04. Meriang

75 27 6
                                    

TYPO

Bhumi menatap penasaran pada Haidar yang tampak bersiap dengan jaket dan kunci motor di tangannya. Bhumi bertanya, "Mau ke mana, Mas?"

"Jemput Rahan, motornya mogok," balas Haidar.

Bhumi mengembuskan napas panjang. "Mogok lagi toh? Bukannya udah dibenerin seminggu yang lalu?"

Haidar mengangkat bahunya dan berujar, "Salah kunci kali, makanya mogok lagi."

Bhumi mengantarkan Haidar sampai depan pintu. Ia berpesan pada Haidar ketika pulang untuk mampir ke tukang martabak. Haidar tentu mengiyakan apa yang diinginkan oleh Bhumi.

Baru saja Haidar membuka pintu, ada laki-laki yang menimpa tubuh Haidar. Untungnya Haidar dapat menyeimbangkan tubuhnya, ia mengecek siapa yang tak sadarkan diri.

"Ruri! Kamu kenapa?" Haidar terkejut ketika laki-laki itu adalah Ruri. Ruri tampak masih setengah sadar.

Bhumi langsung mengecek suhu Ruri ketika melihat sekilas wajah Ruri yang pucat dan berkeringat dingin. Benar sesuai dugaan Bhumi, Ruri dinyatakan demam. Bhumi meminta Haidar membawa Ruri ke kamar sementara Bhumi mengambil air dan kain untuk mengompres Ruri.

Haidar merebahkan Ruri dikasur, ia dapat merasakan tubuh Ruri bergetar hebat. Haidar inisiatif untuk menyelimuti anak tersebut.

"Bhum? Bhum! Udah ambil kompres belum?" tanya Haidar dari dalam kamar, kebetulan kamar Ruri memang sebelahan dengan dapur.

"Sebentar!"

Tampak Bhumi datang membawa sebaskom air dan kain yang masih kering. Haidar bilang bahwa kening hingga leher Ruri terasa panas. Namun, tangan dan kakinya begitu dingin. Bhumi jadi makin khawatir setelah mendengar kabar tersebut dari Haidar.

"Mama ... Mama ..." kedua mata Ruri menatap ke arah Bhumi, kemudian ia merentangkan kedua tangannya.

Bhumi menatap bingung ke arah Haidar, Ruri menganggapnya sebagai Mama? atau dirinya mirip dengan Ibu Ruri?

"Mama ..." Ruri mulai menangis sesegukan layaknya anak usia 5 tahun. Karena hal itu Bhumi jadi panik dan segera memeluk Ruri.

"Mas Idar, tolong ambilin minum," ucap Bhumi.

Haidar langsung mengambil air mineral dari galon di pojok kamar. Mengisi gelas setengah penuh lalu memberikannya pada Bhumi.

Bhumi duduk di pinggir kasur, membiarkan Ruri memeluknya. Ruri masih sesegukan dengan wajahnya disembunyikan pada perut Bhumi.

Tangan Bhumi terus menerus mengusap kepala Ruri sembari bergumam sesuatu yang Haidar sendiri tidak bisa dengar.

"Katanya mau jemput Rahan, Mas?" tanya Bhumi.

"Iya sih, tapi Ruri gak dibawa ke dokter aja?" Bhumi menggelengkan kepalanya.

"Masih bisa ditangkal," kata Bhumi membuat Haidar bingung dengan ucapannya.

"Gak usah dipikirin. Ayo jemput Rahan, ngomel loh dia kalau Mas jemputnya lama," ujar Bhumi.

Haidar lantas menurut apa yang dibilang Bhumi.

Bhumi terus mengusap kepala Ruri. Tatapannya mengatakan bahwa ia tak suka.

"Aku gak bisa nuduh anak itu, tapi ... sosok itu beneran ada di sini," gumam Bhumi yang melirik ke arah lorong.

Pintu kamar Ruri memang langsung berhadapan dengan lorong gelap. Dari pagi hingga malam lagi, lorong itu memang selalu gelap.

Bhumi mengeluarkan sebuah tali hitam dengan sebuah satu manik berwarna hijau gelap. Ia ikatkan tali hitam itu ke leher Ruri dan menjadi sebuah kalung.

Manusia Setan || BBB SOLAR ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang