02. the begin

77 15 0
                                    

Hai! Terimakasih telah berkunjung, jangan lupa menekan tombol vote dan beri masukan. Thankies

Pagi hari itu tiba. Pagi yang dipicu oleh semerbak wangi kopi yang sangat menggebu. Baru kali ini Jean menyadarkan diri dengan tirai jendela yang telah tersingkap rapi, tak seperti biasa yang harus menunggu dirinya terlebih dulu.

Jean menoleh, menemukan sisi ranjang yang seharusnya ditempati oleh Jaemin kosong. Dalam sekejap Jean menyadari jika pintu kamarnya sedikit terbuka, mengundangnya untuk segera berkemas rapi agar bisa menyusul sang suami di luar sana.

Ketika langkah Jean melewati ruang tengah, matanya menemukan jam dinding yang menunjukkan pukul 9 pagi. Dia terlalu kesiangan, hingga melewatkan rutinitasnya seperti biasa.

"Papa."

Jaemin yang masih menggunakan piyama dan bando tikusnya menoleh, tersenyum menemukan Jean yang memanggilnya. "Good morning, mama."

"Maaf aku telat bangunnya, alarmnya gak bunyi."

"Bukan gak bunyi." Jaemin berbalik dan meletakkan dua mangkuk nasi di atas meja makan. "Aku sengaja silent, biar kamu puas tidurnya. Aku tahu kamu capek."

"Jangan gitu, kamu gak kerja?"

"Gak untuk hari ini," Jaemin menarik pelan Jean untuk duduk di kursi lalu menyusul dirinya yang mendaratkan diri di samping Jean. "Dan seminggu ke depan."

"Loh, bukannya-"

"No, no no! Aku Work From Home seminggu, dan ambil cuti 3 hari. Toh untuk keperluan tandatangan dan sebagainya aku bisa pakai digital. Aku punya alasan dan itu penting."

"Memangnya kamu mau apa?"

"Mau kamu."

Meski bertahun-tahun menghabiskan waktu dengan pria Na ini, Jean masih tak mampu mengendalikan salah tingkahnya karena spontan yang keluar dari mulut Jaemin.

"Aku serius, kamu kenapa tiba-tiba WFH dan ambil cuti?"

Jaemin menghentikan suapannya dan berbalik sepenuhnya pada Jean. "Aku temenin kamu, toh seminggu lebih itu gak ada apa-apanya dibanding kamu harus nungguin aku terus."

Jean terdiam.

"Maaf ya, akhir-akhir ini aku terlalu sibuk sampai kamu harus drop."

Jean tetap diam, melamunkan sesuatu yang sudah sejak lama ingin dipertanyakan pada Jaemin.

"Ma?"

"Oh, ya."

"There's something you want to tell me?"

"Itu-"

"..."

"..."

Pupil mata Jaemin membulat, menunggu kata-kata dari bibir Jean.

"Gak ada, aku cuma mau bilang terimakasih. Kamu selalu memilih aku sampai hari ini."

"Sudah tugas aku, ma. Sudah hal yang harus kulakukan."

Jean tersenyum, menatap hangat sepasang mata indah milik seorang ayah. "Oh, Jeremy ke mana?"

Jaemin menoleh, membuat Jean melirik pada arah pandangan lelaki itu lalu menemukan ibu dari Jaemin hadir dan mengasuh cucunya. Jean tersentak, "mama."

Wanita paruh baya itu tersenyum. "Kenapa? Kamu kaget lihat mama?"

"Tapi ma-"

Jaemin menimpali, "beberapa hari ke depan, Jeremy akan sama mamaku. Kita perlu berdua, kamu butuh recovery."

"Mamaku." Nyonya Na menatap Jaemin tajam. "Kamu kira mama bukan mamanya Jean? Kalian berdua itu anakku, kamu anakku, dia anakku."

"Iya, ma. Iya."

Tak membutuhkan waktu lama, Nyonya Na tahu ada yang sedang menghinggapi diri Jean. Wanita itu lebih banyak diam dan tak begitu aktif bertanya seperti biasanya. Beliau lalu mengisyaratkan Jaemin yang telah selesai dengan sarapan dan setengah esapan kopinya untuk mengambil alih Jeremy.

Jean menyadari bahwa Nyonya Na sedang menghampirinya dan meraih kedua tangannya. Sendu menguasai diri Jean dalam hitungan detik dengan mata yang berair. "Ma, maaf karena kemarin ASI untuk Jeremy-"

"Ica, mama gak perlu mempersalahkan itu."

"Aku belum bisa jadi ibu dan istri yang baik, aku lemah, ma." Isak Jean.

Saat Jaemin mendengar itu, ingin rasanya di menghampiri Jean. Namun mamanya lebih menginginkan Jaemin untuk menjaga sang cucu.

"Jeremy sebentar lagi akan berumur 2 tahun, dan semua hal yang kamu alami itu gak mudah. Mama pernah berada di posisi seperti kamu, dan kamu tahu bagaimana mama berjuang membesarkan Jaemin."

Jean merasakan genggaman Nyonya Na semakin erat.

"Dan perjuanganmu sekarang sangat-sangat berarti untuk kita semua. Percayakan Jeremy pada mama, dan kamu hanya perlu recovery. Jaemin akan ada untuk kamu."

Kedua mata Jean meneteskan air matanya, masih merasakan kegagalan menjadi seseorang di dalam Keluarga Na. Banyak bayang-bayang yang menghantui kepalanya, namun Jean tahu dia tak boleh tenggelam di dalamnya.

Tak lama berselang, ponsel Jean yang terletak di atas nakasnya memunculkan sebuah pesan singkat. Pesan itu mengirimkan sebuah gambar, bersama rincian yang berisikan tentang agenda Jaemin dan seseorang.

To be continue...

FEAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang