05. dia, marah

33 6 0
                                    

Halo, terimakasih ya sudah membersamai FEAR. Semoga hari kalian menyenangkan.

Pernikahan ternyata tak semudah yang Na Jaemin ekspektasikan. Dipikirnya menjadi seorang kepala rumah tangga tak akan kehilangan rasa percaya diri, namun sepertinya kali ini pria itu merasa tak sempurna untuk melindungi keluarga kecilnya.

Matanya mengerjap, hendak menyambut pagi jika saja ponselnya tak berdering. Tangannya meraba-raba nakas di samping ranjang, masih menetralkan pandangan yang diterjang cahaya mentari.

7 panggilan tak terjawab dari Vivian Ning

Jaemin menghela nafas, kesal karena tak seharusnya Vivian seperti ini jika hanya menyangkut pekerjaan. Begitu tangannya reflek menepuk sisi ranjang di sampingnya, Jaemin terkejut menemukan Jean tak ada bersamanya. Sontak dia bangkit, merasakan raganya terisi penuh. Dan panik.

"Ma?"

Tak ada jawaban.

"Ica."

Langkahnya lumayan gontai kesana-kemari, mengelilingi vila kecil yang terhuni oleh mereka selama di Maldives. Jaemin kian cemas, begitu tak menemukan Jean di dalam vila.

Jaemin menghubungi ponsel Jean, sialnya tak aktif. Jaemin masih menemukan koper, barang, bahkan paspor Jean yang dapat mengusir asumsi buruknya. Tanpa menghiraukan dirinya yang baru terbangun, Jaemin pergi meninggalkan vila dan menemukan mentari yang mungkin saja baru terbit.

Hatinya berusaha berbisik, meredam kekhawatiran kepala dan yakin jika semuanya baik-baik saja. Jaemin yakin Jean tak akan kemana pun sejauh itu jika tanpa dirinya.

Ketika nyaris melewati sebuah kedai, ekor mata Jaemin dapat menemukan sosok yang dicarinya dengan mudah. Kaca cukup kusam milik kedai kopi dan roti yang terasa antik itu menunjukkan Jean yang terdiam.

Jaemin melangkah masuk, disambut bunyi bel yang riang. Hendak memanggil Jean, Jaemin dibungkamkan oleh kehadiran seseorang yang membuat Jean sukses mematung.

Sejauh apapun itu, kenapa Jung Jaehyun bisa hadir di sini?

"Gue gak bermaksud—"

Jaehyun tak sempat menyelesaikan katanya tatkala Jaemin maju meraih kerah kemeja krem yang ia kenakan. "Terus kenapa lo bisa di sini?"

Seperti deja vu, akibat hal ini pernah terjadi beberapa tahun yang lalu. Reflek Jean meraih tubuh Jaemin untuk mundur dan berbisik, "tenang."

Wajah Jaemin muram, Jean semakin memeluknya erat. "Papa jangan seperti ini, ya. Aku benar-benar gak tahu dia ada di Maldives juga. Tolong tenang."

Perlahan, dada bidang Jaemin yang sangat sesak menjadi tenang. Tangannya yang mengepal di udara lantas turun, mengikuti instruksi wanita yang ia cintai. Tanpa berpamitan dan dengan tatapan yang begitu tajam, Jaemin menarik Jean pergi dari kedai itu.

"Pa—"

"Aku gak suka dengan kejadian seperti ini. Untuk kali ini kamu kayaknya gak berpikir panjang, Ca."

"Na, tangan aku sakit." Ringis Jean selama berjalan melewati pagar vila namun Jaemin tak mengindahkan itu. "Na!"

Jaemin melepas Jean dan menatap wajah wanita itu. "Kenapa kamu bisa ketemu dia?"

"Sumpah aku gak tahu, aku gak tahu dia ada di sini. Aku pun kaget lihat dia."

Jean perlahan ketakutan, melihat wajah Jaemin yang belum pernah ia temukan sebelumnya. Pria itu—marah.

"Aku-aku benar-benar gak tahu, Na."

"Kenapa kamu pergi tanpa bilang ke aku? Kenapa ponsel kamu gak bisa dihubungi." Bariton suaranya merendah, namun itu mengkhawatirkan Jean yang gugup ketakutan.

"Ka-kamu tidur, da-dan aku gak mau gang-ganggu kamu. Po-ponselku—" tangan Jean bergetar hebat, menarik indera Jaemin untuk menyadari hal itu. "Ponselku gak punyai baterai sejak kamu pegang, ke-kemarin."

Jaemin mendelik, tersadar dalam sekejap. Pria itu bahkan baru menyadari jika tangannya menggenggam erat lengan Jean. Dalam hitungan detik, Jaemin benar-benar kembali pada dirinya.

Dan—hari ini merupakan hari di mana Jaemin menemukan amarahnya, karena cemas dan kalut.

Jean meneteskan air matanya, masih dengan tangan yang bergetar. "Maaf, maaf aku salah. Aku gak bermaksud buat kamu—"

Jaemin meraih Jean, memeluknya dengan mata yang terpejam. "Maaf, aku gak seharusnya seperti ini. Maaf aku kasar, maaf aku khawatir. Maaf."

Rahang Jean terguncang, menangis tersedu-sedu tak bersua. Lega, takut, dan rasa bersalahnya berkombinasi dengan hebat, tak tahu harus berbuat apa karena ini benar-benar di luar dugaannya.

Tak seharusnya, Jean merasa tak mengenali Jaemin yang seperti tadi.

To be continue...

FEAR Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang