Chapter 1 : Awal dari hilangnya ketenangan

30 22 2
                                    

           Berhadapan dengan meja kelas, duduk diam termenung, merasakan sejuknya tiap hembusan angin, mendengarkan gemersiknya melodi dedaunan yang terhempas. Hari ini, ketentraman tak lagi hadir disudut kelas. Hanya ada berisiknya percakapan antara mereka yang mengaku sebagai teman. Padahal, isinya hanyalah sebuah kesombongan seperti "hei .. lihat kemarin ayahku membelikanku motor baru" atau "kau tidak mengerti pelajaran ini ?, padahal ini sangat mudah loh". Apa kalian tidak sadar ?. Bukankah mereka meremehkanmu ?. Mengatakan hal tersebut dengan senyum seolah ramah, menutupi niat dari kesombongan dengan dalih bercerita. Bukankah memuakkan ?.

Tepat pukul 9 pagi. Seorang pria dengan setelan kemeja lengan panjang yang terlipat, dilengkapi celana kain serta sepatu hitam datang dari sudut pintu dengan membawa sejumlah buku sosiologi yang mencolok menandakan pelajaran akan dimulai. Pak Ridwan namanya, guru sosiologi kelas kami.

Berdiri disisi meja depan dan berkata "Baiklah, kumpulkan tugasnya." ..... yaaahhh .... Ini adalah jam pelajaran ke 2, karena alasan semua guru harus menghadiri rapat para guru pada jam pertama, ia pun memberikan tugas kepada kami untuk menulis artikel tentang "Sifat alami manusia beserta solusi untuk menjadikan manusia menjadi yang lebih baik."

"Alif, bisakah bapak minta tolong untuk mengumpulkan tugas dari teman sekelasmu ? Lalu taruh tugasmu dibagian paling atas" ujar pria itu.

Aku bertanya-tanya tentang mengapa harus aku yang diminta untuk melakukan itu ? Bukankah ada ketua kelas kita yang mencolok dan bersinar ? Dan terlebih lagi apa yang dimaksud dengan mengkhususkan tugasku untuk berada paling atas ? Tapi tepat ketika aku berpikir seperti itu ...

"Kamu bertanya-tanya tentang mengapa kamu yang aku minta membantuku ? " Kata pria itu dengan senyum licik.

"Apakah bapak seorang cenayang ?" Gumamku pelan.

"Pertama, sepertinya kau berpikir bila duduk dibangku paling belakang membuatmu serasa tidak mencolok, tapi pandanganku berbeda. Kau yang paling mencolok diruangan ini. Kedua, karna aku guru disini aku merasa punya hak untuk memerintahkan setiap murid sesukaku" lanjut pria itu.

Hah ? Bukankah itu termasuk penyalahgunaan kekuasaan ? Tapi, tidak menutup fakta bahwa merupakan hal yang lumrah, banyak orang dengan jabatan tinggi memerintah seenaknya terhadap bawahannya. Menyalahgunakan kekuasaan demi hasrat pribadi mereka. Dan lebih jijiknya beberapa ancaman bahkan berlaku di kehidupan sosial kita. Jadi, aku tidak akan heran.

Mengumpulkan tugas dari belakang sampai depan dan menyimpannya dimeja guru sesuai perintah selesai. Tapi, firasatku benar, dia bukan hanya bermaksud untuk memintaku sampai disana.

"Mana tugasmu ? Coba persentasikan apa yang kau tulis sekarang". Perintah yang benar-benar seenaknya.

"Maaf pak, saya memang murid disini. Tapi, bukankah saya juga punya hak untuk menolak ? Stamina saya sudah terkuras habis saat bapak memintaku untuk mengumpulkan tugas" Ujarku sedikit alasan (walaupun tak masuk akal)

"Aku juga punya hak untuk mengeluarkan murid yang tidak bisa diatur bukan ?" Senyum licik itu kembali dia keluarkan. (Benar-benar licik).
Mau tak mau akupun membacakan artikelku . Dengan judul
"kemunafikan dari seorang manusia"
.
.
.

Setelah membaca artikelku, aku heran mengapa semua orang menatapku dengan wajah jijik ?.

"Hah ? Jadi menurutmu solusinya adalah melenyapkan semua manusia yang ada dimuka bumi ini ? Apakah itu termasuk dirimu sendiri ?" Tanya guru itu dengan kemuakan yang terpampang diwajahnya.

"Iya, karena akupun manusia. Akupun termasuk dalam solusi yang ada" jawabku.

"Tunggu, bukankah ada solusi yang lebih baik ? Seperti menanamkan perasaan saling mengerti, saling merasakan, dan saling memberikan kasih sayang ? ". Tanya nya lagi

What is Inner peaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang