• Milikku •

837 27 16
                                    

Abel

Kepalaku benar-benar terasa berat dan pusing, semua menjadi satu akibat tamparan yang baru saja aku dapatkan dari mas Rama, sosok yang aku yakini baik sedari awal.

Hatiku teriris mengingat beberapa saat lalu aku dengan lantang memujinya, walau hanya di dalam hati saja.

Kini aku seperti hilang arah, dia seakan mempermainkan ku sesuka hatinya, setelah sebelumnya mengorek kenyataan yang selama ini coba aku terima dengan baik.

Aku sakit ketika dia mengingatkan akan fakta bahwa aku bukan anak kandung dari kedua orang tuaku, mereka memang mengadopsi ku sedari aku baru saja dilahirkan.

Hal itu membuatku bertambah nyeri saat kembali sadar kalau di dunia ini aku benar-benar sendirian, dan detik ini aku harus menhadapi mas Rama seorang diri.

Semua pikiran ku berkecamuk, dan itu semua ditambah parah dengan pergerakan yang berhasil dia ciptakan, aku menggelinjang saat terkejut mendapat serangan di titik sensitif ku.

Mas Rama baru saja menyapu klitorisku dengan lidahnya, membuat ku merasa benar-benar kehilangan harga diri detik ini

"See? Kamu menikmatinya princess." Aku mendengarnya seolah sedang menyombongkan diri.

Oh Tuhan, aku harus bagaimana lagi, apa yang bisa aku lakukan detik ini di kala diriku sendiri sudah setengah sadar.

Semakin aku mencoba berpikir, semakin gencar pergerakannya di bawah sana, kini dia benar-benar sibuk menggerayangi tubuhku.

Tanganku mencoba meraih dirinya, sepertinya aku berhasil mendapatkan pundaknya, aku meremas disana, meminta belas kasihan darinya "Mas......"

"Tolong aku........." Aku mencoba merayu harapan, ingin sekali mendapat balasan baik darinya.

"Aku sedang menolongmu, sayang," kini aku kembali menatap wajah mas Rama dari sangat dekat, ternyata dia sudah mengubah kembali posisinya.

"Aku menolong mu agar aku tidak semakin memendam semuanya yang berujung bisa lebih kasar dan tega ke kamu," imbuhnya.

Air mataku sudah luruh lagi, kini rasanya alirannya langsung masuk ke dalam lekukan telingaku karena posisiku yang saat ini terbaring.

"Aku sayang kamu Bel sejak lama."

"Aku juga sayang mas Rama,"

"Sayangku ke kamu bukan sebagai sepupu, tapi sebagai seorang pria dewasa ke gadis yang dia puja," ujarnya cepat.

Mataku mencoba menerobos masuk lebih dalam ke manik matanya, tapi aku malah takut tenggelam.

"Aku tahu cara yang aku pakai salah, tapi aku gak mau kamu pergi." Dia akan kembali menyibukkan dirinya pada tubuhku, tapi aku kembali menahan rencananya itu "Mas......"

"Apa lagi?" Tanyanya.

"Kalau mau sayang ke aku, kenapa pilih cara ini?kita bisa bicara baik-baik, aku akan pertimbangkan, setidaknya kasih aku waktu."

Kini dia sudah duduk, menegakkan tubuhnya yang tanpa sehelai benang pun, dia menyibak rambut kemudian memfokuskan pandnagannya kembali padaku.

Aku otomatis menutup bagian dadaku, bra ku pun sudah terlempar bersama tank top dan juga kemeja yang tadi dia minta untuk aku kenakan.

"Gak perlu kamu tutupi, aku sudah tahu rasanya." Kalimat itu membuat bulu kudukku meremang.

"Kamu tahu rasanya menunggu selama ini, Bel?"

"Apa yang bisa membuatku yakin kalau kamu benar-benar akan mempertimbangkan perasaanku padamu?"

"Aku yakin setelah ini kamu lebih memilih menjauh dariku."

RAMA's ROOM Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang