantulkan sinar matahari yang perlahan tenggelam, seolah dunia ini tahu betapa berat beban yang tengah ia pikul.

"Kenapa semuanya harus begini?" gumamnya pelan, angin sore membawa suaranya entah ke mana. "Kenapa kau meninggalkanku seperti ini, Sasuke?"

Sweater longgar yang ia kenakan berkibar lembut, angin sore terus membelainya, namun dinginnya tak mampu menandingi kehampaan di dalam hati. Surai pendek sebahunya bergerak mengikuti arah angin, menutupi sebagian wajahnya yang terlihat lelah. Mata hijau zamrudnya memandang kosong ke arah kapal-kapal kecil yang terombang-ambing di tengah laut.

Senja yang seharusnya indah kini menjadi saksi bisu akan kehancuran hatinya. Sakura menunduk, menatap lututnya yang ditekuk, dan air mata yang tak dapat ia bendung lagi jatuh satu per satu, membasahi lengannya.

"Sasuke... aku merindukanmu," bisiknya, tangannya gemetar meremas ujung sweater-nya. Perasaan rindu itu menyiksa. "Waktu yang kita habiskan tak pernah lama, tapi semuanya begitu berarti."

Ia menarik napas panjang, tapi udara sore tak cukup untuk memenuhi kekosongan di dadanya. Kapal kecil di depannya seolah melambangkan dirinya—terombang-ambing tanpa arah di tengah lautan luas.

Tangisan Sakura jatuh makin deras, mengguncang tubuhnya yang mungil. Seolah seluruh penyesalan, amarah, dan kesedihan berbaur menjadi satu. Jalanan berdebu di belakangnya tetap sunyi, tak ada tanda-tanda bahwa Sasuke akan datang, membawa jawaban yang ia rindukan.

"Katakan bahwa semua ini tidak benar, Sasuke," bisiknya lagi. Tapi tak ada suara lain selain deru angin dan ombak.

Senja perlahan memudar, menggantikan warna oranye terang dengan bayangan keunguan. Sakura masih terpaku di tempatnya, tubuhnya tak bergeming meski angin semakin kencang menghembuskan udara dingin dari laut. Hanya suara ombak kecil dan kapal yang terayun perlahan menjadi irama yang menemani lamunannya.

Ia memejamkan matanya sejenak, mencoba mengingat setiap detail wajah Sasuke—mata hitam pekatnya yang selalu terlihat tajam namun penuh misteri, senyum tipisnya yang jarang sekali muncul namun selalu berhasil membuatnya merasa dihargai. Rasanya semua itu kini terlalu jauh, seperti mimpi yang tak nyata.

Ia kembali memandang laut. Kapal-kapal kecil itu terus bergerak, mengikuti alunan gelombang. Entah kenapa, Sakura merasa dirinya seperti salah satu dari kapal itu—terombang-ambing di tengah ketidakpastian, kehilangan arah, dan tak tahu bagaimana menemukan tujuan lagi.

"Apa aku seharusnya menyerah sejak awal? Apakah aku bodoh karena terlalu mencintai seseorang yang jelas-jelas tak menganggapku penting?" gumamnya pelan, namun cukup keras untuk didengar oleh dirinya sendiri.

Kenangan tentang Sasuke terus berputar di pikirannya, seakan tak ingin memberinya waktu untuk bernapas. Ia mengingat saat-saat sederhana bersama Sasuke—tatapan penuh perhatian yang pernah diberikan padanya, sentuhan lembut di punggung tangannya, dan suara rendahnya yang selalu membuat Sakura merasa aman. Tapi semuanya kini terasa seperti ilusi yang kejam, karena Sasuke yang ia kenal dulu sudah tak lagi sama.

Sakura menarik napas panjang, berharap udara dingin laut mampu mengurangi panas emosinya, namun itu tak berhasil. Bayangan wajah Karin yang sesekali muncul di pikirannya membuat rasa sakit itu semakin nyata.

"Aku tahu, aku tidak bisa bersaing dengannya. Dia cantik, cerdas, dan terlihat begitu sempurna di matamu. Tapi kenapa kau tak memberiku kesempatan untuk setidaknya memperbaiki semuanya? Kenapa kau memilih untuk pergi?"

Tangannya mengepal di atas pahanya, mencoba menahan gejolak di dalam hatinya. Ia ingin marah, ingin berteriak, tapi yang keluar hanyalah air mata yang terus mengalir. Angin sore membawa suara gemerisik kecil dari daun-daun pohon di belakangnya, namun itu tak cukup untuk mengusir kesunyian yang ia rasakan.

Sakura memandang jalanan berdebu di belakangnya, berharap setidaknya ada keajaiban kecil. Ia membayangkan Sasuke muncul dari kejauhan, berjalan dengan tenang seperti biasanya, menghampirinya, dan berkata bahwa semuanya hanyalah kesalahpahaman.

"Sakura, aku di sini," ia membayangkan suara itu, mencoba membayangkan Sasuke duduk di sebelahnya, mungkin menepuk lembut pundaknya dan meminta maaf. Tapi kenyataan tidak seindah itu. Jalanan tetap kosong, dan sore yang kian gelap hanya mempertegas kesendiriannya.

Matahari kini hampir sepenuhnya tenggelam, hanya meninggalkan jejak-jejak terakhir di ufuk barat. Sakura merasakan dingin mulai menusuk kulitnya, namun ia tetap tak bergerak. Lautan yang luas di depannya seolah berbicara dalam bahasa yang tak ia mengerti, namun ia tahu, lautan ini menjadi saksi perasaannya.

Senja berubah menjadi kegelapan malam, dan Sakura masih di sana, duduk mematung dengan luka yang tak terlihat. Angin malam kini membawa suasana yang lebih dingin, seolah menyuruhnya untuk bangkit dan pergi, tapi ia tetap bertahan.

"Apa kau tahu, Sasuke? Walaupun aku tahu aku harus melepaskanmu, aku tidak tahu bagaimana caranya. Karena aku terlalu mencintaimu untuk bisa membencimu," gumamnya, dengan air mata yang terus mengalir.

Sore itu, dengan mata sembab dan tubuh yang bergetar, Sakura membuat keputusan. "Aku akan hidup... dengan hati yang mati. Untukmu, Sasuke Uchiha." Pandangannya lurus ke depan, tapi matanya kosong, seakan menyerah pada kenyataan. Hanya senja yang menjadi saksi, ketika Sakura akhirnya menerima bahwa kisahnya dengan Sasuke telah benar-benar usai.

Dan dengan itu, ia melangkah pergi, meninggalkan pantai yang menjadi saksi dari tangisan dan harapannya yang tak pernah terwujud.



***

Fin

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RepeatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang