•••
Di antara hiruknya taman bermain, Raven menikmati ayunan yang membawa angin sepoi mengombang-ambingkan rambutnya, berada dalam sepi ditengah-tengah anak lain yang tertawa bersama.
Tiba-tiba matanya teralihkan ke seberang jalan, seseorang berdiri disana melambaikan tangan padanya.
"Ibu?"
Senyuman manisnya mematri seindah cahaya, lantas kaki kecilnya melompat turun dari ayunan untuk mengejar.
Namun dunia terlalu cepat meluruhkan cahaya, senyum itu mati, kakinya terhenti lalu bergerak mundur perlahan, air mata yang menggenang merusak pandangannya, melihat samar saat wanita itu terkapar dipinggir jalan, bersimbah darah dan tak lagi bernyawa.
"IBU!!!"
Raven terbangun, jeritannya mengagetkan dirinya sendiri dan juga Naya yang sedari tadi duduk di sisi ranjang rumah sakit dengan mata basahnya.
"Raven..." Naya memeluknya, erat seolah itu adalah pelukan terakhir mereka.
"Oh Tuhan terima kasih kau sudah sadar, aku sangat takut, aku benar-benar takut," isaknya lalu melepas pelukan untuk menangkup wajah Raven, "Apa yang sudah terjadi?"
Tangisan Naya memancing terbukanya luka, dada yang semula memendam sesak terlepas mengeluarkan isakan, kecil lalu perlahan menjadi sendatan. Raven tak kuasa menahan semua penderitaan lagi dan ia jatuhkan kepalanya ke bahu Naya sambil berteriak,
"Kenapa dia selalu menyiksaku Nay!? Apa salahku? Apa yang dia inginkan! Kenapa dia tak pernah berhenti melakukan ini padaku! Apa dia akan berhenti kalau aku mati?!"
Naya mendekap bahu bergetar itu sekuat yang dia butuhkan. Raven tak pernah mengeluh apapun sampai hari ini dia menumpahkan segalanya, dada Naya terasa sakit.
"Tenangkan dirimu, aku disini."
"Dybala melihatku bersama ayahnya. Aku tidak mau berurusan dengan mereka lagi Nay, aku tidak mau," Suaranya melemah, kedua mata yang lelah itu mulai mengatup ingin meninggalkan kesadaran.
Naya kembali membaringkan tubuh gontai Raven ke ranjang, menarik selimut lalu mengecup dahinya saat ia lihat mata itu mulai terpejam.
"Aku tidak akan memaksamu lagi kalau kau tidak mau, Raven."
•
•
•Seharian Rafael tak begitu fokus dengan pekerjaannya, matanya tak pernah meninggalkan ponsel sejak beberapa hari belakangan. Pun keadaannya tak sesegar biasanya, dia sedikit kacau.
"Permisi Pak William, kopi anda."
Seorang OB masuk untuk mengantarkan minuman yang biasa Rafael minta, dia membungkuk lalu ingin beranjak namun panggilan Rafael menghentikannya.
"Kenapa kau terus yang mengantar minuman ini? Dimana Raven? Maksudku, dimana pekerja baru kita?"
"Maaf Pak, ketua divisi bilang anak baru itu sudah tidak masuk selama tiga hari tanpa keterangan, jadi aku yang disuruh menggantikannya."
"Tiga hari?" Sejak tiga hari lalu juga Raven tak membalas pesannya.
Apa yang terjadi?
Rafael tak bisa tenang meski dia sudah mencoba, hatinya gelisah mengingat tak biasanya Raven seperti ini. Melihat jam sekilas, pria itu mengambil kunci mobilnya dan bergegas pergi.
Sementara itu di sekolah, Raven kembali mengikuti pelajaran setelah beberapa hari tidak masuk karena mendapat perawatan medis. Ditemani Naya sahabatnya, dia memantapkan hati untuk memulai semuanya dari awal lagi, tak akan mengusik siapapun terutama Dybala.
KAMU SEDANG MEMBACA
He's Kinda Hot [SungJake]
FanfictionRaven pikir, dia tidak mudah tertarik dengan seseorang, tapi sial, pria beralis tebal itu terlalu seksi untuk dia tolak. "Aku berani sumpah, hanya pria tua keladi yang tertarik denganmu." "Persis, salah satunya adalah ayahmu." a story by: jajangmyeo...