pergi (lagi)

8 1 0
                                    

Tidak ada adegan saling memeluk dan menangis di stasiun kereta kali ini, keduanya memilih sama- sama mengikhlaskan segalanya. Walaupun, hal yang di ikhlaskan berbeda, biarlah rasa yang dimiliki Frasa lenyap bersama luka yang Salsa punya, meskipun bukan dia penyebab lukanya.

"Makasih ya Fras untuk segalanya, gue janji ini yang terakhir. Jogja bakal jadi tempat terakhir yang gue singgahi. Jangan nyari gue lagi ya! Lo berhak bahagia, temui dan cintai wanita yang punya masa depan dan nggak berantakan kaya gue... " Ungkap Salsa terjeda helaan nafas beratnya.

Frasa yang mengerti kemana arah pembicaraan wanitanya, dengan segera menggelengkan kepalanya cepat tanda tidak setuju.

"Kalo lo penasaran sama perasaan gue, biar gue kasih tau sekarang. Gue juga sayang sama lo, tapi lo liat sendiri kan?
Setiap gue mupuk rasa sayang gue buat seseorang, pasti lukanya nggak sebercanda itu buat gue. Waktu itu keluarga gue, kemarin Dion, dan gue nggak mau lo juga ngelakuin hal yang sama. Gue nggak mau benci sama lo." Tutur Salsa lagi, tubuhnya mulai melenggang meninggalkan pria yang menatapnya sendu.

"Selamat tinggal Salsa, tugas kamu sudah selesai. Selanjutnya biarlah Lana yang menjadi pemeran utamanya." Batin Salsa, seraya menatap hamparan sawah yang dilalui oleh keretanya.

Perjalanan yang akan dimulai ini bukan kali pertama bagi seorang Alana Salsabila Putri, sebelumnya gadis yang kini telah menginjak umur 22 tahun ini pernah memilih pergi dari kampung halamannya, pergi untuk menyembuhkan lukanya di ibu kota, lantas sekarang kembali melanjutkan hidupnya di kota yang bagi sebagian orang merupakan kota istimewa dan menyimpan banyak kenangan indah. Semoga dia juga merasakannya.

Di kota yang baru ia pijak ini, dia memutuskan untuk mengubah nama panggilannya menjadi Lana, bukan apa-apa, dia hanya ingin membuang semua kenangan buruk Salsa.
Siapa tahu nama Lana bisa memberikan banyak keberuntungan untuknya.

Hal pertama yang Lana lakukan saat sampai di Jogja adalah mencari kamar kos yang nyaman.
Meskipun ini bukan kali pertamanya menginjakan kaki di kota orang tanpa kerabat, tetap saja dirinya kesulitan dalam bersosialisasi dengan warga setempat.

Terlebih lagi di kota ini umumnya masyarakat berinteraksi menggunakan bahasa Jawa, dan sialnya Lana tidak mengerti sedikitpun.

Mengenai caranya berinteraksi dengan alam bukanlah hal yang sulit bagi Lana, buktinya sekarang dia sudah disibukan dengan pemandangan wisdom park atau yang sering dikenal dengan Taman kearifan UGM.

Baginya berada di tengah keramaian orang tak dikenal adalah sebuah anugerah, karena dia bisa menjadi diri sendiri tanpa takut akan penilaian orang lain.
Cukup lama dia berdiam diri di taman itu, meskipun sedari tadi entah sudah berapa banyak kata "panas dan gerah " Yang tanpa sadar lolos dari bibir mungilnya.

***

Seminggu berlalu begitu saja, kini Lana sudah memulai menata hidupnya kembali.
Dia mulai mencari info lowongan pekerjaan yang bisa dia kerjakan selain menjalani hobi menulisnya.
Hari ini rencananya Lana akan melakukan interview di salah satu florist yang tak jauh dari kostnya.

