"I love you, Han. Tolong tetap hidup ya..." ucap Seungcheol, menidurkan kepalanya di paha Jeonghan, menatap lelaki itu dari bawah.
"Tentu saja, aku akan hidup satu hari lebih lama darimu," jawab Jeonghan sambil mencium kening Seungcheol.
"Kenapa satu hari?" tanya Seungcheol.
"Aku tidak akan sanggup hidup lama tanpa kamu," jawabnya, menggesekkan hidungnya ke hidung Seungcheol.
"Gombal!" Seungcheol tertawa, lalu mereka terdiam, saling menyelami mata masing-masing.
"Aku mencintaimu, Seungcheol."
"Aku juga mencintaimu, Jeonghan."
---
Nyatanya, tidak ada yang tahu apa yang direncanakan semesta. Seungcheol patah hati besar kali ini. Janji yang dibuat Jeonghan dilanggar, karena lelaki itu kini pergi meninggalkannya.
Jauh di dalam tanah yang dingin dan lembab, apakah Jeonghan kedinginan? Apakah lelaki itu merasa sesak? Lelakiku... Lelakiku kini pergi jauh meninggalkanku.
Hati Seungcheol terasa sakit, seperti dijatuhi batu besar. Air matanya tidak bisa berhenti mengalir, dadanya terasa sesak, dan kepalanya pusing. Apakah Jeonghan memikirkannya di saat-saat terakhir? Apakah Seungcheol selalu ada di pikiran lelaki itu? Bagaimana Seungcheol harus hidup selanjutnya? Kekasihnya... Cintanya pergi tanpa sempat berpamitan.
Seungcheol tidak sanggup menanggung perasaan sakit ini, tidak bisa menahan kesakitan yang datang setiap kali membayangkan lelaki itu. Bukankah mereka sudah berjanji akan bersama? Bukankah Jeonghan akan hidup satu hari lebih lama darinya? Pernikahan mereka sudah di depan mata, tetapi justru ajal yang lebih dulu menjemput Jeonghan.
Kepala Seungcheol terasa berat, dadanya sesak. Perlahan, bayangan hitam menyergapnya, dan setelah itu, dia tidak ingat apa-apa lagi.
---
Perlahan, Seungcheol membuka matanya. Samar-samar, dia melihat Jeonghan duduk di samping ranjang, menatapnya. Seungcheol terkejut, seketika dia mendudukkan tubuhnya dan menyadari bahwa Jeonghan benar-benar ada di depannya.
Seungcheol menyentuhnya, menggoyang-goyangkan tubuh lelaki itu, lalu memeluknya, kembali air matanya mengalir.
"Ini beneran kamu kan, Han? Aku ternyata cuma mimpi. Aku mimpi kamu ninggalin aku, jahat banget," ucapnya di sela isak tangisnya.
Jeonghan hanya terdiam, menepuk-nepuk punggung Seungcheol untuk menenangkannya. Seungcheol melepaskan pelukannya dan menatap Jeonghan. Lelaki itu hanya tersenyum teduh menatapnya.
"Kamu sedih banget, pasti ya?" tanya Jeonghan sambil merapikan rambut Seungcheol yang berantakan.
"Ini bukan mimpi, Seungcheol. Aku hanya ingin berpamitan padamu."
"Bohong! Kamu bohong!" Seungcheol menjerit.
"Hei, hei, tenang. Oke?" Jeonghan menggenggam tangan Seungcheol erat.
"Kamu ingin ikut aku?" Jeonghan bertanya.
"Mau, aku tidak akan sanggup hidup tanpa kamu, Han."
Jeonghan tersenyum lembut, wajahnya bercahaya.
"Kalau begitu, ayo tidur lagi. Aku temani," ucapnya sambil menghela Seungcheol untuk kembali berbaring. Jeonghan mencium kening lelaki itu, membuat Seungcheol tersenyum.
Sebelum kesadaran Seungcheol kembali hilang, dia mengucapkan beberapa patah kata yang hanya bisa didengar olehnya sendiri, "Aku ingin terus bersama Jeonghan, Tuhan. Bahkan jika harus mati, aku akan memilih bersamanya."
---
Paginya, kediaman Choi heboh. Semua bermula ketika sang ibunda ingin membangunkan Seungcheol untuk setidaknya membersihkan diri dan mengisi perut. Namun, ketika memasuki kamar Seungcheol, dia menemukan anaknya sudah terbujur kaku, tubuhnya dingin, jantungnya tak lagi berdetak, nafasnya tak lagi berhembus. Namun dalam kematiannya, Seungcheol tersenyum.
Keluarga mereka kembali berduka. Setelah kemarin calon menantu mereka pergi tiba-tiba, kini anak mereka menyusul kekasihnya. Semua orang tidak menyangka akan kepergian Seungcheol yang mendadak. Seolah semua sudah ditakdirkan bahwa Jeonghan dan Seungcheol akan selalu bersama.
Hari itu juga, Seungcheol dimakamkan di sebelah pusara sang kekasih. Ayah Choi mengikatkan tali berwarna merah di antara batu nisan keduanya, berharap mereka menemukan jalan dan dapat kembali bersama, entah di dunia ini atau di dunia yang lainnya.
---
Di antara bunga itu, terdapat pasangan yang sedang berbahagia karena telah kembali bersama. Mereka berlarian, saling mengejar, bercanda tawa seolah tidak perlu memikirkan apakah esok hari akan berpisah.
Keduanya duduk di sebuah padang rumput. Sang dominan duduk menyelonjorkan kakinya, sementara sang submisif berbalik dengan kepala beralaskan paha sang dominan. Saling menyelami mata masing-masing, tersenyum hangat satu sama lain. Kini tidak ada lagi yang perlu mereka khawatirkan tentang masa depan; mereka telah bersama untuk selamanya.
"Aku mencintaimu, Seungcheol."
"Aku juga mencintaimu, Jeonghan."
Jeonghan menatap Seungcheol yang berbaring di pangkuannya, lalu dia menunduk untuk mengecup dahi lelaki manis itu.
Selesai. Semuanya sudah selesai. Dan mereka kembali bersama.
Wide awake through the daylight
Will you hold me like we're running a yellow light?
Reach for you with my hands tied
Are we dancing like we're burning in paradise?When it hurts but it hurts so good
Do you take it?
Do you break it off?
When it hurts but it hurts so good
Can you say it?
Can you say it?(Hurts so Good - Astrid S)
_________
End.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEUNGCHEOL HAREM || Oneshoot
FanfictionSeungcheol with siapapun pairnya. Yang ga suka ngga usah baca yah dik adik. SEUNGCHEOL BOTTOM JAYA JAYA JAYA!!!