"Semangat Lana, mari berjuang melupakan segala hal yang menyakitkan itu, ini saatnya kita berbahagia. " Oceh Lana memberikan afirmasi untuk tubuhnya.

Tak bisa dipungkiri, kepergian Dion yang mendadak dan tanpa aba-aba itu mampu meluluh lantahkan perasaanya.
Kenapa setiap ada satu kesempatan untuk tawa itu terukir, selalu ada hal mengecewakan yang datang lebih dulu? Apa aku tidak pantas bahagia? Pikirnya.

Langkah Lana terhenti ketika matanya tak sengaja melirik sebuah papan bertuliskan "happy florist" tanpa pikir panjang di dorongnya pintu masuk itu.

"Selamat pagi, maaf kak kami masih tutup." Sapa lembut karyawan disana

"Eh, maaf mbak. Perkenalkan saya Lana, semalam saya diminta untuk datang interview disini." Balas Lana tak kalah lembut, seraya mengulurkan tangannya untuk bersalaman yang di sambut baik oleh sang lawan bicara.

"Oalah, sebentar ya mbak saya panggilkan dulu pemiliknya." Lana hanya mengangguk sebagai jawaban

Tak berapa lama sang pemilik pun tiba dengan senyuman yang mengembang menambah kecantikannya.

"Silahkan mbak Lana duduk disebelah sini.
Kebetulan sekali toko kami sedang membutuhkan karyawan freelance." Ujarnya sopan.

obrolan mereka pun terus berlanjut dan tepat di hari itu Lana resmi menjadi karyawan happy florist.

Hari demi hari berhasil Lana lalui dengan baik, walaupun bekerja dia tetap bisa mengembangkan hobi menulisnya.
Tidak ada larangan dari bosnya saat jam kosongnya dimanfaatkan untuk menulis, karena sekarang Lana dan bosnya sudah menjadi teman baik.

Meskipun Lana tergolong sebagai anak introvert, tapi dia tidak pernah menutup diri atas lingkungannya, itu sebabnya di hari ke-5 nya bekerja di happy florist, dia sudah sedekat itu dengan bos dan karyawan lainnya.

"Lan, burjo yuk!" Ajak Nadia, bos barunya.

Lana yang masih asyik dengan rangkain bunga yang dibuatnya pun hanya menjawab tanpa menoleh.

"Ngga dulu deh, lagi banyak pesanan ini."

"Udah, tinggal dulu aja! Temenin dulu laper nih." Paksa Nadia sembari menarik tangan kanan Lana, mau tidak mau akhirnya gadis itupun mengikuti keinginan Nadia.

Jarak antara florist tempat Lana bekerja dengan warmindo yang di maksud sangatlah dekat, hanya terhalang 3 toko saja. Tak heran jika sang pemilik pun sudah sangat akrab dengan keduanya, terlebih Lana selalu datang dengan Nadia yang notabene nya akamsi.

"Pakde mau kaya biasa ya 2, telornya setengah mateng." Ujar Nadia saat memasuki warung tersebut

Menu yang biasa mereka pesan hanyalah menu sederhana yang sangat terjangkau, hanya semangkuk mie goreng kornet dengan telor ceplok setengah matang, tak lupa es teh manis yang sering disebutnya dengan sebutan es cekek. karena minuman ini dikemas sederhana menggunakan plastik yang diikat dengan karet, sehingga wadah plastiknya akan dipegang seperti dicekek saat meminumnya.

Tak berselang lama pesanan keduanya pun tiba, dan segera disantap karena memang sudah memasuki jam makan siang.

"Abis ini ikut gue delivery ya!" Pinta Nadia dengan mulut yang penuh dengan makananya.
Lana yang menyaksikan pemandangan seperti itupun hanya menggelengkan kepalanya seraya mengembangkan senyum termanisnya.

"Semoga ada sedikit harapan untuk mengembalikan Alana Salsabila Putri yang dulu di kota ini." batinnya penuh harap

BerkeLANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang